Semua Bab KARMA : Bab 31 - Bab 40
91 Bab
Bab 31
POV RARA "Rara tunggu! Kamu mau kemana?" cegat Lingga. Dia menarik tanganku hingga akhirnya aku pun terpaksa menghentikan langkah kakiku. Malu juga kalau sampai dilihat banyak orang. Aku paling anti membuat kegaduhan di depan umum. Itu sama saja mempermalukan diriku sendiri. "Aku mau pulang," desisku sedikit malas. "Tapi kenapa? Dan kamu kenapa bicara seperti itu tadi? Kamu bohong 'kan? Kamu tidak dijemput oleh laki-laki yang bernama Bima itu? Jelas-jelas kamu tahu aku tidak menyukainya. Aku sudah katakan sebelumnya saat aku bertemu dengannya di warung pecel lele kamu! Aku sudah memintamu untuk tidak berhubungan dengannya!" tekannya.  Mas Bima adalah langganan pecel lele di tempatku. Dia sangat ramah, baik, sopan pada Mama. Bukan hanya itu, keluarganya juga sangat ramah. Dia tinggal bersama Kakek dan Neneknya. Biasa Mas Bima memanggil mereka itu Eyang. Saat aku harus berpura-pura menjadi kekasihnya, Eyang putri begitu menyukaiku.
Baca selengkapnya
Bab 32
POV DILA "Lingga, pasti sekarang Rara berpikir yang bukan-bukan tentang aku. Dia sudah melihat status yang telah aku posting," ucapku mencoba untuk membuka suara. Lingga mengusap wajahnya yang terlihat gusar dengan kedua tangan. Mungkin saja perasaannya terasa hancur. Baru kali ini aku melihatnya serapuh itu. Ya, Lingga memintaku untuk memposting status yang membuat Rara berpikir, seakan-akan aku dan Lingga bersama. Sebenarnya ini permintaan yang konyol. Namun, entah kenapa aku mau saja menurutinya.  "Biarkan saja, Dil. Toh sampai kapanpun perempuan itu tidak akan pernah mau menerimaku." Dia terdiam untuk sejenak. "Dia tidak akan pernah menerimaku, karena dia tidak ingin melukai perasaanmu. Atau mungkin memang tidak pernah ada cinta untukku?" lirihnya terdengar samar.  "Kamu bilang apa, Ngga?" tanyaku untuk memastikan kembali apa yang telah aku dengar.  "Hem, tidak apa-apa. Tidak akan merubah keadaan, mau kit
Baca selengkapnya
Bab 33
Mendengar Lingga ingin berbicara, semua orang pindah ke ruang keluarga. Meskipun AC di rumah Lingga masih menyala, tubuhku tetap merasakan hawa panas.    "Kamu ngapain sama dia Lingga? Sudah Papa bilang bukan? Jangan berhubungan dengan anak Pak Adrian!" tegas Pak Bram.   "Lingga mohon, Papa tenang dulu. Dengarkan Lingga cerita," ujarnya membuat jantungku semakin berdegup. Rasa hati ingin berada di dekat Lingga dan tidak ingin jauh darinya.   "Kamu ngapain mepet-mepet anak saya?" bentak Mama Lingga. Aku tidak peduli. Aku tetap berada di samping Lingga mencari perlindungannya.   Mama … maafin Dila, hari ini Dila harus siap dipermalukan untuk yang kesekian kali. Maafkan Dila
Baca selengkapnya
Bab 34
