All Chapters of Bukan Simpanan CEO: Chapter 11 - Chapter 20
99 Chapters
#11 What If
Setelah diperiksa, ada luka yang harus dijahit. Yuka terkejut karena ternyata luka Aneth sebegitu parahnya. Pantas saja darahnya tidak berhenti mengalir tadi. Dokter menanyakan penyebab luka Aneth, ia hanya menjawab kalau kakinya robek sewaktu terpeleset. Tapi tentu saja dokter curiga karena luka itu tidak seperti luka gores, melainkan sayatan. Dokter itu terus saja menanyainya.Aneth menghela napas akhirnya berkata, “Saya sudah berkonsultasi kemarin dan diberi obat.”Ia menyebutkan salah satu resep obat antidepresan yang pernah diterimanya dulu. Lalu akhirnya dokter itu percaya dan tidak berkata apa-apa lagi.Yuka masuk ke ruangannya menggendong Aylin setelah menyelesaikan administrasi. Untung saja ia tidak mengijinkan wanita itu pulang tadi. Kalau tidak Aneth bisa kehabisan darah di jalan.Dalam perjalanan menuju ke rumah sakit saja ia sendiri ngeri melihat pendarahan Aneth. Kata dokter lukanya juga cukup dalam. Ia menatap Aneth sekilas. Waj
Read more
#12 Salah Pasangan
Setiap kali ke kantor Direksi rasanya seperti déjà vu. Dari yang awalnya Aneth merasa was-was takut disalahpahami karyawan lain, hingga sekarang rasanya biasa saja. Ia jadi merasa lucu sendiri, mereka berkumpul di ruangan Yuka seolah ruang CEO adalah taman bermain.Siang itu entah ada urusan apa, Yuka memanggilnya ke ruangan. Ia menuruti saja, mungkin soal Aylin. Setiap kali Aneth menginjakkan kaki di lantai ruang Direksi, sekretarisnya pasti langsung mempersilakannya lewat karena sudah dikabari lebih dulu.“Permisi,” ia mengetuk pintu ketika tiba di depan ruangan Yuka.Pintu mendadak terbuka tapi yang muncul di sana bukanlah Yuka ataupun Aylin, melainkan sosok wanita cantik yang pernah dilihatnya. Mamanya Aylin, atau sebut saja kakak perempuan Bosnya. Hari ini pun dia tampak anggun dan mempesona. Aneth yang perempuan saja mengagumi kecantikannya yang tiada cela itu.“Oh! Kamu Ranetha kan?” tanya wan
Read more
#13 Rumah
Jika orang lain senang karena hari ini adalah hari libur yang merupakan kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga, Aneth justru sebaliknya. Sejak bangun dari tidurnya, ia melangkah turun dari ranjang tanpa semangat. Pergi ke rumah orang tua adalah kegiatan yang sering kali dihindarinya. Mood-nya langsung berubah ketika teringat ia harus ke sana. Sehari saja sudah terasa sesak berada di rumah itu, apa lagi bermalam di sana. Tapi mau tidak mau ia harus menjalankan kewajibannya sebagai seorang anak. Setelah mandi, ia mengepak pakaian secukupnya ke dalam tas travel yang akan dibawanya. Bertahanlah, hanya sampai lusa. Ponselnya bergetar dipenuhi notifikasi grup dari orang-orang yang saling bertukar ucapan selamat hari raya. Ia lalu membuka media sosial dan melihat akun resmi brand kosmetik dari perusahaannya, LORA kosmetik. Hasil desainnya terpampang di halaman profil dan story. Ia tersenyum tipis, setidaknya jerih payahnya mem
Read more
#14 Gara-Gara Dasi
