All Chapters of Gairah Cinta Berselimut Takdir: Chapter 21 - Chapter 30
194 Chapters
Bab 20 Penghangat Ranjang
"Mengapa kau lama sekali? Apa kau baru saja buang air kecil di Meksiko?" Emma menatap datar wajah Bella yang tampak kaku."Kurasa kau tidak akan percaya jika aku mengatakannya, Emma." Bella mengacak rambut cokelatnya yang tergerai, frustrasi. Emma membelalak, "Hei, mengapa kau mengacak rambutmu, dasar gadis ceroboh?!" gerutunya seraya beranjak bangkit dan berdiri tepat di belakang Bella yang sedang terduduk. Jemari Emma kemudian menyugar rambut cokelat itu untuk merapikannya. "Sebentar lagi giliranmu untuk melakukan syuting, apa kau lupa? Lagi pula, bukankah selama ini aku yang selalu bersabar mendengar semua cerita-cerita tidak masuk akal tentang mimpimu? Kau yang seolah berada di film klasik Eropa zaman dulu dan menjadi seorang putri bangsawan, gaun-gaun, perhiasan indah, serta para pelayan yang selalu ada di sekelilingmu." Emma menghela napas pendek. "Bahkan, aku juga mendengarmu bercerita tentang pangeran berkuda putih dan juga pria jahat itu. Ha
Read more
Bab 21 Sayuran Hijau
"Satu porsi beef burger dan satu gelas matcha frappe, benar?" ucap seorang pelayan kafe di meja kasir seraya mengulurkan nampan berisi makanan dan minuman pada Bella. Bella meraih nampan itu dengan senyuman, "Terima kasih."  Gadis itu sedang berada di sebuah kafe penjual makanan terdekat dari lokasi syuting, wilayah San Erasmho. Kini, ia berjalan menuju kursi di mana Emma sudah menunggunya. Hampir separuh dari kafe itu telah terisi oleh para kru dan artis yang sedang beristirahat makan siang. Mendudukkan bokong di kursi sebelah kanan Emma, Bella pun memasukkan beef burger ke dalam mulutnya.  "Hai, Bella!" sapa Aurora yang tiba-tiba duduk di kursi samping Bella yang kosong. Gadis itu ikut bergabung untuk makan bersama. Menenggak matcha frappe dengan pelan, Bella kemudian menoleh ke arah Aurora untuk balas menyapa, "Ya, hai, Aurora!" "Ehm ... aktingmu tadi cukup bagus, Bella. Tapi sepertinya kau kurang berkonsentrasi. Apa kau s
Read more
Bab 22 Pelayan dan sang Raja
Kursi kosong di sebelah Bella yang sebelumnya diduduki oleh Aurora telah digantikan oleh Glenn. Suara-suara sumbang mulai berdengung kala beberapa kru melihat Glenn yang terbiasa menyendiri dan enggan bersosialisasi, tiba-tiba menghampiri meja makan milik rekan sesama pemain film 'My Boss My Love'.Mona, Emma, dan Aaron hanya bergeming. Mereka bingung untuk memulai pembicaraan atau sekadar menyapa sosok yang tiba-tiba duduk tanpa sepatah kata tersebut. Terlebih, Bella yang kini duduk di samping Glenn memilih berpura-pura tidak acuh dan menyisihkan acar di burgernya. Gadis itu menganggap Glenn sosok tidak kasatmata."Hallo, Glenn!" sapa Aaron memecah kecanggungan dengan tersenyum ramah.Seolah tuli, Glenn hanya bergeming dan tidak menjawab sapaan Aaron. Pria itu justru menatap datar Aaron dalam waktu yang cukup lama. Aura dingin menyeruak dari netra birunya kala melihat sosok Aaron yang mulai mengernyit bingung kala ditatap olehnya.Tak lama, Glenn akhirny
Read more
Bab 23 Poor Bella