POV RARA Rasanya baru kemarin Dila berpamitan, tapi sudah satu bulan saja. Apa dia baik-baik saja? Dia berjanji akan mengabariku, tapi hingga saat ini tidak ada kabar tentangnya yang aku terima. Lingga masih sama seperti biasa, hanya saja yang aku lihat akhir-akhir ini dia lebih banyak diam. Sejak malam itu, aku dan Lingga seperti orang yang tidak pernah saling kenal sebelumnya. Aku sih masa bodo, cuma aneh saja melihatnya seperti itu. Masa bodoh, walaupun diam-diam memikirkannya, heheheh … tak apalah, itu manusiawi. Nanti juga akan hilang dengan sendirinya.   "Bengong aja!" sentak Mas Radit membuyarkan lamunanku.   "Apa?"    "Jadi nggak kerja di tempat Bima?"   "Gimana ya?" Lingga terlihat melirik ke arahku. Namun fokusnya kembali pada jus alpukat yang sedang diaduk-aduk olehnya. Wajahnya terlihat murung dan tidak bersemangat.   "Kamu kebanyakan mikir. Kamu ini cerd
Baca selengkapnya
Bab 35
"Masya Allah, cantiknya putri Mama hari ini," ucap Mama saat melihatku sudah berpakaian rapi dan memakai tas selempang kecil andalan.  "Kan hari jumat ini, ada acara amal seperti biasa, Ma. Oh iya, Mama mau kasih tambahan nggak?"  "Oh iya, Mama lupa. Sama Bima ya?" tanya Mama. "Iya, Ma. Sebentar lagi Mas Bima jemput Rara." "Sebentar, Mama ambil amplop dulu. Tunggu ya." "Siap, Ma." Tin …. Tin ….! Bunyi klakson mobil Mas Bima sudah terdengar di depan gerbang. Segera aku pun memanggil Mama.  "Ma! Cepetan, Mas Bima sudah datang!"  "Iya, ini Mama lagi keluar sebentar lagi!" Tak lama pun Mama muncul dengan tergesa-gesa.  "Ini." Mama memberikan amplop yang dipegangnya padaku. Aku pun segera memasukkannya ke dalam tas. Segera aku dan Mama pun keluar menemui Mas Bima.  "Mas! Maaf nunggu lama," ujarku. Melihat Mama ada bersamaku, Mas
Baca selengkapnya
Bab 36
"Aku …  aku … apa maksud kamu Ra? Mas nggak ngerti kamu tuh mau ngomong apa, coba deh kamu tenangin diri dulu baru kamu ngomong sama aku. ngomong aja nggak usah malu-malu tegas," Mas Bima. "Jangan suka bikin orang penasaran Rara sayang, yang imut manis dan lucu unyu unyu," lanjutnya sambil menatap hangat mataku. Sejenak aku termangu menggigit-gigit bibir karena merasa malu. "Jangan jadikan aku kekasih pura-pura kamu Mas," lontarku sambil memejamkan mata.  "Terus?"  "Ih nggak jadi lah! Oke kita lanjut aja."  "Nah gitu dong. Masa sudah setengah jalan mau mundur," ucapnya kembali terfokus pada setir kemudinya. 'Intinya, hari ini aku merasa sangat bahagia. Mas Bima, jujur… kamu memberi warna baru dalam duniaku. Sejak malam tadi dan hari ini. Ingin sekali rasanya kukatakan, aku mencintaimu. Namun aku tidak memiliki keberanian. Lagipula aku perempuan, dan perempuan itu menunggu.' Derrrt
Baca selengkapnya
Bab 37
Mas! Kamu jangan bercanda deh, nanti kamu ngeprank lagi!" sungutnya dengan memanyunkan bibir. Terlihat sangat manis dan menggemaskan sekali. Ingin rasanya aku mencubit pipinya yang cabi.   Sebenarnya apa yang aku ucapkan padanya murni dari dalam hati. Hanya saja lewat gurauan dan sebuah canda. Jadi wajar kalau gadis manis yang berada di hadapanku saat ini tidak mempercayainya. Tapi aku berharap kali ini dia mau menerimaku. Ini serius dan bukan tengah bercanda.    Lagi pula, setelah mengenal sosok Rara, seperti ada yang mengisi sepi hatiku. Awalnya hanya pembeli dan pedagang. Semakin lama menjadi seorang teman. Mulai berani meminta tolong, saling mengenal lebih dalam dan akhirnya tumbuh cinta. Meski aku tidak tahu bagaimana perasaan Rara yang sebenarnya.  
