Semua Bab Salah Kamar: Bab 41 - Bab 50
55 Bab
41. Julian Tak Mau Bercerai
Doni dan Anes sampai di rumah orang tua mereka sudah pukul sebelas tiga puluh malam. Seisi rumah telah sepi. Semua orang sudah bergelung di balik selimut, berharap bertemu dengan mimpi indah yang mampu membuat pagi mereka lebih indah. Di lantai dua rumah mereka. Doni berbelok ke kanan untuk menuju kamarnya, sedangkan Anes berbelok ke kiri untuk masuk ke kamarnya. Sedangkan kamar dua adik kembar mereka ada di bawah, di dekat kamar orang tuanya. Anes menguap beberapa kali sampai matanya berair. Lekas ia mencuci wajahnya dan mengganti pakaian. Mandi malam bukan pilihan yang tepat, mengingat udara di luar sangat dingin. Bahkan sampai masuk ke dalam kamar, udara dingin itu masih menembus pori-porinya. Anes memutuskan tidak menjelaskan AC. Dia sudah cukup puas hanya dengan udara dingin dari alam."Kamu di mana? Ini sudah malam?" Anes membaca pesan dari Julian saat baru saja hendak memejamkan mata. "Aku menginap di rumah Papa. Tidak mungkin aku
Baca selengkapnya
42. Julian Koma
“Julian koma.” Napas Anes tertahan saat dokter mengatakan bahwa Julian koma. Bukan hanya tak sadarkan diri sesaat, melainkan menutup mata sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Setelah Julian kembali mengeluh sakit kepala hingga berakhir pingsan di ruang keluarga rumah orang tuanya, kini dokter malah mengatakan suaminya itu koma. Anes tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Matanya terasa sangat panas dan nyeri. Ingin sekali ia menumpahkan air matanya saat ini. Bukannya sedih atas komanya Julian, tetapi merasa kesal dengan jalan takdirnya. Ia yang tadinya merasa semua akan cepat berakhir dengan perceraiannya dengan Julian, tetapi lelaki itu malah koma. Lalu, apakah  boleh jika dia berharap Julian mati saja? Julian memang kejam, tetapi tidak akan sekejam itu pada Julian. Karena bagaimana pun lelaki itu pernah menjadi orang yang penting dalam hidupnya.Suara hentakan cepat sepatu yang menyusuri lorong rumah sakit, membuat Arya dan Anes
Baca selengkapnya
43. Nyonya Erlita
 Anes membuka mata perlahan, saat hidungnya mencium aroma menyengat dari obat-obat dan disinfektan. Awalnya memang samar, tetapi setelah ia mengerjapkan matanya beberapa kali, barulah pandangannya jelas. Ada Mama, Papa, Doni, dan juga Taka di sana. Anes menggerakkan kepalanya ke samping untuk memastikan dia ada di ruangan apa. Selang infus yang menggantung di samping kananya membuatnya yakin bahwa ia tengah berada di kamar perawatan rumah sakit.“Ma, Pa.” Anes merasa tenggorokannya amat kering hingga terasa sakit untuk mengeluarkan kata-kata. Semua yang ada di sana menoleh da nada tatapan penuh sukur saat melihatnya membuka mata. Ririn berjalan cepat mendekat pada anaknya, lalu memberikan air mineral. Anes menyeruputmya dengan sedotan, karena tubuhnya masih sangat lemas untuk bergerak. Kepalanya juga terasa amat pening. Anes memegang pelan perban yang melilit di kepalanya. Matanya membulat sempurna, saat ingat satu hal, perutnya. Pandanganny
Baca selengkapnya
44. Percobaan Bunuh Diri Anes
