All Chapters of (Not) A Queen: Chapter 11 - Chapter 20
128 Chapters
Chapter 11 Firework
 “Miss, Tuan Priam sudah datang.” Naratama memberitahukan kedatangan Priam kepada Alecta.Alecta reflek memandang Priam yang masih terpaku di tempatnya. Mata mereka bertemu.Alecta melihat sosok pria dengan mulut sedikit terbuka dengan penampilanya yang sedikit kacau berbalut setelan jas mewah. Pria itu masih terpaku dengan mata yang lurus menatap Alecta.Apakah ada yang salah dengan penampilanku?Berkali-kali Alecta mengelap mulutnya takut ada yang sisa makanan yang menempel, dan sedikit salah tingkah. Akhirnya dia memilih menundukkan pandangannya, berusaha agar tidak perlu bersitatap dengan Priam terlalu lama.“Silakan duduk, Tuan. Saya akan memanggil Nyonya Freya, karena beliau sedang menelepon di ruangan lain. Permisi.” Naratama berlalu dengan sopan.“Iya.” Priam menjawab singkat, lalu berjalan pelan menuju meja yang sudah ditempati Alecta.Meskipun tidak menengok sepenuhny
Read more
Chapter 12 Aku Menginginkan Waktumu
 Letusan kembang api pertama membuat perhatian Priam teralihkan. “Sudah dimulai festivalnya.” Dia bangkit lalu berjalan menuju balkon untuk melihat letusan berikutnya. Baginya festival kembang api yang diadakan setiap penghujung bulan November adalah salah satu kenangan yang mengingatkan Priam kepada orang yang dicintainya.Letusan kembang api bermunculan lagi terus menerus hingga langit Kota Dennosam penuh dengan pemandangan yang indah. Setiap kembang api yang meletus itu, sekejap membentuk lingkaran, mereka akan hilang lalu berganti letusan kembang api yang baru.Priam terlalu terbawa suasara. Dia merasa istrinya berdiri tepat di sampingnya, ia bilang jika festival kembang api ini sangatlah indah. Tanpa sadar, Priam merangkul perempuan yang dia rasa adalah istrinya.“Bukankah ini festival kesukaanmu, Camelia?”Perempuan yang dirangkulnya itu memberontak. “Camelia? Siapa yang kamu maksud, Priam? Aku ini Alecta!&
Read more
Chapter 13 Seperti Rapunzel
  Mobil yang dikemudikan Naratama melaju meninggalkan pelataran restoran. Tepat berjarak 750 meter menuju apartemen kelas I, sebuah tanda bahwa jalanan ditutup karena dikhususkan untuk jalan festival. Mau tak mau Naratama harus putar balik. Ia menggerutu karena harus memutar jalan sejauh lima kilometer lagi. Namun, Alecta tidak peduli. Dia menganggap apa yang dialami Naratama adalah karma paling ringan karena telah mengancamnya. Naratama terpaksa mengambil jalan lain. Ia tak mungkin membiarkan Alecta berjalan sendirian meskipun jaraknya sudah lumayan dekat. Ternyata benar yang dikatakan Priam, jika Naratama terlalu penurut dengan perintah Freya. Huh! Ia masuk ke dalam orang yang bakal tidak kupercayai! Alecta teringat kejadian mengejutkan bersama Priam tadi. Di balkon restoran, Priam tanpa sadar memeluknya, ia juga menyebut nama perempuan lain. Camelia. Alecta tidak mengenal perempuan itu, dia sempat berpikir jika Camelia adalah perempua
Read more
Chapter 14 Janji yang Terpenuhi
