Semua Bab CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM: Bab 41 - Bab 50
90 Bab
Bab 41
POV PUSPAAku mulai merasakan sakit yang menjalar di sekujur tubuhku. Bunyi patient monitor mendengung memenuhi pendengaranku. Ku rasakan seseorang sedang menggenggam erat tanganku. Apakah itu Abi? Batinku.Ku buka perlahan kedua mataku, hanya langit-langit kamar yang nampak dalam pandanganku."Sayang, kamu sudah sadar!" Ucap ayah yang terus memegangi tanganku. Wajahnya terlihat pias dengan netra yang sembab.Ku ukir senyuman disudut bibirku. Melihat pria yang sudah beberapa bulan tak pernah ku temui itu.Wajah ayah terlihat lelah, mungkin ayah dan Abi bergantian menjagaku disini. Tapi dimana dirinya, kenapa diruangan ini hanya ada ayah dan tidak ada siapapun lagi."Yah, Abi mana?" tanyaku lirih. Bibir ini terasa sulit untuk ku gerakan, sebuah alat masuk melalui mulutku dan itu sangat sakit sekali
Baca selengkapnya
Bab 42
POV Gus AlAku masih duduk di sofa televisi. Menatap wajah Desi yang terlihat berisi. Wanita itu tersenyum lebar melihat tayangan yang menontonkan aksi pelawak dengan rambut pirang. Sementara tangannya tidak henti mengusap perutnya yang telah membesar. Mungkin akhir bulan depan Desi akan segera melahirkan bayi kami yang berjenis kelamin perempuan dari rahimnya."Abi, kok bengong!" Sejenak aku terdiam, bingung mau menjawab apa kepada Desi. Pikiranku terus mengembara mengingat Puspa yang sudah seminggu lebih terus memenuhi benakku. "Ehm!" ucapku berdehem dengan wajah lelah."Abi kengen sama Teteh?" Desi menatap lekat padaku. "Bagaimana kalau besok kita nengok Teteh di rumah sakit. Bunda kan belum pernah sekalipun melihat keadaan, Teteh," beo Desi.Aku memang tidak memberi tahu tentang keadaan Puspa kepada Desi. Aku hanya menyampaikan jika anak Puspa tidak dapat terselamatkan. Selebihny
Baca selengkapnya
Bab 43
Aku berjalan gontai memasuki halaman rumah. Netraku terus menelisik mencari keberadaan Desi di dalam rumah. Aroma masakan menyeruak masuk ke dalam indra penciumanku ketika pintu rumah telah kubuka. Pasti Desi sedang berada di dapur. Kulingkarkan pelukanku pada perut Desi yang membesar. Membuatnya terkesiap akan kehadiranku."Abi!" ucapnya kamayu. Desi membalikan tubuhnya menghadapku.Bug!Kujatuhkan tubuhku memeluk erat Desi. Aku ingin melewati hari-hari indah yang tersisa bersama Desi. Agar jika nanti perpisahan kami telah tiba. Setidaknya aku sudah pernah membuatnya bahagia."Baiklah Ayah, setelah Desi melahirkan aku akan membawa bayi itu kepada Puspa, dan aku akan segera menceriakan Desi," ucapku dengan nada dingin kepada ayah Puspa yang  menyungingkan ulasan senyuman. Rasa sakit semakin menusuk-nusuk ke dalam hatiku. Bagaimana bisa aku berucap seperti itu, yang ada dalam pikiranku saat ini adalah Puspa dan Puspa. Wanita
Baca selengkapnya
Bab 44
Abi masih memegang erat kedua tanganku. Menumpu tubuhku yang setengah membungkuk. Sementara pria itu dengan setia berada di belakang punggungku dan terus mengusap-usapnya."Tarik nafas yang panjang lagi ya ibu!" Seorang Dokter memberikanku aba-aba untuk kedua kalinya padaku."Em ...!" Aku pun mengejan seperti yang Dokter perintahkan.Pingang yang sakit serta kemaluan yang mulai terasa mengganjal membuatku semakin tersiksa. Sungguh ini sangat menyakitkan."Sabar ya sayang!" ucap Abi mengusap peluh pada keningku."Udah kelihatan rambutnya loh, Bu! Ayo mengejan sekali lagi ya, Bu!" titahnya sambil melihat ke arah selangkanganku. "Tarik nafas, mengejang!" "Em ....,"Oek! Oek! Oek!Tangis bayi mungil yang telah menghuni rahimku selama sembilan bulan sembilan hari itu pecah. Airmataku pun jatuh
Baca selengkapnya
Bab 45
POV PUSPADreg! Dreg! DregBenda berbentuk pipih itu terus bergetar tanpa jeda. Layarnya berkedip menampakan nama Umi sebagai panggilan masuk. Kuraih benda pipih itu dari atas meja kemudian menekan tombol hijau pada sudut kiri layar."Assalamualaikum, Puspa," ucap umi dari ujung telepon."Wa'alaikum salam, umi!" sahutku. "Puspa, ada kabar gembira untukmu. Desi sudah melahirkan," ucap Umi terdengar begitu bahagia. Pastilah rasa bahagia itu adalah untukku bukan untuk Desi."Benarkah Umi?" Kupertegas ucapan Umi untuk meyakinkan kabar bahagia itu."Iya Puspa, cepat kamu datang ke Cilegon ya!" pinta Umi bersemangat."Baik Umi, nanti Puspa jemput Umi di rumah," sahutku antusias.Umi segera mengakhiri panggilan setelah mengucapkan salam kepadaku.Wajahku tersenyum lebar, tidak bisa aku sembunyikan rasa baha
Baca selengkapnya
Bab 46
"Suster di mana bayi di dalam box ini, Suster?" tanya Abi panik. Netranya terlihat memanas menahan airmata dengan rahang mengeras.Suster yang baru datang segera melihat ke dalaman box Mariah yang telah kosong. Wanita dengan seragam putih itu sama terkejutnya dengan diriku dan Abi."Kok hilang Pak? Padahal baru saja saya meletakkannya di sini!" kilah Suster itu dengan raut wajah panik.Mendengar penjelasan suster, aku segera bangkit dari posisiku. Pasti saat ini Desi belum pergi terlalu jauh dari tempat ini.Aku segera bangkit dan berjalan menuju lantai Dasar. Supaya lebih cepat sampai di lantai dasar, aku putuskan untuk menaiki lift. Kuremas ujung jilbabku seraya terus berdoa memohon pertolongan Allah.Ting!Bunyi pintu ajaib itu telah terbuka. Kulangkahkan kakiku dengan cepat menuju pintu utama, netraku tetap menelisik siapa tau Desi masih berada di sekitaran sini.