"Anes, Sayang ... turun, Nak ... jangan seperti ini." Arya merayu putrinya agar tidak nekat loncat dari balkon. Anes sama sekali tidak menoleh ke belakang. Pandangannya melihat ke bawah, di mana hamparan rumput hijau menghiasi pekarangan rumah orang tuanya yang asri. Arya sangat merasa ngeri karena Anes sudah berdiri di atas tembok. Kedua kaki anaknya juga nampak sedikit bergoyang ke kanan dan ke kiri, mencari keseimbangan."Anak Anes kasihan, Pa. Anes harus menemaninya," gumam Anes dengan suara bergetar. Arya tak kuasa menahan tangis. Sebelah tanganny mengubungi Taka, melakukan video call. Beruntung Taka sedang packing barang dan ponsel ada di dekatnya. Melihat nomor siapa yang memanggil, dengan cepat Taka menggeser layar terima panggilan video.Ponsel diarahkan kepada Anes yang sudah berdiri di tembok balkon. Terdengar pekik dari Taka di seberang sana."Bicaralah pada Anes. Cepat!" Arya menyalakan speaker ponselnya agar Anes mendengar suara Arya.&
Baca selengkapnya
45. Kejutan untuk Permana
"Anes, Sayang ... turun, Nak ... jangan seperti ini." Arya merayu putrinya agar tidak nekat loncat dari balkon. Anes sama sekali tidak menoleh ke belakang. Pandangannya melihat ke bawah, di mana hamparan rumput hijau menghiasi pekarangan rumah orang tuanya yang asri. Arya sangat merasa ngeri karena Anes sudah berdiri di atas tembok. Kedua kaki anaknya juga nampak sedikit bergoyang ke kanan dan ke kiri, mencari keseimbangan."Anak Anes kasihan, Pa. Anes harus menemaninya," gumam Anes dengan suara bergetar. Arya tak kuasa menahan tangis. Sebelah tanganny mengubungi Taka, melakukan video call. Beruntung Taka sedang packing barang dan ponsel ada di dekatnya. Melihat nomor siapa yang memanggil, dengan cepat Taka menggeser layar terima panggilan video.Ponsel diarahkan kepada Anes yang sudah berdiri di tembok balkon. Terdengar pekik dari Taka di seberang sana."Bicaralah pada Anes. Cepat!" Arya menyalakan speaker ponselnya agar Anes mendengar suara Arya.&
Baca selengkapnya
46. Balasan untuk Mira
"Ma, Mira mohon maafkan Mira." Wanita itu bersimpuh dengan amat menyedihkan di bawah kaki sang ibu angkat. Erlita adalah wanita yang baik hati telah mengangkatnya menjadi anak sejak berusia belum genap lima tahun. Erlita mengadopsi Mira dari panti asuhan dan menyayangi wanita itu dengan sepenuh hatinya. Padahal saat itu dia tengah mengandung Julian. Sayang sekali, kasih sayangnya selama puluhan tahun dibalas kepahitan oleh Mira. Hingga Erlita harus berobat ke psikiater karena tidak bisa memejamkan mata. Apa dia terlihat rapuh? Tidak. Erlita pantang mengeluarkan air mata untuk kepedihan hidup yang dialaminya."Apa saat kamu mendesah di bawah suamiku, kamu mengingatku? Tentu saja tidak. Jika kamu mengingatku, tentu hal seperti ini tidak terjadi. Aku sangat menyesal sudah memungut sampah busuk yang menyebabkan keluarga besarku tercemar penyakit darimu. Hapus saja air mata itu, aku tidak akan pernah iba dengan air mata buaya wanita pelakor sepertimu." Erlita beranjak
Baca selengkapnya
47. Bercerai dari Julian
Semua penghuni rumah Anes keluar begitu mendengar suara gaduh di depan rumah. Arya mematung dengan mulut setengah terbuka melihat ada pertunjukan topeng monyet di pekarangan rumahnya. Baliho berukuran sedang yang berisi kalimat pengungkapan isi hati seorang yang tengah dilanda mabuk asmara, membuat Arya yang tengah berdiri di teras ikut tergelak. Sama halnya dengan Arya, Anes dan Laili pun tertawa terpingkal-pingkal dengan atraksi topeng monyet yang sangat menghibur. Jika biasanya mereka hanya tampil lima menit untuk satu pertunjukan, kali ini, hampir setengah jam topeng monyet itu beratraksi. Dua adik kembar Anes yang sedang duduk di bangku SMP pun ikut tergelak menonton topeng monyet.Atraksi selesai. Taka mengeluarkan sejumlah uang dari dompetnya, lalu diberikan pada dua orang dalang topeng monyet. Baliho yang membentang sudah dilipat kembali oleh Taka. Sungguh pemandangan yang sangat konyol bagi keluarga Arya. Doni pun ternyata ada di sana membantu Taka membe
