Semua Bab Salah Kamar: Bab 31 - Bab 40
55 Bab
31. Merindukan Anes
Ketiganya bergantian menatap Anes dengan pandangan bingung. Terutama Julian, lelaki itu membuka sedikit mulutnya seperti ingin mengatakan sesuatu, tetapi diurungkan. Anes berubah pemarah. Itu yang ada dalam pikiran Julian. Apa karena belum malam pertama dengannya?"Julian, kenapa kamu diam saja? Aku bilang cari baju kaus yang sudah kamu buang itu?" Anes kembali menggeram kesal. Tuan Permana dan istrinya sampai terlonjak kaget dengan emosi Anes yang benar-benar berubah. "Sayang, nanti kita bisa beli yang baru dan masih bagus. Lagian, ada apa dengan baju itu? Kenapa terlihat begitu berharga untuk kamu?" Julian mengiba. Wajah pucatnya belum hilang. Lemas dan tidak bercahaya."Aku tidak mau tahu, pokoknya harus dicari. Kalau tidak ...." Ketiga orang yang sedang memperhatikan Anes, memandang sengit sekaligus penasaran dengan lanjutan ucapan kalimat yang akan keluar dari bibir Anes."Kalau tidak, kita bercerai!" "Hah?" Julian melotot kaget. L
Baca selengkapnya
32. Taka Cemburu
Taka melamun memandang rintik hujan di jendela metromini yang sedikit retak. Segalanya berlangsung begitu cepat selama kurang lebih empat puluh hari ini. Rangkaian peristiwa yang membawanya bertemu dengan Anes. Membuat masa depan wanita itu rusak dan sekarang mengagumi bahkan menyukainya layaknya kekasih. Apakah dia termasuk lelaki tidak tahu malu? Haruskah ia benar-benar melupakan wanita itu? Wanita yang tengah mengandung anaknya. Walaupun bukan buah cinta antara mereka, tetapi bayi itu ada karena takdir Tuhan yang mempertemukan keduanya.Pantaskah saat ini jika dia egois? Ingin melihat wanita itu setiap hari, sebelum lelaki yang menjadi suaminya cedera. Kini, ia tidak bisa memandang wanitanya, bahkan dari jauh sekalipun. Pesan darinya juga sudah tidak dibaca. Bisa saja mungkin langsung dihapus. Taka merasa ada yang hilang pada sebagian dari dirinya. Ia kehilangan semangat bekerja karena Anes. Apa kabarnya dia? Apakah baik-baik saja? Taka mengusap embun yang menutupi pemanda
Baca selengkapnya
33. Julian yang Baru
"Kepala kamu masih sakit, Lian?" tanya Anes pada suaminya, saat mereka tengah menyantap sarapan. Lelaki itu tersenyum, lalu menggeleng."Aku baik-baik saja dan aku rasa akan lebih cepat sembuh jika aku bisa ... Yah ... bercumbu mungkin," sahut Julian dengan senyuman lebar. Jika dia adalah istri yang sedang dimabuk cinta pada suaminya, tentulah saat ini dia akan menarik paksa lelaki itu untuk masuk ke dalam kamar, tetapi kenyataannya, perasaan cinta itu mengikis perlahan. Dia bertahan sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Begitu Julian sembuh, maka dia akan meneruskan keputusannya. Sembuhnya kapan? Hanya Tuhan yang tahu, karena sampai saat ini isi di kepala Julian bahwa mereka pengantin baru."Aku tidak mau kamu sakit lagi dan pingsan untuk waktu yang lama hanya gara-gara bercumbu. Sabar dulu saja. Sudah, tidak perlu terlalu memikirkannya, makanlah dengan banyak biar kamu lekas sembuh," ujar Anes lagi dengan senyuman tipis. Tangannya cekatan mengambilkan nasi p
Baca selengkapnya
34. Mencari Taka
