Semua Bab DIAMNYA ISTRIKU: Bab 11 - Bab 20
216 Bab
Bab 11
POV DANANG Seperti rencana, selepas makan siang, kami pergi menemui Pak Andalas di kantorku. Sejak dua hari ini mulai ada yang mengganggu pikiran. Rasanya aku tidak bersemangat untuk melakukan apapun. Entahlah, tiba-tiba saja pikiranku terbesit akan bayangan seorang Indah, senyum manisnya, dan sambutannya saat aku pulang dari kantor.  Lepas bayangan manis, tiba-tiba singgah juga bayangan saat dirinya berdiam diri. Saat aku mengusirnya hingga jidatnya terpentok tiang dan meninggalkan bekas memar. Hujan-hujan aku tega mengusirnya. Tak menyangka aku bahkan bisa sampai berbuat demikian karena rasa sakit hati. Aneh memang, kenapa seperti ada rasa merindukanya. Tapi jika kuingat hal yang membuat kesal, rasa marah itu kembali lagi. Sebisa mungkin aku menolak rasa kalau aku merindukannya.  Sampai di
Baca selengkapnya
Bab 12
Tok … tok … tok ….! Suara pintu itu kembali terdengar. Aku segera bergegas membuka pintunya. Mungkin saja itu Reyhan yang akan memberikan obat untukku.  "Mana obatnya?" tanyaku.  "Lah, memang belum dikasih sama Reyhan?" tanyanya. Aku menggeleng. Ternyata Haris yang datang. "Sudah kuduga," lirihnya.  "Apa?" tanyaku tak mengerti. Haris hanya diam saja. Tapi wajahnya terlihat sangat kesal. "Keterlaluan," ujarnya lagi semakin membuatku tak mengerti. Aku melirik jam di dinding sudah pukul 18.45 menit. Itu artinya lima belas menit lagi dari sekarang.  "Kayaknya aku nggak bisa ikut, Ris. Maaf ya? Kamu pergi sendiri aja. Perutku masih sakit,"
Baca selengkapnya
Bab 13
"Ingat Adit Tiagautama?" tanyanya sambil mengajakku duduk di meja yang sedikit jauh dari kebisingan.  "Aditya Tiagutama? Aku ingat. Mahasiswa yang paling gendut di kelas? Korban bully anak satu kelas. Terutama Mas Danang? Tiada hari tanpa dikerjai Mas Danang. Dijauhi oleh hampir semua siswa karena bau badan? Dianggap jorok dan …." "Dan hanya kamu kan yang mau berteman sama dia? Kamu selalu belain dia. Pasang badan di depan dia. Sering berantem sama Danang gara-gara belain dia. Terakhir kamu bertengkar hebat sama Danang, gara-gara Danang minta dibeliin kopi panas di kantin, tapi dia bawain es cofe, dan Danang marah terus ngeguyur minumannya ke kepala dia. Danang juga sering banget minta dia buat joget di depan kelas. Buat hiburan mereka. Kalau Adit berjoget, karena badannya yang besar bagaikan gajah itu, meliuk-liuk, anak satu kelas akan tertawa terbahak
Baca selengkapnya
Bab 14
Malam kian larut, aku melirik waktu di jam tangan sudah menunjukkan pukul 01.00 malam. Lima menit kemudian, tepat pukul 01.05 WIB, mobil Mas Danang berhenti di depan sebuah vila cukup besar dengan nuansa white. Halamannya terdampar begitu luas dengan beberapa bangku dan meja taman. Kemungkinan Vila ini sangat pas untuk liburan keluarga.  Sebuah plang besar tertulis Vila Indah Asri. Letaknya lumayan jauh dari ibu kota. Sepertinya kini aku telah berada di luar kota. Suasana disini sangat sepi dan lumayan jauh dari pemukiman warga.  Mas Danang langsung melepas sabuk pengaman lalu membuka pintu mobil dan keluar. Aku sudah paham betul dengan sikapnya, jadi aku harus berusaha supaya tetap tenang. Ya Allah, semoga tidak terjadi sesuatu pada diriku. Jangan sampai Mas Danang menodaiku dan melakukan dosa besar.  "
Baca selengkapnya
Bab 15
POV REYHAN Melihat Danang memperlakukan Indah dengan kasar, sungguh ingin membuatku mematahkan batang lehernya. Kalau saja Haris tidak mencegahku, mungkin laki-laki itu sudah babak belur di tanganku. Hanya saja sayang, lelaki banci itu berteriak bahwa kami dilarang ikut campur. Sebab, Indah masih sah menjadi istri Danang. Itu betul karena Indah memang belum resmi bercerai. Sehingga aku pun lebih memilih diam meski hati panas. Aku juga tidak ingin terjadi keributan. Laki-laki gila tak berotak.  Kuperhatikan Danang semakin kasar. Ia mulai menyeret tangan Indah dan membawanya pergi menjauh dari taman. Jelas saja aku langsung mengikuti dari belakang. Namun sebelum itu, aku meminta Novi sekretarisku untuk pulang lebih dulu. Sementara Maya, wanita yang kini telah menjadi istri Danang itu terus berteriak namun sama sekali Danang tidak melirik ke arahnya.Mataku membulat sempurn