Baca selengkapnya
48. Restu untuk Doni, tidak untuk Anes
“Lalu … bagaimana dengan Doni, Pa? Apakah hubungan Doni dengan Arum harus ditunda juga sampai urusan dengan Julian selesai?” tanya Doni dengan takut-takut. Keringat sudah membanjiri kening dan juga baju kaus kemeja yang ia pakai. Sungguh bagaikan tengah ditanya oleh malaikat maut jika seperti ini. Detak jantungnya semakin tidak karuan, saat melirik Arum yang juga sama basahnya seperti dirinya.“Memangnya yang mau bercerai dari Julian itu kamu?” balas Arya sambil menahan gelak tawanya. Laili dan Anes pun hampir pecah tawanya mendengar jawaban sang suami. Wajah garang Arya sudah mencair. Lelaki paruh baya itu memang tidak ada masalah dengan hubungan Doni dan juga Arum. Walau wanita yang dicintai putranya itu memiliki keterbatasan, ia sama sekali tidak keberatan.“Ish, Papa! Memangnya Doni alemong?” semua kembali tertawa dan suasana kembali bersahaja. Arum juga akhirnya bisa bernapas lega dengan respon yang diberikan keluarga Don
Baca selengkapnya
49. OTW Menjanda
Jika ada kontes pria paling menyebalkan se-Indonesia, maka Julian sudah pasti sebagai pemenangnya. Bagaimana bisa lelaki itu dengan mudahnya berakting koma untuk sekian lama hanya agar tidak diceraikan oleh istrinya? Apakah kecelakaan ini juga termasuk dalam skenarionya?Anes tidak mau memikirkan apapun. Kakinya melangkah lebar dan cepat untuk segera meninggalkan rumah sakit. Tidak perlu menunggu sampai besok, sore ini juga dia akan ke Pengadilan Agama untuk mengajukan gugatan perceraian pada Julian. Teriakan dari ibu mertuanya sudah tidak lagi ia hiraukan. Air bening menggenang di matanya dan siap terjun bebas membasahi kedua pipinya. Ada perasaan lega, sekaligus kecewa dan juga kesal. Lega karena sebentar lagi niatannya menjadi janda semakin cepat terealisasi, tetapi sekaligus kecewa dan juga kesal dengan Julian dan dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia tertipu kembali dengan kelakuan Julian yang sungguh tega dengan dirinya. Jika kemarin ia masih memili
Baca selengkapnya
50. Pernikahan Doni dan Arum
Ririn beserta suaminya, serta Arya dan juga Laili sudah berada di rumah Taka untuk menyaksikan pernikahan siri dari Doni dan Arum. Ada Bude dan beberapa perangkat lingkungan serta tetangga yang juga hadir di sana.  Doni sudah siap melakukan ijab kabul dengan meminjam baju koko muslim milik Taka. Sedangkan Arum sudah dirias sederhana oleh ibu-ibu tetangga. Arum mengenakan kebaya yang dipinjam dari tetangga. Walau sedikit kebesaran, tetapi Arum tidak punya pilihan lain. Tidak mungkin juga di menikah dengan baju daster batik'kan?"Bisa kita mulai?" tanya Pak Ustadz pada semua yang hadir di sana."Dicepatin aja, Pak. Saya sudah siap," balas Doni dengan penuh semangat. Tamu yang hadir di sana pun akhirnya tertawa. Semua wajah memandang Arum dengan penuh suka cita. Akhirnya, masa jandanya berakhir dengan mendapatkan jodoh dokter muda, perjaka pula.Banyak tetangga juga yang iri pada keberuntungan Arum. Termasuk Taka dan Anes yang duduk berdampingan sambil menahan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status