Malam kian beranjak semakin larut, mengantar mata-mata lelah untuk sampai ke peraduan. Bercumbu dengan selimut dan mimpi. Begitu hening dan tenang. Angin malam juga seakan malu-malu untuk bertiup, mengisi malam yang penuh keheningan. Dari jauh, masih terdengar suara kendaraan dan klakson yang nyaring. Namun, tak mampu membuat mata lelah seorang Anes untuk terbuka. Ia lelah menangis seharian. Taka dan Arum pergi tidak tahu ke mana. Ponsel pemuda itu juga tidak aktif. Menurut informasi yang ia terima, Taka sudah mengundurkan diri dari hotel. Anes tidak bisa menyembunyikan kesal, kecewa dan sedihnya, hingga dua pack tisu habis berserakan di dalam kamar. Betapa kaget bukan kepalang, Julian masuk ke dalam kamar dalam keadaan berantakan. Bukan hanya kamarnya, tetapi juga istrinya. Mata wanit itu sampai tinggal segaris, dengan pupil membengkak. Julian berlari menghampiri Anes, ikut duduk di dekat istrinya."Anes, kamu kenapa?" tanya Julian panik."Ap
Baca selengkapnya
35. Pilih Aku atau Kak Mira
"Istri Bapak hamil lima minggu." Kalimat itu masih terus terngiang-ngiang di telinga Julian. Pria itu duduk di kursi tunggu samping brangkar istrinya. Bungkam sambil menahan emosi yang berkecamuk. Jika dia saja belum menyentuh sang istri, lalu siapa yang menghamili Anes? Apa istriku berselingkuh di belakangku? Kalimat itu yang terus saja berputar di telinganya.KlekPintu ruangan terbuka. Nampak Arya dan juga Laili;istrinya datang dengan wajah panik. Keduanya berjalan cepat mendekat pada brangkar yang ditempati Anes."Pa-Ma," sapa Julian dengan senyuman tipis."Bagaimana keadaan Anes? Papa khawatir sekali tengah malam gini dengar kabar Anes kecelakaan tunggal. Memangnya apa yang dia lakukan di luar sana? Kenapa kamu tidak tahu istri kamu keluar rumah saat tengah malam?" cecar Arya pada Julian. Lelaki itu hanya bisa menunduk dengan perasaan bersalah.  Ia ingin membela diri, sekaligus menanyakan tentang empat puluh hari dia koma di rumah sakit, tetapi
Baca selengkapnya
36. Hati yang Patah
"Kita tidak bisa menentukan kapan kita harus jatuh cinta, tetapi kita bisa memutuskan, kapan harus meninggalkan cinta. Kamu lihat Taka, itu di sana ada Anes bersama suaminya." Arum menunjuk pemandangan jauh di depan mereka dengan dagunya. Seorang lelaki sedang mendorong wanita di atas kursi roda dalam keadaan perut yang cukup besar. Dialah Anes;wanita yang sudah enam bulan tidak ditemui oleh adiknya.Hari ini adalah jadwal Arum fisioterapi untuk kakinya. Semenjak ikut program pemerintah seperti BPJS, Arum sudah mulai rutin untuk latihan berjalan. Kakinya sudah lebih baik, walau masih terseret-seret untuk berjalan. Siapa sangka, di rumah sakit ini, mereka bertemu dengan Anes. Wanita yang tengah mengandung anak Taka. Anes baru saja keluar dari lobi sambil didorong oleh seorang pria yang ia yakini adalah Julian dan satu orang wanita paruh baya lainnya, tetapi Arum tidak mengenalinya."Besarkan hatimu dan kembali pada niat pertama kamu, muncul saat Anes melahi
Baca selengkapnya
37. Taka
Aku sangat menyukai angin, tetapi ia selalu berubah-ubah. Kadang dingin, kadang panas. Kadang ada, kadang pergi. Hingga aku sadar beberapa hal hanya cocok untuk bertemu, tidak untuk dimiliki.Taka masih menatap sendu layar ponsel yang menampilkan pesan mutiara di sebuah aplikasi. Bersama angin yang menerpa wajahnya sore ini, ia mengingat wajah Anes. Sedikit pun takkan pernah bisa ia hapus dari ingatan. Bagaimana hidung mancung wanita itu. Kulitnya yang putih bersih dan pernah ia sentuh. Lekuk wajah, tangan, bahkan kakinya begitu terpatri di ingatannya. Kedua sepatunya basah, karena angin membawa hujan menerpa dedaunan yang memberi tumpangan untuk berteduh bagi burung gereja yang tidak ingin basah. Dia persis di bawah pohon, di dekat halte kampus. Berteduh dari hujan cukup deras, karena tidak membawa mantel hujan. Taka baru saja kembali dari mengantar tiga puluh paket kepada pelanggannya. Sebenarnya bisa saja dijemput oleh kurir, tetapi Taka memilih mengantar send
