All Chapters of An Empty Heart (INDONESIA): Chapter 11 - Chapter 20
117 Chapters
Bab 11
"Sedang apa kau di sini?" tanya Dyandta heran. George pun tampak panik dan bingung harus mengatakan apa. "Aku sedang... ehm...." Dyandta masih memperhatikan gelagat George. Dia seorang psikolog dan pasti mengetahui makna dari sikap gugup George ini. Dyandta menaruh curiga pada rekan sesama dokternya ini, karena biasanya George tidak pernah memperhatikan ruang kerjanya. "Ke-napa kau melihatku seperti itu?" tanya George gugup. "Karena kau aneh," jawab Dyandta jujur. "Kau sudah lupa kalau aku seorang psikolog? Aku bisa membaca gerak-gerikmu, George." George sendiri semakin tersudutkan dan membuatnya tak tahu lagi harus berbuat apa. Jika Dyandta sampai tahu bahwa dirinya sedang memata-matai Damien, maka tamatlah riwayatnya. "Kau sedang menyembunyikan sesuatu, dan ini pasti ada kaitannya dengan pasienku, Damien. Benarkan?" tanya Dyandta memastikan apakah opininya benar atau salah. George langsung menggeleng cepat. "Tidak! Kenapa kau
Read more
Bab 12
George tampak begitu bersemangat menyiapkan beberapa bahan untuk menjebak Dyandta. Gadis itu sudah merusak penghasilannya. Membungkam seseorang seperti Dyandta memang harus dengan cara yang kasar. Kalau tidak, George akan mendapat masalah besar dan kemungkinan yang akan terjadi adalah dirinya akan dipecat dari rumah sakit. Izinnya sebagai dokter bedah juga akan terancam nantinya. George tidak ingin hal itu sampai terjadi padanya. Itu sebabnya, dia harus mengikuti saran dari Cacha untuk memberi pelajaran pada Dyandta.Pria berdarah German - Inggris itu pun berjalan menyusuri lorong rumah sakit menuju ruangan Dyandta. Kebetulan sekali, George melihat tidak ada siapapun yang melewati lorong ini. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam dan ini waktu yang tepat untuk menjalankan aksinya. Ia juga sudah mematikan kamera cctv yang berada di sekitar lorong yang mengarah ke ruangan Dyandta. George benar-benar merasa puas dikala dirinya bisa mengelabui petugas yang mengawasi setiap sudut ru
Read more
Bab 13
Pagi ini, Cacha tampak mendatangi George. Ia hanya ingin memastikan keadaan George dan sedikit penasaran dengan kejadian semalam. Namun kedatangannya justru mengundang perhatian Dyandta. Gadis itu tak sengaja melihat Cacha masuk ke rumah sakit tempatnya bekerja, karena saat ini George memang sedang dirawat di sana dan tetap dalam pengawasan pihak kepolisian Perancis. Dyandta pun mengikuti langkah Cacha dan berhentilah ia di salah satu ruang rawat tempat George terbaring lemas akibat pukulan benda tumpul di kepalanya. George sempat koma semalam, namun pagi ini dia sudah sadarkan diri. Kondisinya masih sangat buruk.Cacha dengan santai masuk ke dalam kamar tersebut, namun Dyandta hanya bisa melihatnya dari luar. Ingin mendekat ke pintu, namun di luar ada dua polisi yang sedang berjaga. Jadi dia tidak mungkin mendekat. Sementara di dalam kamar George, Cacha tampak menggeleng-gelengkan kepalanya dan mengumpati George."Kenapa kau ceroboh sekali, hah?" tanya Cacha dengan nada kesal
Read more
Bab 14
