Semua Bab Wanara: Bab 11 - Bab 20
125 Bab
Ki Wirya Tama
Setelah berhasil melewati hutan yang banyak ditumbuhi pepohonan tinggi berdaun lebat, Wanara menghentikan langkah sejenak. Ia berdiri tegak mengatur pernapasan sambil mengamati sekitaran tempat tersebut. Tampak butiran peluh keluar dari pori-pori keningnya, hingga mengalir membasahi wajah yang sudah tampak pucat kelelahan."Katanya dekat? Ini rasanya sudah berjalan lama tapi tak kunjung tiba," gumam Wanara memandangi puncak bukit yang menjulang tinggi di hadapannya.Kemudian, ia meraih batang bambu berukuran dua jengkal telapak tangan, sebagai wadah air minum. Lalu, Wanara meminum air tersebut hingga hampir menghabiskan isi dalam wadah batang bambu itu. Sejenak, ia berdiam diri sambil mengamati suasana di hutan tersebut. "Aku harus melanjutkan perjalanan ini," desis Wanara kembali melangkah naik ke atas bukit tersebut, menyusuri jalanan setapak.Ia tidak menghiraukan rasa lelah yang mendera, karena ingin segera tiba di tempat tujuan sebelum menjelang sore. Peluh kian be
Baca selengkapnya
Kekalahan Wanara
Orang tua itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Ya, benar sekali. Kau adalah titisan Prabu Merta Jaya putra Dewa petir!" jawab Ki Wirya Tama tersenyum-senyum.Wanara mengerenyitkan kening, ia semakin tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh orang tua itu. Lantas, Wanara kembali bertanya, "Apakah aku sangat mirip dengan Prabu Merta Jaya?" Pemuda itu tampak penasaran, seakan-akan ia ingin mengetahui lebih lanjut tentang apa yang sudah dikemukakan oleh Ki Wirya Tama."Ada banyak persamaan di antara kalian, salah satunya adalah kesaktian yang kelak akan kau miliki!" ucap orang tua itu.Bergegas Wanara menggeser posisi duduknya, maju sampai ke hadapan orang tua itu. Lalu bersujud dan mengangguk-anggukkan kepalanya sampai tiga kali. Ki Wirya Tama memandang lekat Wanara yang bersikap sedemikian hormat terhadap dirinya. Pria senja itu, tak henti-hentinya memandangi pemuda yang ada di hadapannya dengan matanya yang jernih namun sangat tajam."Wanara, berh
Baca selengkapnya
Pertolongan Dari Ki Wirya Tama
Tampak darah segar mengalir dari mulut pria itu. Bahkan, ia sudah tidak dapat bangkit lagi, karena kerasnya tendangan orang tua tersebut.Orang tua itu adalah Ki Wirya Tama, yang diam-diam mengetahui kalau murid barunya itu sedang dalam kesulitan."Itu pedang miliknya, dan bukan milik kalian," ucap Ki Wirya Tama menatap tajam ke arah dua pria itu. "Jangan kalian ambil, jika barang itu bukan milik kalian!" sambung Ki Wirya Tama berteriak lantang."Hai! Pak tua, sebaiknya kau jangan ikut campur!" kata pria yang satunya lagi sambil menarik tangan kawannya yang terjatuh karena tendangan keras dari orang tua itu.Namun, kawannya itu tampak kesulitan untuk bangkit, meskipun telah dibantu oleh kawannya. "Kedua kakiku kaku, dadaku sesak. Kau hadapi saja orang tua itu, dan biarkan aku di sini!" "Baiklah, aku akan melenyapkan orang tua itu dulu. Setelah itu, kita ambil pedang anak muda itu!"Ia kembali berhadap-hadapan dengan Ki Wirya Tama. Dengan gagahnya ia be
Baca selengkapnya
Dua Kata Dalam Satu Nama