Bella yang mendengar rengekan Barbara hanya bisa kembali menghela napas pendek dan kasar. Telah terjadi banyak hal tidak menyenangkan yang membuat satu hari terasa begitu panjang. Raganya terasa begitu lelah. Namun, tampaknya masih ada suatu masalah yang ingin tetap berada di sisi Bella bahkan di saat gadis itu ingin mengistirahatkan tubuh sejenak. Mencoba untuk tidak memedulikan teriakan dan rengekan sepupunya, Bella melenggang masuk ke dalam kamarnya yang berada di bawah tangga.  Gadis itu segera merebahkan tubuh dengan memasang earphone di kedua telinga. Lagu Jamie Miller berjudul 'Here's Your Perfect' sengaja ia mainkan cukup kencang agar teriakan Barbara tidak mampu menembus indra pendengarannya. Bella hanya ingin beristirahat. Namun, saat ingin memejamkan mata, rambut cokelat Bella tiba-tiba ditarik, "Oho! Ternyata kau sudah datang, wanita jalang!" Barbara menggeram dengan wajah merah padam. Bella memekik kesakitan dengan kedua tangan berusaha memb
Read more
Bab 24 Apartemen
"Sekarang pergilah! Rasanya tidak ada gunanya aku merawatmu. Lebih baik kau mencari jalan hidupmu sendiri, Bella." Kata-kata yang telah lama terpendam akhirnya keluar ke permukaan. Miss Dorothy tidak menginginkan keberadaan Bella—sejak awal—sejak wanita itu menghampiri seorang gadis kecil berusia sepuluh tahun. Bella tersenyum getir. Pada akhirnya, ia kembali merasa sendiri. Mengambil napas dalam-dalam, Bella kembali menarik sudut bibirnya untuk tersenyum, "Baiklah, aku akan pergi," ucapnya seraya menggedikkan bahu, tidak acuh. Namun, di balik senyuman dan sikap tidak acuh itu, netra cokelat Bella tetap tidak mampu menyembunyikan riak-riak kesedihan di balik wajahnya. Barbara masih melayangkan tatapan tajam seraya tersenyum miring, wajahnya mengisyaratkan kemenangan. Sementara Miss Dorothy hanya bergeming, tidak ada ekspresi apapun yang ditunjukkan olehnya. Mereka berdua akhirnya keluar dari kamar untuk memberikan waktu pada Bella agar segera berkemas. Yah, k
Read more
Bab 25 Apartemen (2)
Waktu menunjukkan pukul tujuh pagi. Bulu mata lentik Bella mulai mengerjap disusul dengan terbukanya sepasang kelopak mata. Persendian dan otot-otot gadis itu terasa lebih segar dan nyaman setelah tidur semalam.  Suasana pagi yang menyenangkan dan berbeda dengan hari-hari Bella sebelumnya. Sebab, kala Bella tinggal di kediaman Miss Dorothy dan menempati kamar bawah tangga, gadis itu selalu terbangun akibat kebisingan dari injakan kaki yang dilakukan oleh Barbara.  'Aku tidak pernah merasa senyaman ini. Apakah karena kasur ini memiliki kualitas terbaik?' batin Bella dengan tubuh yang masih enggan untuk terbangun. Bibir ranumnya tersenyum cerah. Sebab, gadis itu ingin mengawali hari secerah senyumannya. Wajah cantik gadis itu memancarkan aura penuh semangat. Tak lama, Bella sedikit membuka selimut yang melilit tubuhnya kemudian mendudukkan bokong di atas tempat tidur. Kedua tangannya merentang untuk melakukan peregangan. Hari ini Bella tidak ada gilir
Read more
Bab 26 Orang Misterius
Royal Luc Penthouse nomor enam puluh empat, bukan enam puluh sembilan. Pablo dan Emma kini telah berada di dalam kamar tersebut bersama Bella yang tidak lain adalah sang empunya. Pablo yang berdiri dengan kepala menunduk di hadapan Bella yang sedang terduduk, serta Emma yang tengah berjalan berkeliling untuk melihat-lihat ruang di dalam apartemen."Jadi, mengapa kau tidak mengatakan jika apartemen ini milik Glenn Lucas?" tanya Bella dengan menampilkan raut wajah tidak suka mengenai kenyataan tersebut. Netranya menatap tajam Pablo yang sejak tadi hanya berdiri mematung sembari menundukkan kepala."Ehm ... kupikir hal itu juga tidak penting untukmu, Bella. Sebab yang kupikirkan hanya harga murah yang ditawarkan oleh managernya." Pablo memanyunkan bibir dengan bola mata mengedar tak tentu arah. "Bahkan, yang kutahu hanya orang-orang tertentu atas ijin Glenn saja yang bisa menempati penthouse di lantai ini. Sebab menurut kabar yang kudengar, di lantai ini juga terdapat kam