Chapter 14 Janji yang Terpenuhi Di pertengahan bulan Desember Freya menjalani prosedur pengambilan sel telur setelah menerima suntikan hCG (human chorionic gonadotropin) 36 jam yang lalu. Dia sudah dianestesi agar tidak merasakan sakit saat prosedur ini dilakukan. Hampir tiga minggu lebih Freya sudah mempersiapkan segalanya termasuk ibu pengganti meskipun harus memakai jalur pemaksaan. Setiap hari dia harus menggunakan obat suntik yang mendorong folikel di dalam ovarium untuk memproduksi sel telur yang lebih banyak, setelah siklus menstrusinya sudah diketahui. Hari ini adalah saatnya sel telur yang dihasilkan itu diambil. Untuk Priam, ia juga menjalani proses pengambilan sampel air mani yang nantinya akan diambil sel-sel sperma dengan kualitas terbaik. Setelah proses selesai, sel telur dan sel sperma akan menjalani inkubasi di laboratorium selama 12-24 jam ditempatkan di wadah khusus. Alecta juga sudah menjalani pemeriksaan kesehatan
Read more
Chapter 15 Bukan Sekedar Lelucon
  “Aku sedang menunaikan janjiku padamu. Kamu masih ingat, kan?” Priam sudah membawa dua kotak merah itu ke meja makan. Alecta masih terpaku di tempat, merasa semuanya adalah ilusi. Priam datang untuk memenuhi janjinya! Apa aku tidak salah! Berkali-kali Alecta mengucek matanya. “Ini nyata?” Priam berdecak saat melihat Alecta masih terpaku di tempat saat dia menyambutnya. “Apakah aku harus menggendong Alecta untuk sampai di meja ini?” “Aku?” Untuk memastikan sekali lagi, Alecta mencubit pipnya. “Aduh, sakit! Ternyata ini bukan mimpi.” Priam yang gemas karena Alecta tak segera beranjak, akhirnya ia yang mendekati Alecta yang masih bengong di tempat itu. “Sepertnya Alecta terlalu lelah,” Priam melingkarkan tangannya ke pinggang Alecta untuk mengikat kimononya yang terbuka. Tepat saat Priam mendekat, Alecta merasa kaku dan dia bisa menghirup aroma maskulin yang membuatnya candu. Tapi, otak warasnya segera meme
Read more
Chapter 16 Gadis Layanan Papakatsu
  Priam mengendarai mobilnya menuju ke pantai Kota Dennosam. Itu berarti berada dekat dengan gedung perusahaannya. Dari jalan yang dilewati, dia bisa melihat megahnya gedung perusahananya. Bahkan tulisan KARYA NUSA disinari cahaya berwarna orange. Perusahaan yang dibangun Priam sejak 15 tahun yang lalu. Berawal dari mimpinya bersama Camelia semasa kuliah. Mimpi bagaimana makanan atau barang kebutuhan lain bisa diantar ke rumah tanpa perlu datang langsung ke tokonya. Atau memesan makanan jauh lebih mudah, hanya tinggal menunggu kurir datang. Intinya efisiensi waktu yang jadi patokan, serta menciptakan lapangan kerja baru. Hingga kini sudah jutaan mitra tersebar di negara ini. Priam masih melajukan mobilnya mencari tempat yang tenang. Beruntung malam ini bukan malam minggu, jadi pengunjung pantai tidak terlalu banyak. Dia paling sebal jika ada pasangan muda-mudi yang bermesraan duduk di pinggir pantai. Itu membuatnya iri. Dia keluar dari mobilnya dan duduk
Read more
Chapter 17 Air Mata Buaya
  Alecta sudah membersihkan meja makan, membuang kotak merah yang berasal dari restoran tempat Priam membeli charsiu ayam, nasi hainan, dan udang pedas gurih. Tak lupa dia juga mencuci piring, merapikan semuanya seperti semula. Dia tidak mau tiba-tiba Naratama datang dan melihat jika meja makan ini berantakan dan menjadi saksi kalau priam pernah makan bersama. Alecta sempat berpikir, bagaimana jadinya jika meja atau kursi ini bisa berbicara, pastinya mereka akan mengadukan semua ini kepada Naratama. Dia mengumpulkan karton, tissu, dan wadah makan di kantong kresek sampah yang besar. Selanjutnya, Alecta melihat ponselnya. “Astaga sudah jam setengah sebelas malam!” Dia harus bergegas membuang sampah itu ke tempatnya. Semua penghuni apartemen sudah diberitahu, jika membuang sampah harus menuju lantai dasar di bagian belakang. Di sana sudah ada beberapa tong khusus sampah. Itu berarti Alecta harus turun ke bawah. “Bagaimana jika besok pagi sa
