All Chapters of CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM: Chapter 71 - Chapter 80
90 Chapters
Bab 71
Ponsel yang berada di dalam tas ranselku bergetar dengan layar berkedip. Aku segera meraih benda pipi itu. Meskipun kini netraku masih tertuju pada mobil Bang Arsya yang melintas."Uma, ada apa pagi-pagi seperti ini menghubungiku!" lirihku menekan tombol hijau pada layar."Assalamualaikum!" sapaku pada Uma."Mbak jadi putar arah nggak?" seloroh supir taksi mempertegas perintahku yang memintanya untuk memutar kemudi mengikuti mobil Bang Arsya."Jadi Pak!" sahutku."Halo Uma, ada apa!" Aku mendekatkan kembali panggil Uma yang masih terhubung.Suara tangisan Uma membuatku semakin panik. "Uma, halo Uma!" Aku menganggil nama wanita yang masih terisak dibalik telepon dengan nada cemas."Adikmu Mariyah, adikmu!" seru Uma dengan terisak membuat jantungku begitu memburu dengan perasaan takut yang seketika mendera."Adikku siapa, Uma? Bilal? Dejah?"
Read more
Bab 72
Udara dingin semakin menusuk tulangku. Saat aku baru tersadar dari pingsan. Sebuah tangan terasa mengusap lembut punggung tanganku."Bang Arsya!"Perlahan aku membuka kedua mataku. Rasa pening masih membuat kepala ini terasa berputar-putar. Kuedarkan padanganku pada seseorang yang membenamkan wajahnya pada tepi ranjang tempat kuberbaring.Aku menghela nafas panjang. Sudah kuduga lelaki itu adalah Bang Arsya. Kembali kupaliangkan wajahku menatap langit-langit kamar berpendingin itu dengan perasaan kesal. Ingatanku kembali berputra pada ucapan Dokter tentang Bilal."Bilal!" Aku tidak dapat menahan tangisan itu. Butiran bening jatuh berlinang membasahi pipiku dengan dada yang terasa sesak. Isakanku semakin lama semakin terdengar keras. Membuat lelaki yang membenamkan wajahnya di sampingku pun terbangun."Mariyah!" Bang Arsya tergeragap, satu tangannya dengan sigap mengusap genangan air mata y
Read more
Bab 73
Yuma terlihat geram. Melihat Bang Arsya masuk ke dalam rumah mewah yang berada di perumahan itu. Seorang wanita menyambut kedatangan Bang Arsya layaknya seorang istri yang menyambut kedatangan suaminya."Kak, ayo lakukan sesuatu!" Yuma garam. Sekilas ia melihat pada pemandangan yang terjadi di depan teras rumah mewah itu kemudian melihat padaku.Jantungku berdebar kencang bersama dada yang bergemuruh. Ini adalah saat yang aku tunggu-tunggu selama ini. Melihat dengan mata kepalaku sendiri perselingkuhan yang Bang Arsya lakukan."Aku akan turun, kamu tunggu di sini!" ucapku pada Yuma."Tidak, aku ikut dengan Kakak!" sergah Yuma. Wajah wanita berbadan dua itu memasang wajah merah padam. Aku tidak tahu apa yang membuat Yuma ikut marah. Mungkin dia ikut merasakan sakit hatiku saat ini.Aku serat langkah kakiku pelan menyusuri halaman rumah yang dipenuhi dengan tanaman hias. Sepertinya wanita ya
Read more
Bab 74
Sorot mataku seketika menoleh kepada wanita yang mengenakan gamis hitam  yang berdiri mensejajari Bang Arsya."Risa! Jaga mulutmu!" sentak Bang Arsya pada wanita yang berdiri mensejajarinya. Sorot mata tajam Bang Arsya menghunus pada wanita itu."Bang!" Risa memelankan suaranya yang tercekat. Wajahnya terlihat mengeras menatap pada Bang Arsya dengan kesal."Aku harap surat pemindahan nama perusahaan segera beralih padaku!" cetusku penuh penekanan.Bang Arsya nampak terkejut mendengar ucapanku. "Mariyah jangan bersikap seperti itu, sayang!" mohon Bang Arsya hendak meraih pergelangan tanganku."Terserah Abang, karena jika Abang tidak segera mengurus semuanya, maka jangan salahkan aku, jika pengacaraku yang akan mengurusnya!" desisku berlalu meninggalkan Bang Arsya."Mariyah tunggu!"Bang Arsya mengejarku hingga ke halaman depan rumahnya. Aku sama sekali
Read more
Bab 75
Ucapan Dokter Iman masih mengaung dalam benakku, barang kali juga benak Bilal. Harusnya kabar bahagia yang datang menghampiri Bilal. Bukan mimpi buruk yang membuatnya lebih baik koma daripada sadar."Bilal!" Aku mengusap punggung tangan Bilal. Lelaki yang kini masih terisak setelah mendengar kabar buruk yang Dokter Iman sampaikan kepada kami.Bilal terus menangis, lelaki itu tergugu tidak berhenti untuk menangis. Aku tau semua itu pasti bukan karena vonis yang Dokter Iman katakan. Tetapi yang lebih menyakitkan lagi adalah tentang kehamilan Yuma. Bagaimana bisa Yuma hamil jika Bilal memiliki kelainan genetik. Lalu anak siapa yang berada di dalam kandungan Yuma."Astaghfirullahaladzim! Astaghfirullahaladzim! Aku sungguh tidak sanggup ya Allah!" Bilal mengusap dadanya beberapa kali. Sorot matanya melihat pada langit-langit kamar dengan kesedihan yang sangat mendalam."Aku benar-benar tidak sanggup, Kak!" Tang
Read more
Bab 76
