Semua Bab Jerat Cinta Sang Langit: Bab 31 - Bab 40
63 Bab
Bab 31. Memuaskanmu
Hai, ada adegan dewasanya ya, harap bijak memilih bacaan.Selamat membaca... Kaget, sekujur Bumi menegang, bulu kuduknya meremang berjamaah. Seperti terkena sengatan listrik triliyunan watt, tubuh semampai itu lemas seketika.“Kau masuk, aku yang ngurusin,” titah Langit, menarik jemarinya dari pucuk kekenyalan nan memabukkan itu setelah meremas dan menatap Bumi tajam. Mengecup bibir ranum dan mungil itu sejenak, melepaskan dengan cepat kemudian menarik Bumi menjauh dari pintu untuk mendudukkannya ke sofa. Bumi nurut, masih terbengong untuk beberapa saat atas perlakuan sang CEO.Lelaki tampan itu kembali ke toko dan membuka toko tepat ketika ketukan di pintu terdengar. “Mau ambil pesanan ya, Bu?”Terkejut, ibu yang berdiri di depan toko malah memperhatikan Langit dari atas ke bawah, lanjut bawah ke atas.“Lhoh, Mbak Buminya mana?” tanyanya keheranan.“Oh, Bumi sedang
Baca selengkapnya
Bab 32. Permainan VS Pencarian
Menguasai Dara, Langit makin mengeratkan pelukannya. Melihat gelagat lelaki tampan itu menurutnya luruh, Dara tersenyum kesenangan. Ia membelai pipi lelaki bertubuh atletis dengan lembut dan membisikkan sesuatu di sana. “Aku pasrahkan semuanya untukmu, Dear.” Ditatapnya mata elang Langit. “Semuanya,” tegas Dara mempererat pelukan. “Kau yakin?” tanya Langit menghentikan aktivitas. “Nggak ada yang kuragukan lagi, Dear, kau milikku selamanya.” “Kau tak menyesal?” “Buat apa menyesal?” “Aku nggak yakin kau mempercayaiku.” Dara tersenyum, mengecup bibir Langit dalam, tubuh bagian atasnya telah menempel sempurna ke da** bidang sang Langit. Dikungkungnya wajah tampan itu mendekat ke wajahnya. “Lakukan semua maumu, hanya padaku,” kata Dara lirih, penuh penekanan dan kem
Baca selengkapnya
Bab 33. Godaan Menghanyutkan
Entah untuk yang keberapa kalinya lelaki dengan rahang kuat dan tatapan yang mampu membuat banyak wanita meleleh itu menghubungi Bumi. Hasilnya nihil. Ada satu panggilan yang diangkat, tapi hanya sesaat, setelahnya dimatikan Bumi. Ratusan pesan dikirimkan Langit dengan perasaan campur aduk. Hasilnya, terbaca oleh Bumi tapi tak ada yang terbalas satupun. Dalam keadaan online pun, Bumi bergeming. Kemarahan memuncak, itulah kesimpulan Langit. Namun, namanya Langit, ia memiliki banyak cara untuk menemukan keberadaan gadis madunya itu. Banyak orang yang disebar untuk urusan pribadinya. Hanya dia yang tahu, hanya dia yang mengerti siapa orang-orang kepercyaannya. Sayang, untuk kali ini hasilnya masih belum ada hilal mencerahkan. Masih di dalam ruang makan, Langit bergerak hilir mudik tak tentu arah. Puntung rokok sudah penuh di asbak yang ia sambar saja dari rak. Bau rokok memenuhi ruangan, meskipun pintu belakang terbuka lebar, tetap saja tak bisa m
Baca selengkapnya
Bab 34. Kau Siap?