Baca selengkapnya
Bab 16
Sebelumnya…. POV INDAH "Kok kamu ada disini?" tanyaku yang bingung tiba-tiba melihat keberadaan Reyhan. Pria itu, barusan bersikap manis, sekarang kembali dingin.  "Udahlah, Nggak usah banyak tanya! Masih mending aku datang. Jadi Danang tidak menyakitimu lagi!" ketusnya.  "Lagian sekalian bareng ke kantor 'kan?" ujarnya. "Nggak usah mikir macam-macam! Jangan Ke GR-an!" Aku menelan ludah melihat wajahnya. Memilih diam itu lebih baik, daripada berdebat. Bukan begitu? Reyhan pun mengemudikan mobilnya ke arah kantor. Sepanjang perjalanan, kami saling terdiam. **** Dua puluh menit berlalu,
Baca selengkapnya
Bab 17
POV INDAH Perkelahian mereka semakin berlanjut. Keduanya beradu mulut. Banyak kata makian yang terlontar dari mulut Reyhan.  Aku menelan ludah. Hatiku terasa sakit, bibirku pun bergetar. Tak kuat akhirnya aku pun membuka pintu kamar.  "Setop, jangan lanjutkan pertengkaran kalian," ujarku dengan nada suara yang tidak tinggi. Takut kalau sampai mengganggu istirahat Ibu dan Bapak.  "Kamu, Rey! Tak usah menghina statusku! Kamu percaya diri sekali! Jangan kira karena aku memelukmu, lantas aku mencintai kamu, Rey! Kalau kamu membenciku karena statusku yang seorang janda! Bekas istri dari musuhmu itu hakmu! Aku bahkan tidak pernah memintamu untuk mencintaiku, Rey! Percaya diri sekali kamu? Kamu berkata seperti itu, seakan-akan aku mau sama kamu, Re
Baca selengkapnya
Bab 18
POV INDAH Setelah menepikan mobilnya, pemuda itu pun keluar dari mobilnya. Tubuh atletis tinggi semampai itu berjalan menghampiri kami sambil membuka kacamatanya. Setelah turun aku sudah dapat mengenalinya. Siapa lagi kalau bukan Reyhan Aditya Wijaya.  "Ko bisa laki-laki beku itu? Ngapain coba nyari rumah sewaan? Inalilahi wainailaihi rojiun… Reyhan," ucapku membatin sambil menggelengkan kepala.  "Ya Allah, ya Robbi," batinku lagi. Terlalu…. "Ini, Neng orang yang sudah dulu menyewa rumah ini," ujar Si Bapak.  "Iya, Pak. Nggak apa-apa. Biar saya cari tempat lain. Bapak kasih dia saja," ujarku.  "Saya ambil rumah ini," ucap Reyhan s
Baca selengkapnya
Bab 19
POV INDAH "Mas Danang," lirihku saat bola mata kami saling bertemu. Dari wajah, nampak aku dan dia sama-sama terkejut. Kok bisa-bisanya ada dia di rumah sebelah. "Ya Allah, sesempit inikah dunia?" gumamku membatin.   "Kamu kenapa, Ndah?" tanya Adit. Aku tak menjawab. Adit langsung menoleh ke teras sebelah saat aku mengalihkan pandangan. "Ndah," lirihnya. Aku mengangkat wajah seolah berkata "apa?" "Kalian bertetangga?" tanyanya.  "Entah," jawabku.  Saat kembali lagi hendak menjemput Ibu dan Bapak, di jalan aku bertemu dengan Adit. Lalu, aku cerita mau pindah hari ini. Lantas, dia memaksa untuk mengantar dan ingi
Baca selengkapnya
Bab 20
Hati ini gelisah tak menentu. Bahkan sudah selarut ini, aku pun tidak dapat memejamkan mata. Iseng kubuka saja paket yang sore tadi kuterima.  "Paket dari siapa ini?" lirihku. Cepat kubuka saja karena rasa penasaran ini yang begitu menggebu.  Kedua bola mataku membulat sempurna. Pasalnya sebuah ponsel berwarna putih dengan merek ternama dan cukup mahal ada di dalam paket itu. Siapa pengirimnya?  [Indah Rahmawati, mulai sekarang gunakan ponsel ini. Sudah lengkap dengan kartunya. Kamu hanya tinggal menggunakannya. Dari aku "DAN"] tulisnya. Siapa Dan? Kenapa dia bisa tahu nama juga rumahku. Ini juga bukan barang murahan. Hanya orang berduit yang bisa membelinya.  Berkali-kali aku membolak-balikkan ponsel ini. Ragu saat mau menggunakannya. &nbs
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
22
DMCA.com Protection Status