Napasnya tersengal-sengal, tangannya bergetar. Di saat yang bersamaan, ia menggigil karena mimpi buruk itu. Sakit. Dadanya terasa nyeri, perutnya terasa perih. Kepalanya terasa berputar. Ia selalu benci saat ini, saat di mana perasaan muak itu menghinggapi dirinya. Setiap kali setelah pulang dari rumah Mamanya, ia pasti selalu merasakan hal ini. Bayangan-banyangan mengerikan dan menjijikan itu membuat sendi-sendinya ngilu. Rasanya benar-benar melelahkan setiap kali pasca ia merasa seperti ini. Emosi dan tenaganya seperti terkuras habis. Tapi setelah menggores bagian tubuhnya, anehnya ia selalu bisa meredakan itu semua. Meskipun ia harus terkapar setelahnya, ada kepuasan yang mampu menggantikan segala emosi yang berkecamuk. Ia tahu kebiasaan itu sangat-sangat buruk. Sakit jiwa. Mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan dirinya. Ia juga tahu kalau ia tidak normal. Ia sudah mencoba konsultasi online ke psikiater mengenai masalahnya dulu ke
Read more
#15 Pembawa Luka
Seorang wanita duduk dengan angkuh menyilangkan kakinya, menghisap *shisha dan menghembuskan asapnya ke udara. Aroma manis menyeruak melingkupi udara di sekitarnya. Sudut bibirnya terangkat, tersenyum sinis pada terkaan di kepalanya. (*shisha = metode merokok asal Timur Tengah menggunakan tabung berisi air, mangkuk, pipa, dan selang.) Kalau apa yang dicurigainya terbukti benar, ia sudah menyiapkan skenario untuk menghukum orang yang telah merebut apa yang menjadi miliknya. Ia menoleh pada wanita di hadapannya. “Apa lo bisa dipercaya?” “Ya! Tentu!” Gadis mungil itu menjawab sambil berlutut. Wajah cantik itu menyeringai, lipstik merah menghiasi bibir tipisnya yang terbentuk sempurna. Tahi lalat di atas bibir wanita itu membuat wajahnya di saat yang bersamaan semakin cantik dan mengerikan. “Ini.” Ia melemparkan plastik kecil ke arah gadis yang berlutut. Gadis itu menangkapnya gelagapan dengan sorot seperti kelapa
Read more
#16 Tak Terduga
Aneth membuka pintu kamarnya hendak berangkat ke kantor saat menemukan sebuah buket bunga tergeletak di depan pintu kamarnya. Ia mengambil buket itu dengan bingung. Siapa yang mengiriminya bunga? Salah kirim kah? Ia lalu melihat kartu yang diselipkan di atas bunga, hanya ada satu kata sapaan, ‘Pagi’. Begitulah tulisan di kartu itu. Tidak ada nama pengirim dan tujuan. Hari ini ia tidak keluar untuk jogging, makanya baru menyadari ada buket di depan pintu kamarnya. Berpikir sejenak, Aneth mengeluarkan ponsel dari tasnya. Sejak kemarin ia belum memeriksa notifikasi pesan yang masuk. Setelah pertemuannya dengan Elden, mood-nya hancur seketika. Ia hanya mandi setelah pulang kemarin dan meminum obat tidurnya agar bisa beristirahat tanpa terbangun tengah malam. Tidak ada tanda-tanda Elden mengiriminya pesan setelah pertemuan mereka. Ia memerhatikan kembali buket bunga itu, buket cantik berwarna kuning cerah. Bungan
Read more
#17 Midnight Scene
Setangkai bunga yang sama dengan buket kemarin, bunga mekar berwarna kuning cerah lagi-lagi ada di depan pintunya. Kali ini pesannya berisi ‘I know what you’ve done’. (Aku tahu apa yang telah kamu lakukan) Seketika Aneth bergidik ngeri. Ia sudah bertanya ke penghuni indekos lain soal bunga itu. Tapi katanya tidak ada yang memesan bunga maupun yang mengirimi mereka. Katanya kalau ada, orang yang memberikan akan memberi tahu mereka dan beberapa orang menjawab, tidak dalam situasi harus menerima bunga. Sebenarnya begitu juga dengan Aneth, ia juga sedang tidak di posisi untuk menerima bunga. Apa lagi Valdi bilang tidak mengiriminya bunga. Tapi melihat pesan di kartu itu, sepertinya bunga itu memang ditujukan untuknya. Tapi, siapa? Siapa yang mengirimnya? Kenapa pesannya seperti itu? Apa yang orang ini tahu? Tunggu dulu—ada. Ada satu orang yang mungkin melakukan ini. Terhalang waktu yang sudah mepet untuk pergi ke kantor,