 Aku akan menunggu, menunggumu, Bumi.  Beberapa saat berdiri mematung, Langit kembali ke dalam mobil, duduk di belakang kemudi. Meminum air mineral yang tersedia di mobil, membuka sedikit jendela dan menyalakan rokok. Ia baru melihat ada tulisan di ujung pagar, kecil tak begitu kentara. Tertulis di sana Vila Bumi. Apakah vila itu milik Bumi? Entah sampai jam berapa, bulan temaram, hanya suara jangkerik terdengar jelas. Sepanjang malam, hanya ada satu dua kendaraan roda dua yang lewat. Seingat Langit, hanya ada dua mobil ke arah lebih atas lagi. Memang setelah vila mungil, jalanan super menanjak. Lelaki bermata elang itu sempat keluar dan berjalan ke atas, masih terlihat dua rumah. Selanjutnya pepohonan alami lereng pegunungan. Saat bulan tak tertutup awan, akan tampak jelas berderat pinus seolah berada di belakang rumah mungil, yang lebih tepatnya vila super mungil yang ditempati Bumi. Pegunungan terlihat sangat jelas dan dekat.&nb
Baca selengkapnya
Bab 35. Sentuhan Penggoda
Dilepaskannya kaitan b** gadis eksotis tersebut. Mengecup ganas bibir Bumi, meremas bagian kenyal bergantian, kanan dan kiri. Bibir Langit ke bawah, mengeksplor leher jenjang Bumi dengan hisapan maksimal, semakin ke bawah dan mendaratlah ciuman awal yang membuat Bumi mundur saat pegangan tangan kiri di pinggangnya melemah. “Mas,” kata Bumi terbata. Gerakan cepat, Bumi mundur, menarik kemeja dan menutup tubuhnya yang telah mengakibatkan bagian bawah Langit mengeras tiada tara. “Kau membangunkanku, Bumi.” “Maaf,” kata Bumi terus mundur. Dalam jarak lumayan jauh, keduanya bersitatap, tanpa kata. “Setiap melihatmu, aku...,” desis Langit menggantung, menormalkan nafas dan menarik nafasnya dalam-dalam. Baginya Bumi adalah cantu, tak ada yang lain. Meskipun Dara, lebih seksi, lebih pandai merayu, lebih agresif, tapi ia tak pernah menginginkannya. Rahang itu mengeras, kembali melihat Bumi yan
Baca selengkapnya
Bab 36. Murahan
 “Bos!”Sebuah suara kalah oleh hingar dentuman musik begitu melenakan . Tangan pria itu menarik lengan Langit sejenak saat melepaskan ciuman ke Dara. Lampu temaram menyamarkan semuanya.“Hei.” Dara ingin protes tapi pria itu terus merangkul dan menyeret Langit keluar dengan cepat. “Tak perlu ganggu sahabatku lagi, Dara, ingat itu!” katanya sengit.“Tak perlu kau urusi Langit, dia milikku,” sahutnya manja.“Huh!”Dara hanya tersenyum sinis, ingin mengikuti Langit, tapi Dara terhalang oleh seorang lelaki yang langsung mendekat dan meraih pinggang dengan bodi bak gitar Spanyol itu menempel di tubuhnya.“Bersamaku saja, Honey,” kata si pria lembut, membuat Dara kehilangan jejak Langit. Dalam gerakan cepat pria itu melumat bibir Dara, menyesapnya keras, tubuhnya bergeser, melihat pria yang menyeret Langit dengan kedipan mata. Setelah itu kembali men
Baca selengkapnya
Bab 37. Di Air Terjun
