Semua Bab Mimpi Cinderella: Bab 31 - Bab 40
43 Bab
BertemuCalon Mertua
 Pak Mahendra melepaskan rengkuhannya di tubuhku agar aku dapat mengangkat telepon itu. "Dari siapa?" tanyanya. "Dari ibuku.""Angkat aja! Loudspeaker-in! Aku pengen dengar suara calon mertuaku," sahutnya. Kugeser tanda hijau di layar lalu telepon pun tersambung dengan perempuan di seberang sana. Suara Ibu sambungku yang cempreng terdengar melengking, membuatku merasa malu pada calon suamiku itu."Hei, Nara. Eta beneran maneh anu aya di tipi keur peuting?" Ibu sambungku langsung bertanya begitu menjawab sapaan salamku.(Hei, Nara. Itu beneran kamu yang ada di televisi tadi malam?) "Kok Mbu nyaho, sih?" (Kok ibu tahu, sih?) "Tadina sugan teh lain maneh. Sugan aya Kinara Ailani anu lain. Pas maneh nyaritakeun hobi, urang yakin eta maneh. Saha deui atuh anu resep nangkring di na tangkal kersen jeung beuki ngupil?" (Tadinya kukira bukan kamu. Mungkin ada Kinara Ailani ya
Baca selengkapnya
Mas ... kamu Tega!
 Ternyata Pak Mahendra hanya menggodaku. Dia langsung masuk ke kamar mandi begitu melihatku salah tingkah. Tak lama dia keluar lagi dari sana dan berganti baju di balik lemari. Setelahnya dia mengajakku turun dan mengantarku ke musala kecil yang ada di dekat saung kecil.  "Masih ada waktu buat salat Magrib," ucapnya lalu berbalik meninggalkanku. Saat aku keluar dari musala, laki-laki yang suka jahil itu tengah memindahkan berbagai macam hidangan dari lemari makan ke meja. Katanya itu masakan Mbok Nah, pembantunya yang tidak tinggal di situ. Usai makan malam dia mengantarkanku pulang ke kontrakan. Ternyata tadi itu rumahnya. Dia memang tinggal sendiri di sana, hanya ditemani satpam dan supir.Kedua orang tuanya tinggal di daerah Cibubur, Jakarta. Kami akan ke sana besok pagi-pagi sekali agar tidak kena macet di jalan. Karenanya dia memintaku untuk cepat-cepat tidur. Aku segera mandi karena tadi
Baca selengkapnya
Rintangan Kecil dan Hadiah Besar
 Senin pagi itu aku berangkat kerja seperti biasanya. Saat memasuki kantor, terdengar kasak-kusuk begitu aku lewat. Pastilah para Lambe Turah sedang membicarakanku. Pasti gara-gara wawancara dengan wartawan yang disiarkan di televisi itu. Pak Mahendra berpesan agar menjawab seperlunya jika ditanya. Jika tidak, cukup diam saja. Maka, dengan sedikit grogi, aku pun melangkah menuju meja kerja. "Hei, Upik Abu! Kamu pakai pelet apa buat memikat Pak Mahendra?"  Di depanku telah menghadang seorang perempuan dengan setelan jas dan rok mini merahnya. Dia menyilangkan tangannya di depan dada, berdiri menghalangi jalanku. Dia Winda, assisten HRD. Perempuan itu memang terkenal paling gencar mendekati Pak Mahendra, tetapi laki-laki itu tak pernah menanggapi."Maaf, Mbak, saya nggak memakai pelet apa-apa seperti yang Mbak tuduhkan. Pak Mahendra memang sudah sejak lama menyukai saya," sahutku. "Jangan munafik kamu. Nggak mungk
Baca selengkapnya
Hari Bahagia
