All Chapters of Tenggelam: Ketulusan Istri Pelaut: Chapter 41 - Chapter 50
98 Chapters
Bab 41: Balasan Kontan
“Astaghfirullahal ‘adzim …” pekikku. Aku seketika berdiri melihat ibu mertua tak bisa bicara karena mulutnya yang mencong. “Tolong … ! Tolong … !” Aku teriak. Sebab takut salah memberi penanganan. Sepertinya ibu mertuaku terserang stroke. Sambil menunggu bantuan datang, kutopang tubuh ibu mertua yang hampir jatuh ke lantai. Tangannya masih menggenggam erat lengan Nely. Wanita itu pun tak bisa berbuat apa-apa. Dia sama paniknya sepertiku.               “Ada apa, Mbak Alya? Ada apa?” Lek Titik datang bersama beberapa orang. Begitu melihat kondisi ibu mertua, tanpa kujelaskan apa pun, mereka sudah paham. “Astaghfirullah … Mbak Yu. Ayo dibaringkan ke kasur!” Lek Titik  histeris. Kemudian dua orang lelaki yang menyertai Lek Titik membopong tubuh ibu mertua
Read more
Bab 42: Taman Rumah Sakit
Sesampainya di ruangan ibu mertua dirawat, kami cukup dikejutkan dengan keberadaan Mas Wildan dan Nely di sana. Mereka sedang duduk sambil berpegangan tangan. Sementara kepala Nely bersandar di bahu Mas Wildan. Ibu mertua dirawat di dalam ruangan yang berisi empat pasien. Sehingga kami bisa langsung masuk tanpa menunggu dibukakan pintu.                 Mas Wildan langsung melepaskan tangan Nely yang menggenggamnya begitu melihat orang tuaku datang.   “Oh … ini janda yang kau nikahi diam-diam itu?” sapa Ibu dengan tatapan merendahkan.   “Buk, sudah, Buk. Ini rumah sakit!” Aku mencoba meredam emosinya.   Sebenarnya wajar sekali Ibu geregetan. Karena ini adalah kali pertama ia bertemu dengan Nely. Begitu bertemu, pemandangan tak sedap yang disuguhkan.   Situasi kali ini tak seperti suasana saat mengunjungi orang sakit
Read more
Bab 43: Cibiran
Cibiran Melihat Alya pagi ini dengan seragam dinas warna khaki meski tanpa make up yang meghiasi wajahnya cukup membuatku terpanah. Mengapa baru sekarang kusadari jika Alya mempunyai kecantikan yang elegan? Padahal hanya bedak dan sapuan tipis lipstick warna nude di bibirnya. Pandangannya sayu tidak menyiratkan wanita jalang. Astaga, nyeri di kepalaku semakin terasa. “Yank … kamu kenapa?” Teguran Nely membuyarkan lamunanku. “Enggak apa-apa, sedikit pusing saja. Paling kurang tidur.” Tidak mungkin aku jujur kepada Nely jika aku sedang memikirkan Alya. Aku dan Nely sedang di rumah Pak RT. Kami akan meminta surat keterangan sebagai pengantar ke kelurahan. “Loh ada Mas Wildan. Ada yang bisa saya bantu?” sapa Pak RT yang baru muncul dari balik tirai. “Saya minta dibuatkan surat keterangan untuk ke k
Read more
Bab 44: Leasing Bikin Pening
“Pak Wildan, silakan!” Panggilan dari pegawai kelurahan itu membuyarkan lamunanku saat pertama kali bertemu Nely di kamar hotel. Dengan cekatan pegawai itu membuatkan surat keterangan untuk ke pengadilan agama. Tak ada pegawai yang mencibirku di sini, layaknya Bu RT tadi. “Tunggu tanda tangan dari Pak Lurah sebentar ya, Pak. Ini beliau masih ada rapat,” ucap pegawai itu ramah. “Inggih, Pak. Terima kasih,” balasku. Sambil menunggu Pak Lurah selesai rapat, kutanyakan kepada Nely kondisi mobilnya. “Beb, mobilmu sudah bisa diambil belum?” Nely kelihatan gusar. Beberapa kali ke pelabuhan dia tidak membawa mobilnya. Kadang alasannya capek nyetir sendirian. Terakhir katanya masuk bengkel karena ada spare part yang harus diganti. Sementara barangnya masih inden karena stok di bengkel lagi kosong. “Yank … sebenarnya ….&rdquo
Read more
Bab 45: Batal ke Pengadilan
Baru selesai urusan dengan pihak leasing, kulihat Nely menerima telepon di halaman belakang sambil mondar-mandir. Ada apa lagi dengan istri ke duaku ini? Kutunggu lima menit belum juga diakhirinya panggilan telepon itu. Akhirnya kudatangi tanpa sepengetahuannya. “Iya, iya nanti aku balikin. Beri aku waktu. Kamu tega sekali sama teman! Dulu pas kamu susah aku juga bantuin, kan?” Nely tak tahu jika aku menguping pembicaraannya. Ngomong sama siapa dia? Apa yang mau dikembalikan? Tak tahan menunggu lama, segera kuambil ponsel di genggamannya. “Hallo … Ini siapa?” tanyaku kepada sosok di panggilan itu. “Oh … Saya Siska, Mas. Temannya Nely. Mas suami barunya Nely, ya?” “Ya, ada apa?” “Oya kebetulan. Nely pinjam uang aku, Mas. Dah setahun lebih enggak dibalik-balikin. Dulu aku enggak tega k