Read more
#18 Panggilan Kasual
Ia baru sempat tidur tiga jam pagi itu. Kepalanya terasa berat menahan kantuk. Beberapa kali mengerjap dan menguap, ia menepuk-nepuk pipinya dengan telapak tangan agar tidak mengantuk. “Kenapa Neth? Kamu begadang?” Suara seseorang di depannya mengejutkannya. “Oh? Pagi, Pak,” ia langsung membetulkan posturnya dan mengangguk memberi salam. “Pagi... Kamu keliatan lesu hari ini,” sahut Yuka. Aneth refleks menyentuh kedua pipinya dan menunduk. “Kelihatan banget ya, Pak?” Yuka mengangguk. “Sedikit. Memang habis ngapain?” “Ah, itu ...” Aneth bingung mau menjawab apa, lalu ia berkata jujur. “Semalam habis nonton, Pak.” Sebelah alis Yuka terangkat, “Marathon drakor?” Ia teringat gadis-gadis senang sekali menonton acara itu hingga kadang menangis, teriak histeris, tertawa, ya contohnya Yurika, kakak perempuannya. “E-ee iya, Pak,” jawab Aneth sambil tertawa kaku. Tak lama lift berdenting menunjukan lantai kantor A
Read more
#19 Make Sure
Laki-laki ber-sweater ombre keabu-abuan itu sedang duduk mengobrol dengan temannya ketika melihat seseorang yang tak diduga muncul. Dari sana tampak sepupunya datang bersama... Aneth? Dia tidak berhalusinasi, kan? Valdi sedikit tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sewaktu Yuka berkata akan mengajak Aneth, ia kira itu hanya gurauan. Dan lagi, Aneth menerima ajakannya? Sepupunya tampak menyapa beberapa orang yang dia kenal di sana dan memperkenalkan Aneth kepada mereka. Tangannya terkepal erat menyaksikan keakraban mereka. Kenapa Aneth mau pergi dengan Yuka? “Oh, ternyata benar lo udah sampai,” ujar kakak sepupu, menghampirinya. “Aneth! Lo datang sama Yuka?” Sementara Ivy, sang tunangan, memekik girang bercampur kaget. “Hai, iya. Katanya ada kalian, makanya dia ajak gue.” Aneth tersenyum menjawab Ivy, lalu menoleh sekilas ke arahnya. Ia hanya bisa menelan kejengkelannya untuk sekarang, meskipun sebenarnya i
Read more
#20 Let's Play
“Kapan ciuman pertama lo?” Orang-orang di ruangan bersorak riuh. Yang pertama kali mendapat pertanyaan adalah perempuan yang sebelumnya menegur temannya ketika membicarakan Yuka. “Baru mulai aja pertanyaannya udah begini. Wah, gimana pertanyaan selanjutnya nih,” celetuk seorang laki-laki yang sebelumnnya bermain dart. “Pokoknya semua harus kena. Nggak mau tau,” perempuan yang mengenakan bodycon mini dress warna peach itu tertawa. “Ciuman pertama ya, apa pipi termasuk?” tanya perempuan yang mendapat giliran. “Ya nggak lah, Bambang.” “Hmm, ngak terlalu ingat. Kalau nggak salah waktu SMP?” Mendengar jawabannya, yang lain berwow-ria dan meledek perempuan itu. Setelahnya permainan kembali berlanjut. Aneth heran, mereka tidak kehabisan pertanyaan sama sekali. Beberapa pertanyaan ada yang masih dalam batas wajar. Tapi tidak sedikit juga pertanyaan ekstrem yang sulit dijawab. Contohnya sepert
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status