Pagi itu, Wanara berlutut di hadapan gurunya. Karena pagi itu, Ki Wirya Tama sudah mengajarkan jurus-jurus andalan dan ilmu tenaga dalam kepada Wanara."Aku ucapkan banyak terima kasih, karena Guru sudah memenuhi janzi. Guru telah mengajarkan aku ilmu tenaga dalam, dan aku pun sudah dapat menguasainya dengan baik," ujar Wanara masih tetap berlutut di hadapan gurunya."Dulu ketika aku pertama kali datang ke sini, Guru sudah mengatakan bahwa aku merupakan titisan Prabu Merta Jaya. Sekarang aku mohon, Guru menjawab pertanyaanku!" Ki Wirya Tama tertawa terkekeh dengan hati senang. Lalu menjawab, "Bicaralah! Jika aku tahu pasti aku akan menjawabnya!" pinta Ki Wirya Tama lirih.Wanara tampak semringah mendengar jawaban dari gurunya. Kemudian, ia bertanya, "Apakah benar, kitab Jala ada di tangan Ki Resi Wana, Guru?"Orang tua itu tertawa kecil mendengar pertanyaan dari muridnya. Sikapnya, tentu membuat Wanara semakin penasaran dan menunggu keterangan yang jelas da
Baca selengkapnya
Di Hari Ke Tiga Puluh
Tiga puluh hari kemudian…Siang itu, selesai berlatih jurus-jurus yang diajarkan oleh Ki Wirya Tama. Wanara langsung melangkah menghampiri gurunya yang sedang berbincang dengan seorang pria yang kesehariannya suka membantu menggarap sebidang tanah di ladang milik gurunya. Setibanya di hadapan sang guru, Wanara memberi hormat kepada sang guru dan orang kepercayaannya itu, dengan membungkukkan setengah badan."Duduklah!" pinta Ki Wirya Tama tersenyum menatap wajah muridnya."Baik, Guru." Wanara langsung duduk bersila di hadapan sang guru dan bersebelahan dengan pria paruh baya yang merupakan orang kepercayaan gurunya."Bagaimana dengan jurus-jurus yang sudah aku ajarkan kepadamu, Wanara?" tanya sang guru.Wanara tersenyum-senyum. Kemudian menjawab pertanyaan gurunya, "Aku sangat senang karena sudah mendapatkan banyak kemajuan, Guru.""Sekarang aku sudah menjadi lebih kuat, aku sudah bisa menghancurkan batu dengan pukulan tanganku, dan pikiran pun b
Baca selengkapnya
Jurus Pamungkas Untuk Wanara
Malam harinya, Wanara sudah berada di beranda rumah bersama gurunya. Karena malam itu, ia akan menerima ilmu pamungkas dari Ki Wirya Tama.Wanara sudah bersiap menerima pelajaran dari sang guru, ia duduk dengan sikap hormat di hadapan gurunya."Perlu kau ketahui, bahwa ilmu ini adalah ilmu pamungkas yang akan kau kuasai, ada dua jurus yang hendak aku ajarkan. Tapi, kau harus memilih salah satunya! Karena dari kedua jurus ini sudah mempunyai keterkaitan antara satu sama lain," kata Ki Wirya Tama mengawali perbincangannya dengan Wanara."Baik, Guru. Apa saja yang harus aku pilih?" tanya Wanara menatap wajah sang guru. Sejatinya, jantung Wanara sudah berdebar-debar ingin mengetahui jurus apakah yang hendak diajarkan oleh gurunya itu."Yang pertama adalah satu jurus dua kekuatan atau yang kedua satu jurus empat kekuatan. Kau pilih yang mana?" Ki Wirya Tama langsung memberikan pilihan kepada muridnya itu.Tanpa banyak bicara, dan hampir tidak berpikir lagi, Wanar
Baca selengkapnya
Wanara Dan Siluman Harimau
Esok harinya, ketika matahari baru terbit. Wanara sudah menampakkan wajah mendung di hadapan gurunya, ia merasa sedih jika harus meninggalkan Ki Wirya Tama sendirian."Kau tidak usah khawatir. Barga akan menemaniku di sini. Ingat, harus pulang sekarang, Santika menunggumu!" kata Ki Wirya Tama tersenyum-senyum.Wanara tidak dapat berkata-kata lagi, ia langsung memeluk tubuh pria berusia senja itu. Setelah itu, Wanara langsung pamit kepada gurunya."Aku berangkat sekarang, Guru. Terima kasih atas ilmu yang sudah Guru ajarkan, semoga bermanfaat.""Berangkatlah, dan berhati-hatilah!" kata sang guru melepas kepergian Wanara.Wanara segera melangkah tanpa menoleh lagi ke arah gurunya. Sejatinya, ia merasa tidak tega melihat pemandangan tersebut. Oleh sebab itu, Wanara mempercepat langkahnya agar segera menjauh dari kediaman Ki Wirya Tama."Di padepokan Ki Resi Wana, aku harus mengamalkan jurus pamungkas ini," desis Wanara sambil terus melangkah menyusuri perb