"Kenapa aku harus menikah dengan adiknya Kak Mariyah, Bang!" sergahku tidak   terima dengan perintah Bang Arsya kali ini. Bukankah dia tahu, bahwa di dalam hatiku hanya ada dia. Lalu mengapa dia memintaku untuk menikah dengan laki-laki lain. Hal ini sangat konyol sekali.Bang Arsya menjatuhkan tubuhnya duduk berjongkok di depan kedua lututku. Kedua tangannya menggenggam erat tanganku yang berada di pangkuan."Sayang, dengarkan Abang, Jika kamu tidak menikahi Bilal maka kisah cinta kita akan berakhir!" Bang Arsya menjatuhkan tatapan lekat kepadaku namun berucap dengan nada memperingatkan."Tapi aku sama sekali tidak menyukai lelaki itu, Bang!" debatku dengan bibir mengerucut. Kubuang tatapanku dari Bang Arsya.Bang Arsya mendengus berat. Kemudian memalingkan wajahku ke arahku. Hingga kini kami saling bersitatap."Sayang, dengarkan Abang. Setelah Abang mendapatkan sebagian harta da
Read more
Bab 77
"Yuma, Yuma!" Suara Uma terdengar memburu dari luar rumah. Aku yang sedang berkutat di dapur segera berhambur menuju keluar."Ada apa, Uma?" tanyaku melihat Uma yang masih mengatur nafasnya yang menderu di depan rumah. Wajahnya terlihat begitu panik. Kerudung yang ia kenakan pun nampak berantakan."Ayo, Yuma cepat ikut denganku!" Wanita paruh baya itu memburuiku dengan wajah panik. Aku pun segera berlari mengikuti Uma yang berlari menuju pondok pesantren. Perasaan was-was semakin memenuhi rongga dadaku saat melihat kerumuman yang ada.Para santriwan dan santriwati sudah berkerumun di halaman luas yang berada di belakang gedung kelas santriwan dan santriwati. Uma menembus kerumunan para santri yang sedang melihat pusat perhatian yang membuatku semakin penasaran. Aku, terus mengikuti Uma dari belakang hingga sesuatu yang mengejutkan itu terlihat."Bang Bilal!" Aku tercekat melihat lelaki yang menjadi suamiku
Read more
Bab 78
Semalam aku mendengar deru mesin mobil Kak Mariyah melewati depan rumah. Sepertinya Kak Mariyah baru pulang dari rumah sakit bersama Uma yang berangkat sejak tadi sore. Pagi buta setelah aku melaksanakan salat subuh, aku bergegas mempersiapkan diri untuk pergi ke rumah sakit menjenguk Bang Bilal. Sebagai istri sudah sepantasnya aku harus selalu ada di samping suamiku di saat seperti ini.Aku mengenakan gamis berwarna nude pemberian Bang Bilal beberapa hari yang lalu sebelum kejadian buruk itu terjadi. Kuputar tubuh ke kiri dan ke kanan di depan cermin besar yang berada di dalam kamar."Sempurna!" gumanku melihat pantulan diriku dari cermin yang sangat cantik sekali."Aku yakin Bang Bilal pasti akan bertekuk lutut kepadaku. Apalagi lelaki itu sangat mencintai," batinku melayang jauh. Membayangkan hal indah yang akan terjadi antara aku dan Bang Bilal.Biarlah kini aku kehilangan Bang Arsya. Lagipula sekarang
Read more
Bab 79
POV ArsyaSudah lama aku menjadi salah satu santri di pondok pesantren milik Abah Abdullah. Tapi aku yakin pasti tidak ada satupun orang di sini ya mengetahui tentang diriku. Karena aku terlahir dari anak orang yang tidak punya. Aku belajar mengaji di sini pun secara gratis atas kebaikan Gus anak dari Abah Yai Abdullah. Hampir setiap tahun pondok pesantren ini mencari anak yang kurang mampu untuk belajar mengaji di tempat ini, dan aku salah satu dari mereka.Semenjak lulus SD hingga aku menyelesaikan bangku madrasah aliyah, aku berada di pondok ini, dan semua itu aku dapatkan secara gratis. Pernah suatu hari aku berandai-andai, jika saja aku bisa memiliki pondok pesantren ini pasti hidupku akan bahagia, tidak kekurangan satu apapun. Karena yang aku tahu pondok pesantren ini memiliki sebuah perusahaan konveksi yang sangat besar dari donatur orang tua seorang janda tua yang berada di dalam pondok ini. Aku tidak tau siapa janda tua itu. Hanya
Read more
Bab 80
Dia adalah sekretaris baruku. Namanya Hanum. Tubuhnya yang tinggi semampai, serta bentuk tubuhnya yang sintal, membuat aku selalu bernafsu setiap melihatnya. Tapi sayangnya Hanum selalu berpura-pura tidak mengetahui kodeku."Hanum, jangan terlalu jual mahal seperti itu kepadaku!" batinku melihat pada Hanum yang meletakan berkas-berkas di atas meja kerja. Posisi tubuhnya yang sedikit membungkuk, membuatku dapat melihat dengan jelas buah dada besar dengan kulit putih yang nampaknya begitu kenyal sekali dari kemeja Hanum yang sedikit menyembul."Pak!" Hanum tercekat. Dengan cepat ia segera menutup bagian dadanya yang terbuka saat ia menyadari jika aku sedang melihat dada besarnya. "Maaf Pak!" ucap Hanum terbata dengan satu tangan menutupi bagian dada."Iya Hanum, tidak masalah! Lagi pula aku juga tidak melihatnya," jawabku memasang wajah' lugu."Duduklah!" titahku pada Hanum. Wajah Hamum masih merah merona ka
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status