 Hari lamaran pun tiba. Tetangga satu kampung heboh melihat arak-arakan mobil yang datang. Rombongan Pak Mahendra dan juga kerabatnya telah tiba di rumah. Tak tanggung-tanggung, mereka juga membawa sepuluh ekor sapi sebagai mahar. Sapi-sapi itu diangkut menggunakan dua buah truk. Padahal Ibu hanya meminta sepasang sapi tetapi mereka memberinya lima kali lipat. Ibu pun kembali pingsan karena syok. Dan kejadian dulu pun terulang. Ibu hanya bisa siuman setelah Pak Mahendra mengibas-ngibaskan segepok lembaran uang berwarna merah ke dekat hidungnya. Ealah ... dasar Ratu Drama! Kejadian itu membuat heboh keluarga Pak Mahendra. Mereka berbisik-bisik membicarakan Ibu. Namun yang menjadi bahan pembicaraan melenggang dengan tenang dengan wajah tanpa dosa. Acara lamaran pun berlangsung dengan lancar. Jamuan pun dikeluarkan. Berbagai macam hidangan yang dipesan oleh calon suamiku dari sebuah katering terkenal itu pun
Baca selengkapnya
Malam Pertama
 Malam itu, terjadilah apa yang memang seharusnya terjadi. Aku dan Mas Mahendra melayari lautan luas, menyusuri lekuk-lekuk dan semenanjung. Kami terus berlabuh hingga berulang kali, hingga usai dalam satu tarikan napas yang panjang disertai senyuman puas. Semula aku takut jika akan terasa sakit seperti waktu itu. Namun, laki-laki yang tadi pagi menghalalkanku itu begitu pintar mengalihkan rasa takut dan membuatku merasa nyaman. Dia memperlakukanku dengan lembut, lalu perlahan-lahan membawa diri ini terbang ke atas awan. Semua mengalir begitu saja, aku terbuai hingga tak menyadari tiba-tiba saja dia sudah memegang kendali atas tubuhku. Butir-butir peluh membasahi kening, wajah, dan juga rambutnya usai pergumulan kami. Aku masih terengah saat dia memeluk dan mencium keningku. "Terima kasih," lirihnya sambil menutupi tubuh kami dengan selimut.  Aku tersenyum dan membenamkan wajah di dada bidangnya yang berbulu tipis. Aku
Baca selengkapnya
Pindah Rumah
."Mas, punggungmu ini kenapa? Kok ada guratannya?" tanyaku keheranan. "Semalam ada macan cantik yang cakarin Mas gara-gara keenakan," sahutnya dengan ekspresi datar. "Ah, masa, sih? Memang beneran semalam ada macan? Kok bisa masuk lewat mana? Kita kan di lantai dua?" "Macannya ini, nih, yang lagi mandi bareng Mas." Dia mengatakan itu sambil menaik-turunkan alis. Astaga! Suami siapa, sih ini? Bikin geregetan aja! Seketika langsung kulayangkan cubitan di pinggang rampingnya. Cantik-cantik gini kok dibilang macan. Ter-la-lu! "Aduh! Sakit, Sayang!" pekiknya. Tak kupedulikan pekikannya, dengan semangat tetap kulancarkan serangan pada pinggangnya. Misi balas dendam harus dituntaskan.Tiba-tiba saja dia meraih kedua tanganku. Dengan kekuatannya, dia menarik tubuhku. Wajahku pun tinggal berada beberapa centi lagi darinya. "Jangan membangunkan macan yang sud
Baca selengkapnya
Sisi Romantisnya
  Dengan alasan mencoba kado dari Andy, akhirnya aku hanya bisa pasrah saat tubuhku dikuasainya. Padahal kami baru saja menempuh perjalanan yang lumayan jauh. Namun, Mas Mahendra seperti tak punya rasa lelah. Dia terus saja bergerak di atas tubuhku.  Aku kehilangan kendali, bergerak ke sana ke mari saat laki-laki perkasa itu membawaku meraih puncak kenikmatan. Gerakanku semakin liar seperti ular yang meliuk-liuk dan mendesis. Lalu di satu titik kami berpelukan erat dan mengerang bersamaan.  Tubuh berpeluh itu pun terkulai di sampingku. Senyum puas tergambar jelas di wajahnya. Dia menyeka keringat di dahiku dengan jemarinya dan mendaratkan kecupan di sana. "Terima kasih, Sayang," bisiknya di telingaku.  Aku hanya bisa menanggapi dengan senyuman. Tubuhku terasa lemas sekali. Sejak semalam dia telah membuatku kelelahan. Ditambah kegiatan pagi yang panas tadi. Lalu sore ini dia kembali beraksi, membuat badanku terasa remuk.
