All Chapters of After Marriage: Chapter 21 - Chapter 30
86 Chapters
Dean Setuju
Mobil melaju pelan. Membelah jalanan yang masih cukup ramai oleh kendaraan. Di dalamnya, Siera tak melepaskan tatapan dari pria di belakang kemudi. Dasar tukang tipu ulung, puji perempuan itu. Bayangkan. Dalam sekejap, sebuah ide bisa Dean pikirkan. Maksudnya, sebuah kebohongan untuk menutupi rencana sebenarnya. Tadi, di depan orang tua, suaminya itu berdalih bahwa kedatangan Siera adalah untuk mengundang Mike dan Ana untuk makan malam bersama minggu nanti. Tak bersuara, dalam diamnya Siera bertepuk tangan. Terlalu kagum dengan kemampuan mengarang si dosen. Cepat sekali ide itu terpikirkan. Percaya diri sekali ia menipu orang tua sendiri? Beruntung sekali si Dean itu karena memiliki ayah dan ibu  baik hati. Yang langsung percaya dengan semua kata yang keluar dari mulut putranya. Mike dan Ana sama sekali tidak curiga. Mereka malah terlihat senang bukan main. "Jika ingin mengatakan sesuatu, katakan."&nb
Read more
Bukan Mimpi
Saat terbangun, sakit kepala yang sebelumnya didera Siera sudah sedikit membaik. Di kening terasa basah, ternyata ada handuk di sana. Mengerjap, perempuan itu membawa tubuh untuk duduk, punggung bersandar di kepala ranjang. Siera sempat terkejut menyadari dirinya bukan di kamar yang biasa di tempati. Beberapa sekon bergulir, perempuan itu pun mengingat apa yang terjadi sebelum ia terlelap beberapa jam lalu. Ia menunggu Dean dengan cemas di ruang tamu. Pergi dari siang, lelaki yang sudah berjanji tidak akan menginap di rumah Nara itu belum juga pulang hingga pukul enam sore. Sempat salah paham, menerka suaminya ingkar janji, tepat pukul tujuh, lelaki itu menunjukkan eksistensi di rumah mereka. Lega, Siera yang lagi-lagi mengalami demam pamit untuk istirahat. Saat akan berjalan ke kamar, tiba-tiba saja Dean menggendongnya. Membawanya ke kamar, tetapi bukan kamar di dekat tangga. Melainkan ruang tidur Dean di lantai dua.&
Read more
Berbunga, tapi Bukan Pinjaman
Baru selesai dari kamar mandi, Siera menyipitkan mata pada Dean yang sedang menikmati santap siap, sebelum berangkat ke kampus. "Paksu? Kenapa pakai kemeja itu?" Ia meneliti penampilan rapi suaminya. Celana kain warna hitam, dengan kemeja abu-abu yang dipakai Dean setiap hari Rabu, Kamis dan Jumat. "Kenapa?" Dean menoleh sebentar pada kemejanya. Baik. Semua kancing terpasang. Ia melanjutkan makan.Menghampiri, Siera menarik Dean sampai pria itu berdiri dari kursi. "Ganti. Kemeja yang hitam, yang aku gantung di depan lemari." Wajah Dean tertekuk tak suka. "Apa yang salah dengan kemeja ini? Jangan ganggu saya, saya mau makan." Kembali si istri menariknya dari posisi duduk. "Saya mau makan, Siera." "Kamu pakai itu terus. Nanti, mahasiswa kamu pikir, gaji kamu enggak cukup untuk beli kemeja baru." Membawa piring berisi makanan Dean di tangan kiri, tangan Satunya Siera pakai untuk mendorong punggung si suami agar melangkah menuju
Read more
Seketika