“Mau kemana?” Adit tergopoh mengikuti Langit. “Tempat Bumi!” sahut Langit dingin bergegas mengenakan helm yang tersemat di atas KLX yang baru saja tiba diantar pekerjanya. Tubuhnya bergerak cepat dan siap di atas KLX.“Aku ikut,” sambar Adit melotot. “Kenapa ribet gini sih, Bos? Biasanya Bos tenang.” Langit menoleh, menggeleng. “Selama urusannya sama Bumi aku nggak bakal tenang.” “Tunggu sik Bos, aku ganti baju sebentar,” sahut Adit yang memang hanya mengenakan celana kolor dan kaos. “Ini urusanku, kau di rumah saja. Stand by, sewaktu-waktu aku butuh bantuanmu.” Tanpa menunggu jawaban Adit yang masih bengong, lelaki tampan dengan rahang keras itu melajukan penuh KLX keluar pintu gerbang. “Bos, Bos!” Adit berteriak keluar dari teras. “Hei, tunggu, Bos!” Ad
Baca selengkapnya
Bab 38. Kau Harus Bertanggungjawab
  “Kau baik saja?” Tanya Langit khawatir berjongkok persis di samping Bumi, setelah mendirikan motor jadul Bumi. Meskipun jalanan sepi, tetap dibantunya Bumi berdiri dan memapah ke pinggir jalan. Didudukannya di bebatuan, Bumi menurut saja. Tubuhnya masih gemetaran hebat. Untung tidak masuk selokan. Di samping jalan itu ada selokan lumayan tinggi. Kalau sampai masuk ke sana, duh, tak bisa membayangkan. “Mana yang sakit?” tanya Langit melihat tubuh Bumi dari atas sampai bawah. “Tanganmu?” dipegangnya tangan Bumi. “Nggak pa pa.” “Kaki?” Langit berjongkok memandang kaki Bumi. Diangkatnya kain pantai yang dikenakan gadis eksotis itu. Sedikit memar di pergelangan kaki, lecet sedikit. Pelan, dipegang lalu digerakkan. “Aw...!” Bumi menjerit pelan. “Sakit?” tanya Langit menengadahkan wajah. “I... i... ya, aw
Baca selengkapnya
Bab 39. Tanggung
Selamat membaca, jangan lupa tap love, kasih bintang dan follow @elangayu22  “Mas....” “Keras lagi, Bumi.” “Ah...,” gadis eksotis itu tak mampu lagi hanya diam dan menikmati. Ia memejamkan mata, mulai merespon perlakuan lembut Langit. Dengan cepat, diloloskannya handuk seputih susu itu dari tubuh semampai dan eksotis milik Bumi. Hanya beberapa saat, karena Bumi segera menarik kembali handuk tersebut menutup tubuh. Tubuhnya bergeser, menghindari pelukan Langit yang mengencang. “Mas...,” mata Bumi terbuka, menatap Langit penuh kabut. Gerakan tiba-tiba Bumi menghentikan aktivitas Langit. “Bagaimana kalau kita lanjutkan, Bumi? Kewarasanku sudah hilang dari tadi,” kembali didekatinya Bumi, menyambar bibir ranum di hadapannya penuh gai***. Tubuh eksotis itu benar-benar mengunci seluruh persendian. Demikian pula dengan Bumi, ia hanya melilitkan handuk se
Baca selengkapnya
Bab 40. Menuntaskannya
 Menarik diri dari Langit, Bumi merengganggkan pelukan lelaki tampan itu. “Nggak,” tolaknya cepat. “Semakin kau menjauh handukku bisa lepas, sengaja?” “Apa?” Langit menatap raut muka Bumi dengan mata horor ke bawah. Tampak cuek dan tetap mengeratkan pelukannya. Beda dengan Bumi, mendengar kalimat Langit, membuatnya berpikir kotor. Benar saja, semakin ia merenggangkan diri dari pelukan Langit, lilitan handuk yang telah terlepas itu bakalan lolos ke lantai apabila ia menjauh. Handuk masih di tempatnya dengan bagian yang tinggal limit karena tubuhnya dan tubuh Langit menyatu di pinggang ke bawah. Tonjolan yang begitu dirasakannya, dan hal lain yang mendadak muncul begitu saja berseliweran mengganggu keremangan yang tadi sudah lenyap. Langit selalu mampu menghidupkan gai*** yang ia tahan setengah mati.“Sengaja ingin melihatku polos, hmmm?” tanya Langit makin tak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status