Read more
Bab 46: Double Date
Siapa sekarang yang harus kutemui untuk mendapat informasi tentang Alya? Aku memutar otak sejenak. Lalu muncullah satu nama, Dini. Ya, Dini pasti mau membantuku. Kukirim pesan kepada teman kantornya Alya tersebut. [Din, kamu ada waktu? Aku perlu bicara. Bisa gak kita ketemuan siang ini?]Kulihat Dini sedang online. Maka pesanku langsung dibalas. [Ada apa nih? Pasti masalah Alya, ya? Tuh dia lagi nerima telepon] [Ya, tentang Alya. Siapa lagi. Telpon sama siapa?]Aku jadi tertarik ingin tahu semua tindak-tanduk Alya sekarang. [Duh mahal nih infonya. Aku baru buka mulut kalo ditraktir makan siang yang enak]Dini masih sama. Doyan makan. Aku tak keberatan dengan permintaannya. [Ok. Kamu mintanya makan di mana?]Dia kemudin menyebutkan salah satu outlet makanan di mall dekat kantornya.🌷🌷🌷 Tepat pukul dua bel
Read more
Bab 47: Cemburu
Saat ini aku diajak Mila menemaninya makan siang. Sebenarnya aku malas, tetapi dia memaksa. Apalagi kemarin aku sudah menolak ajakannya menghadiri grand launching perumahan rekan bisnisnya. “Al, aku mau beri tahu sesuatu tapi please kamu jangan menoleh ke samping apalagi ke belakang, ya,” bisik Mila sambil matarnya tetap melihat kea rah di balik punggungku. “Apaan sih, Mil? Bikin orang penasaran aja,” protesku. “Aku merasa ada orang di meja pojok yang perhatiin kita, deh.” Mila melirihkan suaranya sambil matanya tetap melirik ke arah pojok yang dimaksud. “Halah, kamu jangan ge-er!” sanggahku. “Serius! Cuma aku enggak bisa lihat wajahnya dengan jelas karena topinya enggak dilepas. Ceweknya sih pake seragam sama kayak kamu,” jelas Mila bikin aku penasaran dan ingin membalikkan badan.
Read more
Bab 48: Dosa Masa Iddah
“Buk, tadi pagi Bapak mampir ke sini. Maaf saya tidak bisa melarangnya masuk.” Begitu aku menginjakkan kaki di rumah, Bik Sum langsung memberi laporan. “Ada perlu apa ya, Bik?” tanyaku sambil melepas kaus kaki. “Cuma lihat Rheza, Buk. Tapi Reheza lagi tidur di kamar Jenengan tadi.” Aku melangkah ke kamar. Oh … pantas tadi Mas Wildan menuduhku punya hubungan dengan laki-laki lain. Rupanya dia telah melihat buket mawar ini. Kertas ucapan dari Coach Akmal lusuh bekas diremas. Berarti Mas Wildan juga tahu kartu ucapannya belum kubuka. Segera kusobek amplop kecil warna putih itu, di dalamnya tertulis, ‘Al, jika kita berjodoh, pasti ada jalan untuk kembali.’  Kuletakkan kembali kartu ucapan itu ke dalam amplopnya. Benar memang jodoh di tangan Allah. Namun kata-kata Mas Wildan seolah menyiratkan, semua itu akan bim salabim tanpa a
Read more
Bab 49: Bagai Langit dan Bumi
Alya makin pelit kata-kata. Setelah kupancing dengan tuduhan sering bertemu dengan laki-laki lain, dia malah membisu. Kupikir dia akan emosi. Lalu membuat klarifikasi bahwa itu tidak benar. Sehingga ada kepuasan pada diriku, bahwa dia tidak berpaling. Namun, itu tidak dilakukannya. Dia menahan emosi atas kebenciannya terhadapku. Sungguh wanita yang sangat kuat mengontrol emosinya. Lantas siapa Coach Akmal itu? Jika benar dia developer property – sebagaimana yang dikatakan oleh Dini –  berarti dia bukan orang biasa. Lebih baik kutanya langsung saja orangnya. Kulihat tadi dia terus melihat Alya dengan tatapan yang tak biasa. Aku laki-laki dewasa. Aku tahu makna tatapan itu. Aku tak akan membiarkan Alya jatuh pada perangkap laki-laki yang hanya memanfaatkan kondisinya yang sedang labil saat ini.               Saat tubuhku berbalik hendak ke meja yang tadi
Read more
Bab 50: Tercemar
Pagi ini aku harus balik ke kapal. Kali ini aku memang tidak libur, hanya izin pulang karena ibu masuk rumah sakit. Sehingga tak bisa lama-lama di rumah. Seperti saat Rheza operasi dulu. Saat aku pamit dengan Nely, dia malah menagih. “Mas, mana uang belanjanya?”                 “Kamu enggak pegang uang sama sekali?” tanyaku memastikan.                 “Enggak ada Mas, uang dari mana?” ungkapnya sambil mengangkat kedua tangannya dalam posisi menengadah.                 “Pakailah tabunganmu dulu. Ini aku hanya cukup buat ongkos balik naik bus.” Segera kupakai jaket warna hitam dan tas punggung.       &nbs
Read more
PREV
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status