All Chapters of Jerat Cinta Sang Langit: Chapter 41 - Chapter 50
63 Chapters
Bab 41. Hasrat Tak Terkendali
 “Terus Bumi, lebih cepat.” Masih memejamkan mata, Langit makin menyesap leher jenjang Bumi mendalam, hangatnya air kolam menyatukan keduanya. Rasa nikmat menghinggapi Bumi, ia rasakan tonjolan keras dalam genggamannya mampu mendirikan keremangan tersendiri. Bagaimana kalau memasuki area intimnya? Hah? Segera dihempaskannya pikiran kotor itu jauh-jauh, tapi tetap tak mampu menolak kenyataan. Apakah ia sudah berpikiran bodoh? Hanya beberapa saat, setelah Bumi membuka mata dan menatap Langit dengan mata berkabut. Rasa nyeri itu muncul begitu saja, gadis manis itu menghentikan gerakannya. Di depannya, Langit menatap Bumi penuh hasrat. “Bumi, tak bisakah kita....” “Kakiku nyeri.” Semua menjadi terhenti, Langit menghela nafasnya dalam-dalam. Mungkin ia bakal melepaskannya sendiri kalau dari tadi adanya adalah tanggung terus. Rasa nyeri juga ia rasakan di bawah. Bagaimana tidak dengan
Read more
Bab 42. Rayuan Maut
“Ga!” desah Bumi, lirih, memundurkan tubuh. Lelaki jangkung di hadapannya itu tersentak, wajah keduanya benar-benar tanpa jeda. Saling menetralisir hati, menghilangkan kecanggungan yang muncul tanpa disadari. “Apa-apaan kau Raga!”  Sebuah suara mengagetkan Raga, juga Bumi, mereka menoleh ke asal suara.  “Mas!” suara Bumi tertahan. “Langit!” Raga segera melepaskan rangkulannya, demikian juga Bumi. Keduanya terlihat aneh.  “Bumi,” suara Langit penuh tekanan, menatap tajam keduanya bergantian. Langkah ditujukan untuk Raga, segera menarik Raga menjauh dari Bumi. Bumi terdiam. “Masih punya nyali ke sini?” tanya Langit ketus, matanya nyalang menatap keseluruhan tubuh lelaki di hadapan sinis. “Nggak ada yang bisa melarangku ke sini!” tuka Raga tak kalah ketus. “Ada, aku!&
Read more
Bab 43. Aku Ingin Memilikimu
“Dear,” desahan Dara makin menggeramkan Langit yang masih bergeming.  Makin maju ke depan, bibir seksi itu mendekati bibir sang Langit yang segera memundurkan wajah. “Tak bisakah kau duduk dengan manis, Dara?” Geraman pertanyaan Langit sontak membuat Dara terbahak. “Seperti ini?” Segera Dara naik ke pangkuan Langit, dengan kaki mengapit kanan dan kiri tubuh Langit. Semakin jelas geraman lelaki tampan itu bagi Dara, semakin ia mengerahkan segala cara untuk menakhlukkan. Kedua tangan Langit dipaksanya memeluk pinggang ramping wanita berbodi gitar Spanyol tersebut.  Dengan gerakan cepat, bibir Dara menyambar bibir Langit penuh nafsu. Langit semakin menggeram, sungguh ia berusaha mati-matian menolak semua kenikmatan yang tersaji tanpa batas ini.  “Hei, tak bisakah kita kayak dulu lagi, Dear?” tanya Dara di sela ciuman tanpa balasan dari Langit tersebut. “
Read more
Bab 44. Masih Tanggung?
 “Ah...,” tak kuasa, lolos juga lenguhan lelaki tampan itu.Di depannya, netra Bumi terus terpejam. Langit tak kuasa untuk menyentuh setiap inci tubuh eksotis itu dengan nafas makin memburu. Tangan Bumi kembali ke atas, mengalungkannya ke leher lelaki di depannya.“Bumi,” desahnya dengan tangan terus meremas gunung kembar gadis madu di hadapannya. Disentuhnya setiap inci leher jenjang milik Bumi menjadi sasaran yang makin membutakan akal kewarasannya.“Ah....”“Sebut namaku, Bumi.”“Mas....”Kali ini gantian bibir lelaki tampan itu melumat pucuk coklat nan menggoda. Digigitnya, disesapnya dan memberikan tanda di sana. Tangan yang satunya tak tinggal diam, terus meremas dengan sentuhan lembut. Kadang sedikit kasar, memutarnya, menekan. Setelah puas, gantian yang sebelahnya. Sentuhan itu menciptakan rasa aneh, ditambah kenikmatan tanpa batas. Bumi makin memej
Read more
Bab 45. Kecelakaan
Bumi menahan tangan Langit. Ditariknya tangan itu dari sana.“Bumi?”“Mas Langit aja, aku nungguin,” tolak Bumi halus.“Hei, aku maunya sama kamu.”“Dingin, Mas,” alasan yang masuk akan, kan?“Kita pindah dalam.” Langit masih membujuk dengan segala cara.Bumi menggelengkan kepala. “Airnya hangat di sana.”“Aku lagi nggak pingin.”Tanpa kata lagi tubuh semampai itu naik ke tepian kolam renang. Sore memang cerah, tapi dingin terus saja menusuk tulang. “Temani aku sebentar,” pinta Langit menarik tubuh eksotis itu kembali masuk kolam renang. Tubuh Bumi kembali masuk ke dalam kolam yang tak begitu dalam itu. Hanya helaan nafas panjang yang terdengar. Di dalam kolam, Langit memeluk Bumi dan menyecap bibir mungil Bumi dalam. Tak ada respon, Langit menghentikan ciumannya.“Hei.”