Baca selengkapnya
38. Perjumpaan
"Katakan padaku, Mira! Kamu sedang berbicara dengan siapa?" Julian maju perlahan mendekati istrinya. Wanita itu sudah mematikan ponsel, lalu menatap Julian dengan ketakutan. Mulutnya sungguh ceroboh mengatakan apapun yang sebenarnya tidak boleh meluncur dari bibirnya."Ini, tadi Mama menelepon, menanyakan kabar kehamilanku. Kata Mama aku harus bertahan di sini, karena aku yang lebih berhak atas kamu, karena di dalam perutku ini adalah keturunan keluarga Permana. Makanya, tadi Mama sedikit keras padaku untuk memberitahu kamu, Lian," ujar Mira berbohong. Wanita itu tidak berani menatap mata suaminya. Ia berujar dengan mata yang gelisah. Julian tahu, ada yang disembunyikan Mira, meskipun apa yang dikatakan wanita itu tetap masuk akal."Hum ... Ya sudah, ayo masuk. Ini mau  Magrib, pamali ibu hamil berada di luar seperti ini." Julian menarik masuk Mira ke dalam kamar, lalu menutup serta mengunci pintu balkon. Tanpa diketahui oleh Raka, Mira sudah terlebih dahulu memat
Baca selengkapnya
39. Kasmaran
Langit benar-benar gelap, tetapi rintik hujan belum juga reda. Taka membawa Anes masuk ke dalam minimarket sejuta ummat, untuk membeli jas hujan. Jika hanya dia sendiri saja yang naik motor, tidak masalah kegerimisan, tetapi ini ada wanita yang tengah mengandung anaknya ingin ikut serta dan tidak mau bila naik mobil. Anes bersikeras ingin ikut Taka naik motor, pulang ke rumah kontrakan pemuda itu. Anes tidak mau ia sampai kehilangan jejak Taka untuk kedua kalinya.Anes memeluk pinggang Taka terlalu keras, sehingga pemuda itu kesulitan bernapas, tetapi ia tidak akan protes, ia akan membiarkan Anes melakukan  apapun yang wanita itu inginkan. Motor berhenti di sebuah warung baso. Jika Anes tidak bicara apapun mengenai perut besarnya yang lapar, maka Taka tahu persis apa yang diinginkan wanita itu saat ini. Bola mata Anes berbinar saat di depannya terpampang jejeran baso yang tertata di etalase."Saya lapar, temani saya makan ya?" Taka membukakan jas huja
Baca selengkapnya
40. Tebak-tebakan Tersangka
Uap kopi mengepul di udara. Aroma biji kopi yang sudah diseduh dengan air panas mendidih begitu sedap, menggoda kerongkongan untuk segera mencicipinya. Ditambah lagi cuaca di luar masih gerimis tipis-tipis. Menonton TV, menikmati film kolosal, ditemani sang terkasih sangat cocok dilewati malam ini. Namun berbeda keadaan yang sedang cukup mencekam di rumah tamu kontrakan Taka. Anes duduk berdampingan dengan sang kakak, sedangkan di depan mereka, duduk Taka dan juga Arum. Dua pasangan yang sepertinya menyimpan banyak kejutan dalam kehidupan percintaan mereka.Wanita yang biasa mereka panggil Bude, tentu saja merasa heran dengan keadaan di depannya, belumada satu orang pun yang bersuara memulai percakapan, padahal wanita paruh baya itu tahu, ada banyak pertanyaan bersarang di kepala dua pasang adik kakak ini.“Ehm … Bude merasa di rumah sedang tidak ada orang. Kenapa sepi sekali?” sindir wanita itu sambil menghidangkan potongan kue bolu yang dibawa oleh
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status