Baca selengkapnya
Bab 38
Selepas shalat Maghrib berjamaah, aku mengutarakan niat menikahi Rara pada Mama Lirna.  "Kamu serius Bim? Mau menikahi Rara?" tanya Mama Lirna. "Jangan bergurau kamu, Bim. Mama saja tidak bisa membedakan mana serius mana bercanda," ujarnya. Tidak pernah kusangka, ternyata gurauanku memiliki efek samping luar biasa. Bahkan saat serius pun mereka anggap aku bercanda.  "Ma, serius. Sekarang Mama mau terima Bima jadi menantu Mama atau tidak? Lihat, Bima sudah memakaikan cincin di jari manis Rara," ujarku menunjukkan jari Rara yang sudah memakai cincin dariku. "Kalau kamu serius sih Mama setuju, Bim. Kamu tolong secepatnya saja nikahi Rara. Supaya apa? Supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Bahaya pacar-pacaran," ujarnya. "Oh kalau itu sudah pasti Ma."  "Rara sayang … kamu sudah siap jadi istri dari Bima?" tanyaku menatap wajahnya. "Sudah siap, Tuan Bima. Jangankan istri aku pun sudah siap jad
Baca selengkapnya
Bab 39
POV LINGA PLAK! Baru saja kembali, sebuah tamparan cukup keras mendarat di pipiku. Seharian ini aku memang mencari informasi tentang Dila dan tidak menemui gadis yang mereka suruh untuk kutemui.  "Kamu itu memang hobinya bikin malu keluarga Lingga!" geram Papa. Semua orang di ruang keluarga menatapku sinis.  "Kenapa kamu tidak menemui Kartika, Lingga? Dia hampir seharian menunggu kamu! Untung ada Adi yang Papa suruh menemuinya!" "Nah, kenapa Papa sibuk menjodohkan aku, Pa? Papa bisa menjodohkan Kak Adi. Toh dia itu lebih tua dari Lingga usianya. Lingga tidak mau dijodohkan sama siapapun, Pa. Cinta Lingga hanya untuk Dila!" tegasku penuh penekanan.  "Jangan pernah atur hidup Lingga! Lingga yang akan menjalani rumah tangga. Bukan Mama, Kakek, Kak Adi ataupun Papa! Mulai saat ini, aku tidak akan menerima perjodohan dengan siapapun! Lingga akan mencari pendamping Lingga sendiri!" kesalku kemudian memi
Baca selengkapnya
Bab 40
POV RARA Dua minggu kemudian setelah Mas Bima melamarku bersama Kakek dan Neneknya…. "Sah!" ucap para saksi bersamaan. Hatiku merasa lega. Segera aku pun mencium punggung tangan seseorang yang telah menjadi suamiku ini. Sekarang aku sudah menjadi istri sah dari Mas Bima Rangga Prayoga, seorang CEO muda lagi tampan. Terpancar kebahagiaan di raut wajahnya. Terlihat dia sangat bahagia. Mama yang duduk di dekat Eyang terlihat mengusap air mata. Apa yang Mama pikirkan? Seandainya pernikahan ini disaksikan oleh semua keluarga besarku. Mama, Papa, Tante Tania, Dila. Pasti akan lebih bahagia. Benar ternyata ucapan Papa dulu, dia tidak akan menjadi wali nikahku.  Rencananya, acara pernikahan ini diselenggarakan dengan cara sederhana, tapi ternyata hasilnya banding terbalik. Mas Radit menyiapkan semua semewah mungkin. Pernikahan kami pun diselenggarakan di sebuah gedung megah. Mas Radit bilang, tidak mungkin seorang Bima mengadakan acara per
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status