Read more
Bab 27 Libreria Lello
Menaiki taksi di jalanan La Serenissimo, tempat di mana Royal Luc Penthouse berada. Bella tengah menatap keluar jendela mobil sembari menikmati pemandangan yang ada. Venesia terlihat begitu cantik dan unik. Terlebih jika musim dingin telah usai, keindahan kota di atas air itu semakin terlihat nyata. "Kita sudah sampai, Nona," ujar supir taksi seraya menoleh ke belakang, menatap Bella.Bella tersenyum kemudian mengambil beberapa lembar dolar untuk diberikan pada sang supir. Setelahnya, gadis itu segera beranjak dan keluar dari mobil.Mengenakan penutup kepala jaket bulu yang ia kenakan, Bella meletakkan sepasang jemari tangannya yang telanjang ke dalam saku jaket tersebut. Gadis itu lupa mengenakan sarung tangan untuk menghangatkan tubuh. Sementara langkahnya terus berjalan menyusuri jalanan bersalju. Bella melewati rumah-rumah bergaya klasik, sebuah coffe shop, bahkan penjual barang antik di jalan. Bangunan-bangunan klasik tersebut juga tertut
Read more
Bab 28 Libreria Lello (2)
"Pollux ...." Bella menggumam rendah, tetapi masih bisa didengar oleh pria paruh baya yang ada di seberangnya. Hanya meja kayu mahoni berbentuk bulat dan berukuran cukup besar yang memisahkan mereka.Pollux yang sebelumnya sibuk dengan buku yang sedang ia baca, seketika menatap ke depan sembari membenarkan kacamata, "Nona Bella?" Pria itu memastikan jika yang ia lihat adalah Bella.Bella tersenyum tipis, "Ya, kebetulan sekali melihatmu di sini. Apa kau sering datang ke sini?" "Benar, Nona. Saya sering mengunjungi tempat ini karena Benito adalah teman lama saya," jelas Pollux yang ternyata teman lama dari pria paruh baya penjaga perpustakaan toko tersebut.Bella mengangguk pelan, "Buku apa yang sedang kau baca, Tuan Pollux?" tanya Bella untuk memecah kecanggungan."Mmm ... Dark Places," jawab Pollux seraya menunjukkan sampul buku yang ia baca."Gillian Flynn?" Bella memekik antusias."Ya. Apakah Anda tidak menganggap saya aneh?"
Read more
Bab 29 Gala Premiere
Sepatu hak tinggi berwarna merah maroon yang dikenakan Bella keluar dari pintu mobil dan menapaki karpet merah. Dengan penuh percaya diri, Bella berjalan di samping Emma seolah berada di atas catwalk. Tiada henti bibir merah Bella mengulas senyuman menawan yang ditujukan pada kamera para wartawan. Sementara cahaya flash kamera dan suara bidikan itu terus menghujani Bella dan Emma yang tengah melangkah di sepanjang tergelarnya karpet merah. Karpet itu akan membawa dua gadis cantik tersebut ke dalam gedung, tempat diadakannya gala premiere.Hingga akhirnya, sampailah mereka di dalam sebuah ruangan yang telah dipadati oleh para artis dan petinggi-petinggi penting. Bahkan, beberapa penggemar VIP dan beberapa wartawan terpilih juga ada di dalamnya. Mereka yang hadir terlebih dahulu telah duduk seraya menghadap ke sebuah layar besar yang akan menampilkan sebuah cuplikan film.Bella berjalan menuju kursi kosong yang telah disediakan untuknya beserta beberapa pema
Read more
PREV
123456
...
20
DMCA.com Protection Status