Semua Bab JANGAN HINA AKU MANDUL: Bab 11 - Bab 20
66 Bab
PART 11
 POV IbuDrrrt drrrtt ....Bunyi ponsel berdering, hari ini Luna yang menjagaku. Resti anak bungsuku dijadikan budak setelah Iyem tak mau bekerja denganya sedangkan dia duduk manis didepanku dengan sesekali tersenyum. "Buk... Semua sudah seperti semula. Mas Tama dia udah kembali lagi ke kantor. Dan aku jadi nyonya dirumah ini, tapi masalahku sekarang hanya Ibuk, buk! Karena ibuk mengetahui segalanya," bisiknya dengan tersenyum kecut. Aku gemetar hendak menimpuknya. Namun lenganku terasa lemah tak berdaya untuk diangkat. "Kenapa? ibu mau marah?" ledeknya lagi memasang wajah datar. "Buk, maaf. Aku harus segera pergi! Aku akan hasut mas Tama jual semuanya. Mengambil uangnya dan pergi deh dari sini," jelasnya dengan enteng. Aku coba menghela nafas sesak. Sontak Luna melirik Resti yang sedang mengepel."Bungsunya ibuk berbakat banget, buat jadi babu. Baguslah. Setidaknya aku gak keluar duit untuk sementa
Baca selengkapnya
Bab 12
 POV LUNASialan aku harus bagaimana, aku bisa saja gila karena ini. Dulu mas Herman sekarang Resti sampai kapan aku akan tetap ikuti permainan dia. Jika aku tidak bersandiwara pasti aku mati juga ditangannya, mana aku janjikan padanya bahwa aku bakal ambil harta mas Tama secepatnya. Jujur, aku tidak ingin pergi bersama dia membawa kabur harta mas Tama. Tuhan bagaimana caranya aku bisa kabur dari jerat Dion. Pria psikopat dengan kelainan sekss itu. Mengenalnya adalah malapetaka yang terbesarDrrrrrrrrrrt drrrrrt...."Hallo?" ujarku gemetar mengangkat telpon dari Dion."Dia sudah lenyap. Aku temukan karung itu hanyut terbawa air," desisnya, aku mendegup dengan mata membulat dan gemetar. Belum percaya saja rasanya Resti sudah tiada dan akulah pembunuhnya. "Aa-kk-u Tt-takut mas,"lirihku gemetar. "Kamu tenang saja. Makanya jangan bertele-tele! Ambil uangnya dan segera pergi dari situ. Aku akan tetap mengawasimu," ujarnya
Baca selengkapnya
Bab 13
POV ARUMSore berkunjung, setelah mengambil keputusan untuk kembali ke rumah, Mas Hadi sangat marah dan kecewa padaku. Aku memang egois tapi aku harus lakukan ini. Bagaimanapun aku wanita bersuami. Sampai detik ini mas Tama belum menandatangani surat perceraian. Walau aku tak tau apa alasannya. Yang jelas kenyataannya aku masih istri sah mas Tama. ..********* Tok tok tok....!Bunyi ketukan pintu, membuatku gemetar. Aku persiapkan mentalku untuk menemui mereka terutama istri kedua mas Tama. Trakt! Bunyi daun pintu terbuka, mata Luna membulat saat melihat aku berdiri bersama bik Iyem membawa barang-barangku."Nng-apain kamu kesini?" tanyanya, tanpa pikir panjang aku nyelonong masuk dan menyapu pandangan ke seluruh ruangan. "Bik rapikan kamar ya? Aku capek mau segera istirahat," titahku pada bik iyem"Baik non."Luna geram dan langsung menghampiriku menghunuskan
Baca selengkapnya
Bab 14
POV TAMA"Arum...apa yang terjadi?" tanyaku saat Arum masih nanar dengan tatapan mata berkaca-kaca. "Arum?"panggilku lagi, Arum menoleh dengan tatapan hambar."Mas, maaf? Aku akan segera selesaikan ini," ujarnya berlalu pergi, aku kembali menghenyak kursi kerjaku dengan perasaan gundah. Pria itu, sebelumnya pernah dekat dengan Arum apa yang terjadi hingga Arum menjual semua aset padanya. Aku tidak tau bagaimana Arum menyelesaikan masalahnya dengan pria itu, masalah baru ini benar-benar membuatku pusing, tak ada yang bisa aku lakukan untuk perusahaan ini lagi, aku harus kembali ke rumah. Sesampai di rumah aku temui Luna tengah bermain dengan Geby, aku mencoba untuk  tidak menemui dia dulu dan langsung mengecek kamar Resti. Rasa rindu dan penasaran padanya kenapa dia tiba-tiba menghilang dan mengirimi aku sebuah pesan misterius itu membuat banyak pertanyaan  bersarang di kepalaku. "Apa yang terjadi sebenarnya?