Read more
Bab 46. Perlakuan
Selamat membaca, jangan lupa follow IG @elangayu22             Mata bulat itu bergerak-gerak, lalu terbuka perlahan.            “Bumi.”            Bumi melirik, memejamkan mata kembali. Kemudian membuka lagi pelan, mengerjapkan mata beberapa kali untuk menyesuaikan diri. Pandangannya menyeluruh ruangan. Dimana dirinya berada?            “Syukurlah kau sadar, kau baik aja?”            Bumi menoleh, menatap heran. Raga menatap penuh khawatir di sampingnya, ia duduk di kursi samping tempat tidur.            “Ga? Kenapa kau di sini? Aku....” Bumi mencoba mengingat kej
Read more
Bab 47. Kita Lanjutkan, Bumi?
Bumi masih tertidur di pangkuan Langit dengan tenang, entah untuk berapa lama. Lelaki tampan itu tadi memindah Bumi yang bersandar di bahunya untuk berpindah ke pangkuan setelah gadis madu itu terlelap pulas. Dengan punggung bersandar di sofa, Langit ikut terlelap beberapa saat.Saat terbangun, ditatapnya wajah ayu di pangkuan. Diusapnya pipi lembut gadis itu. Sentuhan dahsyat yang meremangkan gai*** Langit. Anakan rambut yang berantakan di wajah Bumi disingkapnya ke pinggir. Makin jelaslah wajah ayu itu terpampang di sana.Semakin ke bawah, ditelusurinya setiap inci tubuh Bumi. Leher jenjang eksotis, belahan dada tanpa sengaja terlihat begitu menggoda netranya. Cardigan yang berantakan dengan daster bagian atas hanya terbuat dari karet. Bagian dalamnya tercetak sempurna dilihat dari luar. Pemandangan indah itu mampu menimbulkan gelenyar aneh memabukkan.Pucuk gunung kembar muncul begitu saja di otak Langit. Belum lagi warna kecoklatannya mampu menimbulkan hasra
Read more
Bab 48. Sepersekian Detik Saja
Selamat membaca, jangan lupa follow instagram @elangayu22, @wahyuwidya22 “Bumi,” suara lirih Langit semakin mendesakkan hasrat yang selama ini selalu dijaganya dengan baik. Kewarasan kenapa selalu lenyap di saat genting seperti ini? Ia kembali ke bibir ranum gadis madu dalam pangkuan. Menyesapnya sangat dalam.            “Mas...,” mata Bumi terbuka, melihat Langit yang reflek menghentikan ciuman. Nafas keduanya masih memburu, sama-sama menginginkan hal itu berlanjut hingga tuntas.            “Kita nikmati Bumi...,” sahut Langit kembali ingin menyecap bibir di hadapannya, tapi wajah gadis ayu itu dimundurkan. Langit menarik tengkuknya, akhirnya hanya ciuman sesaat.            “Sepersekian detik saja, Bumi.”  &nbs
Read more
Bab 49. Lagi-Lagi Candu
“Kena kau, Bumi,” gumam Langit sendiri.Dalam ruang tengah, Langit tersenyum miring melihat chatnya hanya terbaca saja oleh Bumi. Rencana yang sudah diangankan beberapa waktu yang lalu, akhirnya terlaksana juga. Ia tak mau didahului Raga. Tidak boleh! Langit kembali tekun menatap layar laptop.Drrttt drrttt...“Halo,” sambar Langit tanpa melihat layar ponsel.“....”“Apa?” mata Langit melotot menatap layar ponsel, lalu mematikannya tergesa. Dikiranya Bumi, kenapa malah Dara yang meneleponnya? Akhir-akhir ini Dara memang jarang menghubungi, paling hanya chat melalui WA. Itupun tak pernah digubris Langit.Drrrttt drrrttt...Suara posel terus berbunyi, Langit mengabaikannya. Ia sedang tak mau diganggu  siapapun, kecuali Bumi. Lelaki tampan itu selalu berharap gadis eksotis itulah yang  menghubunginya. Seperti tadi ketika Bumi kaget dengan motor baru yang dikirimkannya.Itu
Read more
Bab 50. Kecupan Raga
“Tak bisakah kita menikmatinya hingga selesai, Bumi?” tanya Langit di sela desah nafas yang memburu. Bumi tetap memejamkan mata, ia tak sanggup untuk berkata apapun jika tangan  Langit sudah bergerilya.            “Mas... ahhh.”            Kali ini, Langit yang menghentikan aktivitas, menetap Bumi dengan tatapan sepenuhnya. Penghentian itu membuka netra Bumi yang berkabut.            “Kau menginginkanku?” Tanya Langit terus menatap tanpa jeda sedikitpun. Tak ada jawaban, tapi Bumi merenggangkan pelukan Langit.            “Komitmen selalu menjadi alasanmu, Bumi.”Keduanya kini sama-sama saling pandang.“Mau di sini terus?” tanya Bumi mengalihkan pembicaraan.
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status