Seminggu kemudian, Damien tampak sudah bisa berinteraksi dengan normal setelah melakukan terapi psikis. Ia sudah bisa mengingat kembali tentang perusahaannya, bahkan orang tuanya. Pikirannya yang semula hanya terfokus pada Cacha, kini sudah terpecah sedikit demi sedikit. Perlahan Damien sudah bisa menerima beberapa orang karyawan yang mengunjunginya di kediaman Bailey dan Airin. Namun memang Damien masih sangat sensitif jika seseorang menyinggung tentang Cacha. Nama itu belum sepenuhnya hilang dan masih harus tetap dikontrol.Kemarin malam, Dyandta mengatakan pada Bailey bahwa untuk tiga hari kedepan, dirinya tidak dapat melakukan terapi psikis pada Damien. Dyandta harus pergi ke luar kota untuk beberapa urusan keluarga dan Bailey pun memahaminya. Dokter muda itu sempat berpesan pada Bailey untuk tetap mengontrol emosi Damien, karena depresi itu belum hilang sepenuhnya. Jadi peranan Bailey dan Airin di sini sangatlah penting. Mereka wajib mengingatkan beberapa kerabat dan karyawa
Read more
Bab 15
Damien terlihat begitu sibuk hari ini, karena harus mengurus beberapa berkas yang sempat terbengkalai. Memang sudah ada sebagian berkas yang diselesaikan oleh Bailey, namun tumpukan berkas itu seakan tidak berkurang sedikitpun dari hadapannya. Bahkan Damien sampai melewatkan jam makan siangnya selama 30 menit. Untung saja sekretarisnya mengingatkan dan saat ini dirinya tengah berada di kantin perusahaan sambil membawa bekal makan siang dari Airin. Ia juga ditemani oleh Fransisco, karena kebetulan rekannya itu juga mengalami nasib yang sama seperti Damien hari ini.Mereka berdua makan bersamaan dan sesekali membahas tentang beberapa gagasan untuk proyek terbaru. Bagaimanapun juga, Fransisco harus membantu Damien untuk kembali bangkit lagi seperti dulu dan ini juga termasuk permintaan dari Bailey. Fransisco tidak merasa keberatan dengan hal itu. Menurutnya, jika Damien terus disibukkan dengan hal pekerjaan, mungkin ingatan tentang Cacha akan sirna dengan cepat. Jadi, dia memutuskan
Read more
Bab 16
"PERGI!"Damien masih saja berteriak sehingga membuat Bailey, Janet dan Fransisco begitu panik dan bingung. Bailey sendiri sedang berusaha menghubungi Dyandta, namun dokter muda itu tidak menjawabnya sama sekali. Padahal Bailey berharap sekali Dyandta bisa membantunya untuk kali ini saja. Tapi harapannya seakan terhempas begitu saja."Bagaimana, Paman? Belum ada jawaban?" tanya Janet panik sambil sesekali memegangi Damien yang terus memberontak dan berteriak. "Kita tidak bisa mengendalikan Damien lebih lama lagi, Paman.""Aku sedang berusaha. Tapi aku rasa, Dyandta memang sedang sibuk dengan urusannya. Aku juga tidak tahu harus bagaimana," jawab Bailey yang masih tetap berusaha menghubungi Dyandta.Fransisco yang sedari tadi diam pun menoleh ke arah pintu ruangan Damien. Sudah ada beberapa karyawan yang menatap iba pada kondisi Damien saat ini. Fransisco pun menghampiri mereka lalu meminta untuk tetap diam dan jangan mengatakan apapun di luar. Karena para media pasti aka
Read more
Bab 17
Setelah Damien tenang, barulah Bailey bisa membawa pulang putranya itu. Suasana kantor sudah sunyi, karena waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Janet dan Fransisco juga sudah pulang lebih dulu sebab ada hal lain yang harus mereka kerjakan. Tinggallah Bailey seorang yang menjaga Damien hingga putranya itu bangun dari tidurnya. Perasaan Bailey sedikit lega karena Damien sudah jauh lebih tenang. Untung saja Dyandta menerima panggilan teleponnya. Kalau tidak, mungkin sampai detik ini Damien masih terus berteriak sambil menyebut nama Cacha.Bailey terlihat berjalan berdampingan dengan Damien. Tatapannya sesekali memerhatikan Damien yang masih sering melamun. Mungkin putranya itu masih sangat trauma akan kehadiran Cacha yang tiba-tiba tadi siang."Damien," panggil Bailey hingga membuyarkan lamunan Damien saat tengah berjalan ke lobi. "Lupakan kejadian yang terjadi hari ini. Jangan diingat, seperti yang dikatakan Dokter Dyandta."Damien hanya diam sambil memerhatikan ayahnya b