Baca selengkapnya
Bab 15
 POV RESTIDua hari berlalu aku kembali ke rumah memantau keadaan dari kejauhan. Mendadak aku cemas melihat mba Arum sekarang tinggal di rumah bareng Luna dan mas Tama, takut-takut Luna juga perlakukan mba Arum sepertiku sebelumnya. Hatiku terenyuh saat melihat ibuk diajak jalan mbak Arum pakai kursi roda ke halaman rumah. "Wanita itu? Mana dia?" lirihku. Hari sudah mulai gelap, mba Arum membawa masuk lagi ibuk ke dalam. Aku pun beranjak hendak pergi kembali ke rumah Irfan. Sekitar jarak lima meter aku melihat Luna turun dari taxi. Secepat kilat aku sembunyi di balik pohon. "Ini sudah hari keberapa, aku belum juga bisa membujuk mas Tama, aku harus bagaimana?" gerutunya berjalan menuju pagar. Di bawah pohon ini minim pencahayaan, mungkin jika aku berdiri dari sini Luna akan melihatku seperti penampakan. "Mba.. Luna," desisku memanggilnya, sontak saja langkah wanita itu terhenti dan membalik dengan gemetar. Aku tertunduk denga
Baca selengkapnya
Bab 16
  PART POV RESTI Darahku serasa terhenti saat melihat pembunuh itu berada di depan pintu, aku tak menyangka dia bisa mengetahui keberadaanku, pria itu tertawa renyah melangkah masuk. "Jj-jangan mendekat!" bentakku mendorong pintu sontak saja pria itu menghempas pintu kuat hingga aku terjatuh.  "Sayang sekali, aku harus habisi kamu malam ini cantik...," desisnya menyeret lenganku lagi untuk berdiri, aku gemetar dan coba berontak.  "Lepas!" hardikku berusaha lepas dari cengkramannya. "Kalo di lihat-lihat kamu cantik juga?" desisnya memandangi dengan nafsu,  aku jijik dan sekuat tenaga berontak. Pria itu menyeretku ke kamar hingga jemariku dapat menjangkau vas di lemari, secepat kilat aku layangkan ke kepalanya, Membuat cengkramannya terlepas dan tampak oleng memegangi kepalanya yang telah bersimbah darah. Seketika aku nanar melihatnya dan coba berlari keluar. Namun, aku salah, pria itu lebih sigap menangkis la
Baca selengkapnya
BAB 17
POV ARUM   Mas Tama dia sangat kecewa padaku, hingga dia memilih diamkan aku di rumah, disini dirumah Hadi aku belum terbiasa, lagipula aku belum bercerai dengan mas Tama. Aku gundah entah apa pilihan yang harus aku ambil.    "Arum?" sapa mas Hadi membuyarkan lamunanku di taman rumahnya. Sontak aku menoleh dan berkata.    "Ya mas, sehabis mengantar Caca tadi les. Aku pilih balik lagi,  ini sudah sore mas. Aku harus kembali pulang," tuturku, sedikit wajah mas Hadi berubah.    "Pulang kemana? Ini rumahmu Arum," tekannya tak habis pikir. Aku berdesih sedikit dan berucap.    "Mas aku males bahas yang beginian. Berapa kali aku katakan padamu mas. Aku belum bercerai dan aku masih istrinya mas Tama," ujarku, mas Hadi menghela nafas berat dan beranjak mengambil sesuatu. 
Baca selengkapnya
Bab 18
 POV ARUM 'Mas Hadi maaf, aku diamkan mas seperti ini mas, mas memang yang terbaik tapi kita tidak di takdirkan  untuk bersama, mas benar aku begitu mencintai mas Tama hingga aku tidak bisa membuat keputusan. Aku hanya ingin tinggal dengannya sekarang, entah kenapa aku tidak tega untuk membuat dia terluka. Aku sudah terbiasa denganya kami melalui susah dan senang bersama aku tau betapa rapuhnya mas Tama sekarang, aku tidak ingin pergi aku ingin bersama mas Tama hingga dia terasa sempurna saat bersamaku. Namun entah kenapa ada kalut dalam hatiku yang tak bisa aku artikan. Aku masih merasa bimbang.'  "Arum!" bentak Risa membuyarkan lamunanku, aku menoleh ke pintu. Wajah temanku sudah tampak tak bersahabat aku coba memandanginya datar dan membuang muka. Palingan dia ingin membahas mas Hadi.  "Aku tak habis pikir ya sama kamu Rum? Kamu kembali kesini dan m
Baca selengkapnya
BAB 19
POV ARUM   Hanya satu kata yaitu gundah!, aku berniat untuk membalas mereka semua, tapi nyatanya aku terjebak dalam permainanku. Aku bahkan tak bisa membalas lebih kejam ataupun setara, kenapa begitu mudahnya aku bisa menghapus semua luka-luka itu yang tersemat bak duri menancap bertahun-tahun. *** Sore ini aku menghampiri Resti di kamarnya, ia tampak melamun memandang jauh keluar jendela. Aku menghampirinya karena sempat bingung kenapa seharian dia tidak keluar kamar.  "Ada apa? Kamu sangat terlihat bersedih semenjak hari itu?" tanyaku, Resti menoleh menyunggingkan senyum. "Tak ada apa-apa mbak, Resti hanya ingin sendiri saja," tukasnya, aku menghenyak di kasurnya dan coba melihat mimik wajahnya lebih dekat.   "Sepertinya ada yang menganggu pikiranmu?" desisku.
Baca selengkapnya
Bab 20
POV ARUM  "Duduk!" perintah mas Hadi. Dengan langkah gontai aku melangkah dan menghenyak.  "Kurasa saya tidak perlu mengajukan banyak pertanyaan lagu untukmu," ujarnya, aku masih bungkam.   "Karena saya sudah tahu betul bagaimana cara kerjamu. Tapi sekarang kembali lagi padamu, apa kamu masih ingin bekerja untukku?" tanyanya, aku sedikit menghela nafas dan coba melihat wajahnya.   "Aku datang untuk interview, aku berharap bapak bisa profesional disini," tukasku, mas Hadi tampak manggut-manggut.  "Oke baiklah, saya akan profesional. Mengingat saya cukup mengenalmu, dan selama yang saya tahu, kamu cukup berpengalaman dan memiliki kinerja bagus," ucapnya sambil memandangku lekat. Aku masih tak habis pikir melihat raut wajahnya, dan bahasa dia yang tidak bersahabat, apa it
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status