Read more
Chapter 18 Rahasia di Balik Sarung Tangan
  Naratama memainkan kursi putar di ruangan kepala pelayan. Saat ini dia sedang dilanda kebosanan karena nyonyanya, Freya tidak mengizinkan dia untuk ikut ke lokasi syuting. Alasannya, Freya akan pulang pagi, dan lebih baik ia menginap di hotel untuk istirahat. Naratama tidak menyukai itu. Dia sanggup untuk menunggui Freya sampai selesai. Dia bisa tidur di mobil. Tapi tetap saja Freya menolak dan menyuruh Naratama pulang. “Dibanding aku mengantar Miss Alecta, aku lebih suka mengantar Nyonya Freya,” gumannya. Naratama meletakkan ponselnya di meja, lalu melanjutkan untuk memainkan kursi putar itu. Sampai Naratama tertarik pada susunan buku yang ada di belakangnya. Sangat rapi dan selalu ditata sesuai warna. “Kamu selalu membuatku takjub Sensei.” Naratama memanggil kepala pelayan dengan sebutan sensei yang berarti guru. Dia memutuskan untuk bangkit untuk mengambil salah satu buku. “Tak salah jika Tuan Ardiaz masih mempergunakanmu, Se
Read more
Chapter 19 Suara Tak Terduga
  Priam baru menyadari jika seseorang yang berlari melewatinya adalah Naratama. Ia bahkan tidak menyapa Priam. “Kenapa dia berlari seperti itu.” Priam menggeleng karena tingkah aneh Naratama yang sedikit lebih heboh dibanding Pak Samsul. Dia melanjutkan jalannya menuju kamar. Baru di langkah ketiga, Priam berhenti lalu berbalik memandangi Naratama yang sudah menghilang di balik pintu. “Kenapa Naratama sudah ada di rumah. Berarti Freya juga sudah ada di rumah!” Priam panik, bagaimana menjelaskan kepergiannya. Dia harus mencari alasan kenapa malam ini dia pergi tanpa sopir. Ketika hendak berbalik, Priam terkejut dengan Feris yang sudah berdiri di hadapanya. “Kamu mengagetkanku!” Priam berusaha menangkan dirinya agar Feris tidak terlalu curiga. Feris mengedus. “Charsiu ayam, nasi hainan, masakan seafood, dan bau parfum perempuan.” Priam terdiam karena bingung akan menjawab apa. Dia lupa kalau Feris bisa menghidu aroma yang m
Read more
Chapter 20 Alibi
  “Kenapa kamu menyerang Nyonya Alecta? Jawab! Dasar bajingan!” Salah satu penjaga apartemen harus mengumpat tepat di depan wajah pria mabuk yang menyerang Alceta. Namun pria mabuk itu hanya mengeringai tidak jelas dengan wajah merah, mata yang sipit. Ia benar-benar terlihat kacau dan teler. Sekarang Alecta sedang duduk bersama Nenek Neena yang tangannya terus mengusap-usap bahu Alecta untuk memberikan ketenangan. “Apakah sebelumnya Nyonya mengenal pria ini? Atau punya konflik yang belum terselesaikan?” tanya penjaga tadi. Kelihatannya ia sudah sebal karena kesulitan meminta jawaban dari pria mabuk itu. Alecta masih menampilkan kesedihannya. Dia memandang pria mabuk itu dengan ekspresi ketakutan seakan ia adalah monster yang menyeramkan. ‘Saatnya beraksi Alecta.’ Alecta mengerang seakan seperti mendapat trauma berat. “Saya tidak punya konflik dengan dia.” Alecta memaksa matanya untuk terus mengeluarkan air mata, agar akti
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status