Read more
Bab 18
Tiga hari pun berlalu dan kini Dyandta sudah kembali bekerja di rumah sakit. Ia juga sudah mengabari Bailey dan meminta Damien untuk datang menemuinya. Damien pun memutuskan untuk pergi sendiri tanpa didampingi Bailey. Pria tampan itu kini sudah tiba di rumah sakit dan langsung menuju ruangan Dyandta. Ia masuk ke dalam lalu tersenyum melihat Dyandta tengah sibuk menyusun berkas-berkas di atas meja kerjanya. Dyandta juga terlihat membersihkan meja dan kursi yang sedikit berdebu.Dyandta sendiri masih belum menyadari kehadiran Damien, karena kesibukannya saat ini. Sementara Damien terus berjalan sambil tetap memasang senyuman di bibirnya. Tatapannya tak teralihkan sama sekali dari Dyandta. Hingga hal mengejutkan pun terjadi. Tanpa pikir panjang, Damien tiba-tiba memeluk tubuh mungil Dyandta dari belakang. Dokter muda itu sontak terkejut, namun seolah tak mampu untuk menjauh. Pelukan itu terasa begitu hangat dan nyaman baginya."Aku merindukanmu," bisik Damien di telinga Dyandta.
Read more
Bab 19
"Maaf, Albert. Aku ... hanya ingin ... membuatnya tetap....""Shut up!" sela Albert dengan cepat. "Aku tidak butuh penjelasanmu! Yang ingin aku tanyakan, apa kau sengaja melupakan janjimu waktu itu, hah?! Apa kau menganggap peringatanku sebagai angin lalu saja?! Bitch!""Aku...."Sebelum Cacha menyelesaikan ucapannya, Albert sudah lebih dulu menampar pipi kirinya. Menimbulkan bekas merah kebiruan di sana. Albert benar-benar sudah tak bisa mengontrol emosinya lagi. Mengingat Cacha tak menganggap ucapannya dengan serius."Dengarkan aku dulu!" teriak Cacha sambil meringis, memegangi pipi kirinya yang merah itu. "Aku hanya ingin dia tetap....""Tetap apa, hah?!" sela Albert lagi. "Agar dia tetap gila?! Itu tujuanmu, kan?!"Cacha mengangguk mantap sambil membalas tatapan Albert yang tak kalah garang. Ia seolah tidak takut akan kemarahan suaminya itu. Menurutnya, takut pada Albert adalah sebuah kesalahan terbesar dalam hidupnya. Dulu, ia saja tidak takut pada Damien. Apa
Read more
Bab 20
Malam ini, Dyandta tampak gusar di atas kasurnya. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam, namun matanya enggan terpejam sedikitpun. Pikirannya saat ini sedang bimbang. Pernyataan cinta Damien tadi, belum sempat ia katakan pada orang tuanya. Ia takut orang tuanya tidak setuju jika tahu status Damien sebagai duda. Memang dia belum mencoba bicara. Tapi dia sudah takut lebih dulu. Bagaimana jika besok Damien bertanya soal jawabannya? Dia harus terima atau tidak?Dyandta mendecak kesal sambil mengacak rambutnya. Kini ia sudah duduk di atas kasur lalu menatap jam dinding. Sesaat ia menghela napas kasar, kemudian turun dari tempat tidur dan berjalan menuju balkon kamar. Dyandta menatap langit malam yang penuh bintang. Cuaca hari ini sangat cerah hingga membuat Dyandta merasa lebih baik."Damien, kau harus tahu kalau aku juga mencintaimu. Tapi, aku tidak tahu apakah orang tuaku setuju atau tidak," gumamnya sambil tetap menatap langit. "Aku belum bisa cerita pada mereka."Dy
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status