Baca selengkapnya
sisi Romantisnya
  Dengan alasan mencoba kado dari Andy, akhirnya aku hanya bisa pasrah saat tubuhku dikuasainya. Padahal kami baru saja menempuh perjalanan yang lumayan jauh. Namun, Mas Mahendra seperti tak punya rasa lelah. Dia terus saja bergerak di atas tubuhku.  Aku kehilangan kendali, bergerak ke sana ke mari saat laki-laki perkasa itu membawaku meraih puncak kenikmatan. Gerakanku semakin liar seperti ular yang meliuk-liuk dan mendesis. Lalu di satu titik kami berpelukan erat dan mengerang bersamaan.  Tubuh berpeluh itu pun terkulai di sampingku. Senyum puas tergambar jelas di wajahnya. Dia menyeka keringat di dahiku dengan jemarinya dan mendaratkan kecupan di sana. "Terima kasih, Sayang," bisiknya di telingaku.  Aku hanya bisa menanggapi dengan senyuman. Tubuhku terasa lemas sekali. Sejak semalam dia telah membuatku kelelahan. Ditambah kegiatan pagi yang panas tadi. Lalu sore ini dia kembali beraksi, membuat badanku terasa remuk.&nbs
Baca selengkapnya
Masalah Baru
 Beberapa menit berlalu, dia pun membuka pintu kamar. Dari luar, kamar terlihat remang-remang. Aku membayangkan apa yang akan kami lakukan dalam suasana seperti itu. Pasti dia akan ...."Mau masuk sekarang apa nanti?"Aku mencebik dan membalikkan badan. Kembali menuruni tangga. Kekecewaan jelas terbayang di wajahnya. Namun, aku tak peduli. Bergegas aku masuk ke dalam musala kecil setelah sebelumnya bersuci. Sudah pukul tujuh lewat. Pasti sudah Isya. Kalau tak cepat-cepat ke sini, aku takut kewajiban ini akan terlewat karena melayani laki-laki itu. Tadi subuh saja aku terlewat gara-gara terlalu lelah akibat serangan berkali-kali darinya. Sepertinya malam ini akan jadi malam penuh gairah lagi seperti kemarin malam. Saat ku keluar dari musala, Mas Mahendra terlihat tengah duduk manis di sofa ruang keluarga. Lampu utama sudah dimatikan, tinggal lampu temaram yang menyala. Sudah mirip bioskop saja. Pendar-pendar caha
Baca selengkapnya
Diculik
 "Kukira kamu nggak akan bangun lagi." Sebuah suara yang terdengar tak asing di telinga memaksaku untuk menoleh. Perempuan sialan itu duduk di sofa dengan kedua tangan dilipat di dadanya. Dia berjalan mendekat dengan tatapan sinisnya. Terlihat sekali jika dia tak menyukaiku. "Kamu senang, ya, sudah memiliki Mas Mahendra?" sindirnya. "Tentu saja aku senang. Dia suami yang baik," sahutku, mencoba memancing emosinya. "Aku punya penawaran menarik buatmu," katanya sambil mengempaskan tubuh di ranjang, tak jauh dari tempatku. "Apa maumu? Aku tak pernah mengganggumu. Kenapa kamu lakukan ini padaku?" "Tak pernah mengganggu, katamu?" Tiba-tiba saja nada bicaranya meninggi. "Kamu sudah merebut Mahendraku. Apa itu namanya bukan menggangguku?" Lidya, perempuan itu pun duduk di tepi ranjang dan menatapku seakan ingin menelanku mentah-mentah. "Aku nggak merebutny
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status