Semua Bab Jerat Cinta Sang Langit: Bab 51 - Bab 60
63 Bab
Bab 51. Kekecewaan
            Semakin tak mampu menahan diri, Langit tak berhenti bergerilya. Desahan demi desahan terdengar. Buket bunga mawar merah perlahan luruh dari pegangan gadis eksotis itu.            “Kamu milikku, Bumi, tak akan kubiarkan orang lain menyentuhmu,” kata Langit tepat di telinga Bumi. Nafas yang makin memburu, malam yang kian beranjak, menempatkan kedua orang itu dalam suasana tak mudah untuk dihempaskan begitu saja.            Menghentikan cumbuan, Langit memandang penuh kabut gadis semampai itu, mengelus punggungnya perlahan.            “Aku nggak suka Raga sering ke sini, Bumi, kau masih mengharapkannya?”            Wajah gadis manis itu menengadah,
Baca selengkapnya
Bab 52. Hati yang Patah
Bunyi bel garasi berbunyi kembali, kenapa ia tadi tidak mendengar suara mobil? Bumi menggerutu sendiri. Bukannya cepat membukanya, gadis manis itu menghela nafas berat hingga bel berbunyi kembali. Ia melangkah ke pintu belakang, menuju garasi dan membuka pintu.            “Pagi Bumi,” sapaan ramah Raga mau tak mau menciptakan senyum di bibir mungil gadis ayu itu.            “Pagi, Ga, tumben?” tanya Bumi datar.            “Pingin main aja,” sahut Raga. “Udah sarapan belum? Aku beliin bubur ayam.”            Mata gadis semampai itu membola. Pagi-pagi ke sini bawain bubur ayam? Rumah Raga jauh lo!            “Oh....”
Baca selengkapnya
Bab 53. Tak Tahan Lagi
Mengerjapkan mata, lelaki tampan itu mulutnya terbuka beberapa saat.            “Mas,” kata Bumi lirih, mendekat ke ranjang.            “Bumi... kok... k... kamu di sini?” tanya Langit tergagap. Tak terpikirkan sama sekali olehnya kalau Bumi ada di rumahnya sekarang ini. Di samping tempat tidurnya.            “I... iya,” jawab Bumi kikuk. “Masih pusing?”            Setelah dapat menguasai diri, Langit menarik selimut dan membetulkan letak bantal. Pelipisnya mendadak berdenyut. Tadi memang suara motor Bumi, tapi ia tak berharap Bumi akan menemuinya di sini. Lantas, kenapa Bumi tak memakai motor baru pemberiannya?            &ld
Baca selengkapnya
Bab 54. Terluka
Oh, adakah yang tahan dengan semua kenikmatan ini? Bumi melingkarkan tangan di leher Langit, ia menikmati semuanya.            Tok tok tok.            Seolah tak mendengar apapun, gerakan Langit makin panas menyentuh tiap inci tubuh gadis eksotis dalam kungkungannya. Bibirnya tertahan di bibir mungil Bumi, ia menyesap apapun yang ada di bibir gadis manis itu. Sesekali ia lepaskan, hingga Bumi dapat menghirup oksigen. Dan sebelum tuntas sekali, Langit menyambarnya dengan cepat.            Tok tok tok.            Kali ini Bumi menahan tangan Langit yang menyentuh bahu.            “Mas, ada yang ketuk pintu,” kata Bumi menghindari kecupan Langit.  
Baca selengkapnya
Bab 55. Dia Milikku
Dara melengos.“Aku nggak ada urusan sama kamu!” katanya sombong.Mendengar jawaban Dara yang tak mengenakkan hati, muka Adit berubah.“Eh apa kau bilang?”“Aku nggak ada urusan sama kamu!” seru Dara dengan tangan bertolak pinggang.Mengabaikan kata-kata Dara, Adit bergegas melewati dengan sengaja menyenggol bahunya. Kelakuan yang membuat Dara naik pitam.“Apaan, sih?”“Nggak apa-apa, aku cuma ngak mau Bos tambah sakit dengan kedatanganmu!”“Huh, siapa bilang?”“Aku!”Dara menatap Adit dengan mata membola.“Denger, ya, bilang ke bosmu, aku akan mendapatkannya!” kata Dara bernada serius. Tanpa menunggu jawaban Adit, Dara menghentakkan kaki untuk menunjukkan kemarahannya lalu berjalan cepat. Melewati ruang tengah, ruang tamu dan keluar rumah.Melihat itu, Adit hanya menggelengkan kepala beberapa kali.