Dean memelankan langkahnya yang tengah menuruni tangga. Sekarang pukul lima kurang dua puluh. Agaknya, ia akan terlambat pulang sedikit. Nara di sana. Di salah sudut kampus di lantai satu. Perempuan itu jelas menunggunya. Perihal apa? Tampaknya Dean tahu. "Cukup, Dean. Hentikan ini. Kamu nggak bisa terus-terusan nurutin maunya istri kamu yang sok benar itu!" Tidak mau dirinya dan Nara menjadi tontonan, Dean menarik Nara untuk ikut berjalan menuju mobil. Mereka pun meninggalkan kampus. Nara menceritakan apa yang Siera katakan. Berapi-api, dengan wajah sedih bercampur marah, perempuan itu berharap Dean membelanya. Namun, hingga ia selesai bicara, laki-laki di belakang kemudi tetap bungkam. "Kamu benar-benar berubah, Dean." Wajah Nara penuh awan kecewa. Tetap mengemudi, Dean membawa dirinya dan Nara ke rumah perempuan itu. Matahari sudah mulai bergerak pulang. Dean dilanda bingung. Jika ia langsu
Read more
Perpisahan
Sungguh hari yang melelahkan, padahal ini masih pagi. Sungguh tak pernah Siera bayangkan bahwa ia akan sejauh ini. Perempuan dengan jaket membalut tubuh itu turun dari taksi. Menatapi kediaman Mike dan Ana, hatinya berdenyut nyeri. Hari pengakuan. Hari penghakiman itu datang juga. Pagi ini juga, Siera akan menceritakan semuanya pada sang mertua. Pernikahan pura-pura, hubungan Dean dan Nara dan rencananya untuk menggugat cerai si suami. Semuanya. Semuanya akan Siera ceritakan. Ia lelah. Ia sudah tak sanggup menghadapi segala keras kepala Dean. Benar kata orang bijak. Mencoba untuk mengubah orang yang tidak ingin berubah adalah pekerjaan sia-sia. Siera terlalu jumawa hingga menganggap dirinya mampu melakukan itu. Siera akan melewati pagar rumah yang sudah dibukakan seorang satpam, tetapi tangannya lebih dulu diraih. "Pikirkan lagi, Siera. Ayah saya bisa meninggal jika kamu membongkar semua." Dean kehilangan
Read more
Setelah Menikah
Setelah menikah. Apa yang akan terjadi? Bagi pasangan yang saling mencintai, mungkin akan menjadi fase penuh kebahagiaan. Pagi, siang, malam, hidup dilalui bersama orang yang dicintai. Setiap hari penuh hal baru, harapan baru. Bagi mereka yang menikah tanpa cinta, mungkin bisa mencoba saling mengerti. Lama-lama, bukan tidak mungkin cinta akan datang. Sepeti yang biasa ada di drama TV. Bagi Seira, setelah menikah, maka perceraian adalah tahap selanjutnya. Meski tak pernah punya niat melakukan itu, di titik ini, Siera mantap menggaungkan perpisahan. Ana dan Mike masih tidak setuju. Dua orang itu tegas menolak, getol membujuk. Dean, apa yang bisa diharapkan? Pria itu jelas tak menginginkan pernikahan ini jika bukan karena orang tuanya. Dan Siera sendiri? Walau ia yang menginginkan, tetap saja rencana perpisahan membuat hati tak baik. Sore ini, mencari angin, perempuan itu berjalan-jelan di sekitar kompleks perumahan. Wala
Read more
Kehilangan
Gugatan sudah dibuat. Sidang pertama akan digelar minggu depan. Hari ini, Siera tengah berkemas. Perempuan itu memutuskan untuk pindah dari rumah Dean. Semua pakaian sudah dipindah ke koper yang kecil. Barang miliknya tidak ada lagi yang menghuni sudut rumah. Siera hendak pamit ketika menemukan si suami ada di ruang tamu. Duduk dengan tangan terlipat di dada. "Awas kesurupan, Paksu." Ia berusaha mencarikan suasana. "Aku pamit." Ia menepuk koper hitam di samping. Dean hanya menatapi, tak berniat buka suara. Ia habis kata. Seperti kata Siera, sudah tidak ada lagi yang bisa dijadikan alasan untuk mereka bersama. "Makan malam udah aku siapkan, ya. Kalau nanti dingin, panaskan aja." Berat sekali rasanya kaki Siera melangkah. Di saat seperti ini, ia malah jadi sangat ingin memeluk Dean. Lama disahut, Siera memaksa kakinya bergerak. Baru saja berbalik, suara Dean akhirnya terdengar. "Sudah sore. Apa tidak bisa pe