Baca selengkapnya
Jurus Meringankan Tubuh
Di suatu sore yang sejuk, Resi Wana mengajak keempat muridnya duduk-duduk santai bercengkerama sembari menikmati keindahan alam saat matahari terbenam di ufuk barat. "Wanara, kemarilah!" panggil Resi Wana."Iya, Guru. Sebentar!" sahut Wanara sambil maju dengan segera menghampiri gurunya.Resi Wana menoleh ke arah Wanara. "Mana pengawalmu?" tanya Resi Wana.Dengan lirihnya, Wanara pun menjawab, "Ki Butrik sudah berangkat ke hutan untuk membantu Wora Saba menebang kayu, Guru."Resi Wana hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya, kemudian ia berkata lagi, "Pelajaran jurus pamungkasmu bagaimana, Wanara?""Berkat restu Guru, aku sudah berhasil menguasai semuanya," jawab Wanara dengan raut wajah bahagia. "Sekarang aku sudah bisa melompat tinggi," sambung Wanara."Maksudmu terbang?""Iya, Guru. Kau lihat!" Wanara bangkit dan langsung ambil ancang-ancang kemudian menghentakkan kakinya melompat tinggi ke udara dengan begitu ringan dan mudahnya.
Baca selengkapnya
Hadangan Dari Tiga Perampok
Di suatu hari, bertepatan dengan pergantian musim hujan ke musim kemarau. Wanara dan sahabat-sahabatnya tengah berkumpul di bawah atap pendapa sambil berbincang-bincang."Wanara, nasibmu jauh lebih bagus daripada aku yang lebih dulu menuntut ilmu di sini," ujar Wora Saba tersenyum mengarah kepada Wanara."Kau lebih hebat dariku, Wora Saba," sahut Wanara tetap merendah."Sewaktu di padepokan Ki Wirya Tama, katanya kau diajarkan ilmu pamungkas untuk menghindari malapetaka. Benarkah?" tanya Wora Saba lirih."Iya, itu memang benar. Tapi, belum sepenuhnya sempurna," jawab Wanara. "Kau lihat sendiri, terbang saja aku masih belum bisa tinggi!" sambung Wanara."Intinya kau harus yakin dan jangan putus asa!" Wora Saba senantiasa memberikan dukungan kepada sahabatnya itu."Berkat ajaran dari guru, yang tanpa lelah. Baik itu Guru Wirya Tama ataupun Guru Resi Wana. Keduanya sudah membuat bangkit semangatku untuk menekuni ajaran dari mereka secara terus-menerus sian
Baca selengkapnya
Kembali Ke Kampung Halaman
Wanara hanya tersenyum-senyum melihat ketiga kawannya sedang bertarung melawan ketiga perampok itu."Aku tidak mempunyai pasangan untuk berkelahi," teriak Wanara."Kau diam saja. Ini urusan kami!" Wora Saba menyahut sambil terus menggempur musuhnya."Ya, sudah. Aku jadi penonton saja!" Wanara langsung melangkah mundur dan duduk santai di sebuah batang pohon yang roboh yang ada di pinggiran jalan tersebut.Setelah lama bertarung. Akhirnya, Wora Saba dan kedua rekannya mendapatkan kemenangan, dengan sangat mudahnya mereka sudah menjatuhkan keempat pria paruh baya itu. Lantas, Wanara bangkit."Hai, Pak tua! Memangnya kalian ini tidak ada kerjaan lain selain jadi perampok?" tanya Wanara berkecak pinggang di hadapan ketiga perampok itu."Tidak ada lagi Raden. Kami terpaksa menjalankan pekerjaan seperti ini," jawab salah satu dari mereka tampak gemetaran, ketika melihat sebuah sinar keluar dari bola mata Wanara."Apa kau bilang? Pekerjaan?!" Wanara menge
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
13
DMCA.com Protection Status