Baca selengkapnya
Bab 56. Cumbuan Panas Masa Lalu
Menghela nafas dalam-dalam, Bumi memandang ke depan. Tak boleh terpengaruh Dara, tak boleh!            “Minggir Dara, aku mau pergi.”            “Aku nggak akan pergi sebelum kau janji tak akan mengganggu Langit!”            Mengedikkan bahu, Bumi tersenyum tipis.            “Maumu apa?”            “Mauku, aku nggak mau lihat kamu ganggu Langit,” ucap Dara dengan tekanan penuh, telunjuknya menunjuk wajah Bumi dengan pongah.            “Ganggu? Nggak salah denger aku?” Tanya Bumi melirik Dara yang masih berada di samping mobilnya.  &nbs
Baca selengkapnya
Bab 57. Terulang Lagi
Tok tok tok...            “Bumi, aku...”            Tok tok tok.            “Ga, ma... maaf,” kata Bumi menarik tubuh dari pelukan Raga. Mundur ke belakang, menyisakan tatapan Raga yang masih tetap penuh kabut.            “Bumi, aku masih menginginkanmu,” ujar Raga mengabaikan kalimat yang keluar dari mulut Bumi.            Tok rok tok.            “Bentar Ga, ada yang ketuk pintu,” kata Bumi lagi lalu meminggirkan tubuhnya dari hadapan Raga yang terus menatapnya intens. Ia membungkukkan badan, menyambar kemeja dan memakainya dengan tergesa tanpa mengancingkan kanci
Baca selengkapnya
Bab 58. Sebuah Rahasia
“Mati lampu,” bisik Bumi.            Byar! Langit menyalakan senter ponsel bersamaa hujan deras mengguyur bumi.            “Ada lampu emergency?” tanya Langit menyapu seluruh ruangan.            Hanya gelengan kepala dari Bumi.            “Aku jarang ke sini.”            “Lha ini ke sini.”            “Hmmm....”            Meskipun senter Langit membantu penerangan, tetap saja kurang maksimal. Beranjak dari sofa, Bumi menuju ke dalam.        &nb
Baca selengkapnya
Bab 59. Mulai Terbongkar
Pagi masih berkabut, Langit dan Bumi berjalan di jalan setapak dengan kanan dan kiri tumbuhan pinus menjulang. Terkadang, mereka melewati kebun mawar yang makin ke atas makin menipis dan tersisa hanya pinus dengan aroma khasnya.            “Nah, itu tempatnya, Mas,” seru Bumi kegirangan melihat ke sebelah kiri. Ada tempat landai dengan bagian atas tanaman pinus. Tapi di depannya terlihat seperti jurang menganga.            Langit hanya tersenyum, ia ikuti arah jalan Bumi yang tak sabar sampai di tempat tersebut. Ada batu besar di sana, Bumi segera duduk dan merenggangkan kedua tangan ke atas.            “Huh, capeknya,” serunya dengan memutar pandangan ke seluruh area berhawa sejuk itu. Belakangnya pinus rimbun menghijau dan depannya jurang, sejauh mata memandang terlihat r
Baca selengkapnya
Bab 60. Sang Penggoda
Bab 60Sang Penggoda             “Mas...,” desahan demi desahan keluar dari bibir mungil gadis manis itu. Tanpa disadari, ia menekan kepala Langit yang tengah mencium lembut aset yang dicandui Langit itu.            Tangan Langit mulai bergerilya, wajahnya mendongak menatap mata Bumi yang penuh kabut. Dilepaskannya kancing kemeja teratas, lalu kancing kedua. Dari situ saja, sudah terlihat aset memikat yang masih tertutup b** warna merah. Tangan Langit menekan ujungnya, menatap lembut mata Bumi yang terpejam.            “Aku ingin memilikimu, Bumi, seutuhnya,” desis Langit lirih, sangat lirih. Namun, Bumi mampu mendengarnya, membuka mata, dan menggigit bibir bawahnya pelan. Pemandangan yang mampu meluluhkan kewarasan Lang
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status