Semua Bab LOVE BITE : SLEEPING VAMPIRE (INDONESIA): Bab 61 - Bab 70
81 Bab
61. Tidak Seenak Milik Chesy?
Acasha menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Ia berusaha menggunakan intuisinya untuk memilih lorong mana yang harus dia lalui untuk menemukan kamar Athan karena dia sering melihat Athan berkeliaran di lantai bawah daripada lantai di atasnya.Setelah cukup lama menimbang-nimbang, akhirnya, Acasha memilih lorong yang terhubung menuju perpustakaan. Suasana di sana lebih tenang dan nyaman dibandingkan lorong satunya karena lorong tersebut jarang dilalui oleh penghuni mansion yang lain.Dengan langkah pasti dan penuh percaya diri, Acasha menjejakkan langkah di sana. Pencahayaannya temaram, mengandalkan lampu-lampu gantung di sisi kanan dan kiri dinding karena hari masih gelap dan orang-orang di mansion masih tertidur.Hanyalah Acasha yang tiba-tiba saja terbangun dan memiliki ide gila untuk berkeliaran di area mansion seorang diri. Padahal, ia baru saja mengalami insiden menakutkan beberapa jam lalu. Namun, itu tidak menjadi penghalang bagi Acasha karena At
Baca selengkapnya
62. Takut, Ya?
"Apa Tuan berubah pikiran?" Acasha mengulang pertanyaan. Suaranya terdengar sangat lirih, bahkan lebih mirip seperti berbisik. Berbanding terbalik dengan debaran jantungnya yang semakin riuh. Athan menatapnya tajam. Tanpa berkata, tanpa menimbulkan suara. Napasnya pun berembus dengan teratur, seirama dengan gerak bahunya yang naik dan turun. "Kenapa dia diam saja?" batin Acasha tanpa tahu harus berbuat apa. Dalam beberapa waktu yang mendebarkan itu, mau tak mau membuat Acasha harus memperhatikan wajah tampan itu dari jarak dekat dan lebih detail. "Matanya sangat indah," gumamnya membatin sekaligus merasa takjub melihat pancaran mata yang jernih dan tajam itu, seolah ada energi sihir yang memikat dan menariknya untuk masuk lebih jauh. Ketika kewaspadaan Acasha melemah, Athan mulai memangkas jarak yang tersisa sambil mengungkung tubuh Acasha dengan kedua tangan yang bersandar pada rak buku. Seketika, Acasha memejamkan mata hingga tak sadar menge
Baca selengkapnya
63. Petaka Baru
Gretta tetap diam, tak menanggapi. Hanya terlihat pundaknya yang naik turun dengan cepat dan suara napasnya yang terengah-engah."Lepas!" perintah Orion tiba-tiba.Gretta langsung menarik mulut dan tangannya dari sana. Ia pun terduduk dengan lemas."Bersihkan dirimu. Jangan keluar sampai aku mengizinkan!" titah Orion sembari menyimpulkan ikatan.Ketika Orion berbalik dan mulai melangkah menyeberangi kamar, Gretta sontak berdiri dan berlari menyambar pakaiannya yang tercecer di lantai, lalu mendekapnya erat sambil berlari menuju kamar mandi.Brakk.Dengan napas tersengal-sengal, Gretta bersandar pada pintu dan memerosotkan tubuhnya hingga terduduk di lantai. Tubuhnya membeku dan berwarna pucat, bahkan ujung jemari tangan dan kakinya sudah membiru.Seluruh tubuhnya gemetar dan nyaris mati rasa akibat kulit polosnya terlalu lama terpapar dinginnya malam musim dingin yang menusuk hingga ke tulang.Sungguh biadab! Vampir keji itu memang tak punya h
Baca selengkapnya
64. Harga Yang Harus Dibayar