Read more
Bertemu
Kaki Siera berayun riang menyusuri jalan menuju salah satu rumah di kompleks elit itu. Saat mata sudah bisa menangkap julangan pagar berwarna emas itu, bibir membentuk kurva sempurna. Sebulan. Tiga puluh hari. Rasanya rindu sekali. Siera sudah tak sabra bersua Ana dan Mike. Sore ini, sepulang bekerja, dengan buah tangan, ia mengunjungi orang tua yang sudah sangat dirindukan itu. "Maa!" Dibukakan pagar, melempar senyum pada si satpam yang terlihat terkejut, perempuan itu setengah berlari menuju pintu. Bel ia tekan tak sabar. "Pa! Ma!" Saat daun pintu itu ditarik ke dalam, Siera langsung menghambur ke pelukan Ana. "Rinduu!" Erat sekali Siera mendekap ibunya Dean itu. Selama ini, setelah resmi berpisah dengan Dean, Siera hanya bertukar kabar lewat telepon atau pesan dengan Mike dan Ana. Sangat bersyukur karena dua orang itu tetap mau menerimanya. "Kamu kenapa tidak bilang mau datang? Papa bisa je
Read more
Tamu tak Diundang
"Kak Ciela!" Panggilan manis itu membuat Siera yang semula menunduk, seketika mendongak. Senyum riang ia berikan sebagai balasan pada bocah tiga tahun yang berlari menghampiri. "Galen! Jangan lari-lari gitu, ah. Aku takut kamu jatuh." Berpelukan sebentar, Siera mengusap sayang puncak kepala Galen, anaknya Arkan. "Kita jadi pelgi, 'kan? Kakak udah janji." Galen memegangi tangan Siera kuat. Menagih janji yang si perempuan buat seminggu lalu. Mereka akan ke pasar malam, tepat setelah Siera selesai bekerja. Yang ditanyai mengangguk pasti. Ia berdiri, berjalan menuju mobil Arkan sambil menggandeng Galen. "Kita makan dulu, ya, Gal. Kak Siera kan baru pulang kerja." Arkan yang baru saja melajukan mobil meninggalkan area parkiran mini market mencoba merayu putranya. Galen di pangkuan Siera menggeleng. "Pasal malam ulu." Ia bersandar pada dada Siera. Menikmati benar usapan tangan si perempuan yang tak berhenti di k
Read more
Terusik Mimpi
"Pelan-pelan, Siera." Tangan Nara yang hendak meraih ponsel di nakas terhenti geraknya. Perempuan yang setengah berbaring itu menoleh pada Dean di sisi kiri ranjang. "Tidur di kamar saya, Siera." Wanita dengan gaun tidur berwarna merah itu menganga. Di sana Dean tengah mengigau rupanya. Tentang Siera? "Dean!" Naik pitam, Nara memukulkan bantal pada tubuh Dean. Laki-laki itu tersentak dengan dahi berlipat. "Bisa bangunkan orang dengan cara lebih sopan?" Dean menegakkan punggung, mengusap wajah. "Apa manggil-manggil nama perempuan lain di ranjang pacar sendiri itu sopan, Dean?" Dean menatap Nara tak paham. "Kamu mimpiin Siera barusan? Kamu manggil-manggil nama dia dalam tidur? Kamu mimpi lagi ngapain sama dia?" Nara tak sabar. Mendengar jawaban juga memberi Dean pelajaran. Pelan-pelan ingatan soal mimpi tadi diperoleh Dean. Laki-laki itu mendesah berat. "Bukan apa-apa,"
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status