Baca selengkapnya
Bab 47
POV GUS ALAku diam membisu seperti lelaki bodoh. Puspa terus meluapkan emosinya membalas makian Desi yang ditunjukkan kepadanya.Bukan aku tidak mau melerai, aku hanya takut jika aku memilih salah satu diantara mereka, pasti akan ada hati yang akan terluka nantinya.Puspa meninggalkan Desi setelah wanita itu menghujani umpatan demi umpatan kepada Desi. Sungguh kedua istriku sedang tidak menujukkan sikap seorang yang berilmu dan semua itu adalah salahku, salahku karena aku tidak mampu membimbing mereka untuk menjadi manusia yang lebih baik.Desi tergugu memeluk erat bayi Mariyah di sudut kios. Kutarik tubuh Desi ke dalam pelukanku. Pasti saat ini wanita sebatang kara itu sedang tidak baik-baik saja."Maafkan Abi, bunda!" lirihku frustasi. Satu tanganku mengusap pucuk kerudung yang Desi kenakan."Mariyah adalah anakku Abi, dia adalah miliku." Desi tergugu dalam peluka
Baca selengkapnya
Bab 48
Mariyah terus menangis sepanjang malam. Aku yang tidak pernah mengurus bayi sebelumnya merasa sangat kesusahan menghadapi Mariyah."Diem ya Nak! Cup, cup, cup," ucapku kepada Mariyah yang semakin mengencangkan tangisannya. Tapi perintahku sama sekali tidak didengar oleh Mariyah. Mungkin karena bayi mungilku tidak mengerti dengan apa yang barusan aku katakan kepadanya.Kulihat popoknya tidak basah, sepertinya Mariyah menangis karena sedang kelaparan. Kuletakan bayi kecil itu di atas box bayi, tangisannya melengking memekikan pendengaran dan semakin kencang.Aku harus segera membuatkan susu untuk Mariyah agar berhenti manangis.Beberapa saat Kemudian setalah aku selesai membuatkan susu, aku segera memberikan dot berisi susu itu kepada Mariyah. Seketika bayi perempuan itupun diam dengan mengeyot botol susu. Perlahan kedua mata jeli itu mulai meredup dengan bibir yang masih terus mengeyot."Ma
Baca selengkapnya
Bab 49
Satu tahun setelah aku menjatuhkan talak satu kepada Puspa, akhirnya aku resmi menceraikan Puspa secara negara maupun agama. Setelah melewati proses yang cukup panjang  mulai dari sholat istikharah untuk memutuskan pilihan ini agar Allah memberikan petunjuknya untukku. Namun yang ada dalam bayanganku hanyalah Desi, dan Desi. Wanita yang kini telah menghilang bagiankan di telan bumi. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk mengakhiri pernikahanku dengan Puspa.Pernikahan yang dibangun hanya karena rasa kasian, tidak mungkin menemukan sebuah kebahagiaan yang sesungguhnya.Umi sempat jatuh sakit karena keputusan yang telah aku ambil untuk mengakhiri rumah tanggaku dengan Puspa. Hingga membuat penyakit darah tinggi Umi berakhir dengan struk ringan.Banyak hal yang telah berubah setelah kepergian Desi dalam hidupku. Umi yang kini mulai menerima kehadiran Mariyah, Puspa yang masih tetap baik kepadaku dan juga Mariyah meskipun
Baca selengkapnya
Bab 50
Mariyah sudah tertidur di bangku belakang mobil. Meletakan kepalanya dipangkuan Puspa.  Sejak berangkat dari rumah, gadis kecilku tidak berhenti berceloteh. Akhirnya di pertengahan jalan Mariyah sudah kelelahan terlebih dahulu, sementara perjalanan yang harus kami tempuh masih sekitar dua jam lagi.Suasana terasa begitu hening. Puspa mengusap lembut rambut pajang Mariyah, gadis kecilku telah menanggalkan kerudungnya semenjak berangkat tadi. Sesaat mata Puspa menatap ke arah luar jendela, menatap pada deburan ombak yang menghempas  pada embatas jalan setiap kali ombak itu berlarian. "Puspa!" tanyaku menatap wajah Puspa dari kaca spion mobil. Wanita itu menoleh ke arahku. "Bagaimana dengan Hamzah, bukankah dia pria yang sholeh juga," ucapku.Beberapa bulan yang lalu Puspa bercerita kepadaku tentang seorang pria rekan kerjanya yang ingin meminangnya menjadi istri dan ibu dari kedua anaknya. Hamzah adalah
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status