"Bukan salahku, jika aku melakukan ini padamu. Jelas kau sendiri yang mencari masalah dan menantangku, maka aku akan menghadiahimu hukuman yang setimpal," ujar Orion menanggalkan satu-satunya kain yang melekat di tubuhnya. Gretta gelagapan dan meraih pinggiran bathub dengan panik, berusaha menegakkan punggung dan memasok oksigen ke dalam paru-parunya yang syok dan tanpa sengaja kemasukan air. Belum sempat Gretta menyingkirkan helaian rambut yang menutupi pandangannya, ia merasakan sesuatu ikut masuk ke dalam sana, menyentuh kaki, lalu mendorong tubuhnya hingga bersandar pada bathub. Air berkecipak hingga meluber membasahi lantai karena bertambahnya massa tubuh ke dalam air. Napas Gretta mendadak tercekat di tenggorokan saat melihat wajah Orion beberapa senti dari wajahnya. Dengan lembut, ia menautkan helaian rambut Gretta ke belakang telinga. "Bukankah ide bagus melakukannya di sini? Kita bisa bersenang-senang sekaligus mandi bersama," bisik Orion di
Baca selengkapnya
65. Donor Darah
Mendengar jawaban memuaskan, Orion langsung bangkit dan mendorong tubuh Gretta hingga ia tenggelam ke dasar bathub.Gretta menggapai tepian bathub dengan kelabakan setelah mendapatkan serangan mendadak. Tanpa sadar, ia melayangkan tatapan sinis pada Orion setelah wajahnya kembali muncul ke permukaan."Ah, kau berani memelototiku sekarang? Kau benar-benar ingin kuhabisi di saat terakhirmu nanti?" ancam Orion, balas menatap garang."T-tidak, Tuan. Saya tidak sengaja," jawab Gretta, menundukkan wajah.Orion kembali memasang tampang licik. "Kau beruntung, aku masih ada agenda lain setelah ini. Jika tidak, kau akan merasakan ganjaran yang luar biasa sekarang." Orion keluar dari bathub dan mengambil handuk kimono, lalu mengenakannya. "Kau ... nikmati saja hari terakhirmu sebagai manusia. Apa pun itu, kau boleh lakukan sesukamu. Makanlah yang banyak dan bersenang-senanglah. Aku akan meminta Bedros menemanimu besok setelah matahari terbit," ucap Orion sebelum akhirnya me
Baca selengkapnya
66. Tapi, Aku Penasaran
Ceklek. "Oh, Acasha, maaf sudah meninggalkanmu sendirian. Kamu pasti bosan, ya?" tanya Demian ketika masuk dan melihat posisi Acasha yang tergeletak melintang di atas ranjang. Buru-buru Acasha duduk dan menyahut, "Ah, kamu sudah kembali, Demian? Di mana Tuan Athan?" Demian mengernyit. Baru kali ini, Acasha terang-terangan menanyakan Tuan Athan setelah sekian lama. "Tuan Athan ... aku kurang tahu. Kami berpisah di aula depan dan aku langsung ke sini. Kalau kamu ada perlu, aku bisa menemanimu mencarinya." "Oh, tidak, tidak perlu. Aku hanya bertanya saja." Acasha berpikir, mungkin dia berpisah dengan Demian untuk bertemu dengan Tarissa. Tanpa sadar, Acasha tersenyum sendiri. "Kenapa, Acasha? Adakah sesuatu yang menarik ketika aku pergi?" Demian mendekat ke sisi ranjang dan melihat botol minuman di atas nakas. "Oh, botol ini ...." "Ah, itu—" "Ini dari Tarissa, kan? Kapan kamu bertemu dengannya? Apa dia datang kemari?" potong Demian
Baca selengkapnya
67. Pengakuan Demian
Acasha terpaku di tempatnya sampai Demian menghabiskan cairan merah dari dalam gelas hingga tetes terakhir. Tepat saat gelas kosong itu diletakkan, Acasha melihat warna mata Demian yang tak lagi biru langit, melainkan merah menyala.Tanpa sadar, Acasha memundurkan langkah dan berlari menjauh dari sana. Kepalanya terasa panas, otaknya mendadak penuh oleh berbagai pertanyaan dan kekecewaan menyelimuti hati."Jadi, selama ini Demian vampir? Bukan hanya Athan? Tapi, kenapa mereka berbeda? Kenapa Demian bisa makan makanan manusia, sedangkan Athan tidak? Kenapa Athan tidak memberitahuku hal sepenting ini? Apa karena itu Demian selalu menjagaku? Tapi, ini tidak mungkin. Aku yakin dia manusia. Dia ramah. Dia baik. Dia berbaur dengan manusia. Dia seorang Presiden Direktur. Dia teman sekamarku. Dia penolongku!"Brak!Acasha membanting pintu kamar dengan sangat keras setibanya di kamar. Napasnya terengah-engah, degup jantungnya memburu. Diusapnya kening yang mulai basah ole
Baca selengkapnya
68. Kita Impas
"Demian, apa kamu yakin, sarapanmu itu cukup membuatmu kenyang? Toh, semalam kamu minum darah yang kudonorkan. Apa kamu tidak tertarik meminum darahku pagi ini secara langsung?" celoteh Acasha sembari menyantap sandwich isi daging panggang.Demian mendesah pelan. Ia menyahut setelah menelan sandwich di dalam mulut. "Tentu. Karena aku sudah minum darah semalam, aku tak perlu minum lagi pagi ini. Aku juga masih punya satu kantong di tempat penyimpanan Tarissa. Jadi, terima kasih. Aku tidak tertarik."Acasha mencebikkan bibir. "Baiklah. Tapi, katakan saja kapan pun kamu ingin," balas Acasha lanjut mengunyah sandwich potongan terakhir.Sudah sejak bangun tidur, Acasha menawarkan darahnya kepada Demian. Dia tak lagi merasa takut karena dia sudah sangat yakin bahwa para vampir penghuni mansion ini adalah vampir-vampir yang baik. Meskipun mereka vampir, mereka selalu memperlakukan Acasha selayaknya manusia pada umumnya. Mereka menghargai keberadaan Acasha. Mereka tidak pe
Baca selengkapnya
69. Gigitanmu Tidak Sesakit Itu
Dalam sekejap, tubuh Acasha ditarik ke belakang dan Demian menutup kaca mobil."Kamu kenapa, sih?!" protes Acasha sembari menepis tangan Demian dari pundaknya. Alisnya berkerut tidak senang dan menatap garang. Namun, ekspresinya berubah saat melihat warna merah menyala di lensa Demian.Demian memalingkan wajah sambil menelan saliva. "Sepertinya, terjadi kecelakaan parah di luar sana," gumamnya pelan.Acasha berkedip cepat setelah tersadar. "Ah, maaf," ucapnya lirih. Ternyata, Demian mencium aroma darah yang terbawa angin, sehingga naluri vampirnya terpanggil. Apalagi di jam-jam rawan seperti ini, pasti Demian sudah sangat kehausan.Dan dugaan Acasha terbukti benar. Tak berselang lama, Demian mengeluarkan tablet merah dari tabung kecilnya. Ia mengeluarkan beberapa butir, kemudian menelannya begitu saja."Apa itu cukup?" tanya Acasha tiba-tiba. Namun, Demian hanya diam dan memandang ke luar jendela. Mobil-mobil masih belum menunjukkan pergerakan. Harus berapa l
Baca selengkapnya
70. Cinta ... Apa Itu Cinta?
Tanpa melepaskan genggaman, Acasha melihat satu-satunya meja makan dengan dua buah kursi di tengah sana. Ia pun mengedarkan pandangan ke setiap penjuru. Rooftop tersebut sudah dihias sedemikian rupa dengan dekorasi bunga-bunga mawar di setiap sisinya. Ia juga melihat ke atas. Puluhan atau mungkin ratusan balon berwarna merah polos dan balon bertabur gliter menghiasi atap kaca yang melengkung mirip setengah bola."Apa ini, Demian?" tanya Acasha terheran-heran."Janjiku dan ... hadiah dariku," jawab Demian menuntun Acasha hingga duduk di kursi."Bukankah ini terlalu berlebihan? Maksudku, kamu pasti menyewa tempat ini hanya untuk kita berdua?" ucap Acasha setelah mereka duduk saling berhadapan."Memangnya kenapa, Acasha? Menurutku, ini pantas untukmu," sahut Demian dengan tenang.Acasha menggeleng pelan. "Bagaimana dengan semua dekorasi ini? Ini ... terlalu ....""Kamu tidak menyukainya?" timpal Demian dengan wajah tegang."Bukan ... Aku sangat sangat menyukainya,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status