All Chapters of LATIFAH: Derita Istri yang Terbuang: Chapter 11 - Chapter 20
40 Chapters
PART 11
    Latifah pun kembali menyembunyikan tawanya dengan ujung hijabnya. "Tentu saya masih istri sahnya seorang laki-laki yang menjadi ayah dari anak saya, setidaknya hingga saat ini," ujarnya kemudian. "Mas Arief  adalah pilihan pertama dan berharap sekaligus dalam hidup saya. Tapi...haramkah jika saya mengalamatkan rasa kagum dan kangen kepada laki-laki lain?"       Wah, Zoelva dibuat kelabakan oleh pertanyaan sulit itu. Sungguh ia tak tahu jawabannya.  Lebih-lebih rasa kangennya wanita cantik di dalam layar hapenya itu kepadanya itu jenis dan rasanya seperti apa? Zoelva terdiam seribu basa.       "Boleh Mbak bertanya sesuatu?" tiba-tiba Latifah berkata.       "Ya, silakan. Jaka Tarub siap menjawab jika bisa," seloroh Zoelva.       Latifah
Read more
PART 12
      Oh My God!        Zoelva mengusap wajahnya dengan kedua tapak tangannya. Ternyata, sebaik-baiknya dan selembut-lembutnya wanita, tetap jua tidak pernah rela jika suaminya jatuh ke dalam pelukan wanita lain!       "Saya tak mampu melukiskan bagaimana sakitnya perasaan Mbak Ifah sekarang. Kalau memang suaminya Mbak Ifah ingin membalas dendam, harusnya kan bukan justru dengan mengorbankan Mbak Ifah dan anaknya. Di sini saya sama sekali tak connect dengan pemikiran suaminya Mbak Ifah. Malah terdengar aneh sekali," ucap Zoelva, tanpa bermaksud menyudutkan suaminya sang bidadari. Hanya mengungkapkan perasaan empati saja. Zoelva tetap tau batas di situ. Karena bagaimana pun, laki-laki yang bernama Arief  itu masih sah sebagai suaminya Latifah.       "Sejak kariernya mula
Read more
PART 13
       Zoelva mengangkat wajahnya. Ia menghela nafas panjang. "Dalam hal bercinta, ternyata dia jauh lebih berpengalaman dibandingkan dengan saya. Dia benar-benar mengajarkan terjemahan cinta secara lengkap. Dia membawa saya ke jenjang kedewasaan sejati seorang laki-laki. Ya, saya mau melakukannya, karena saya sangat mencintai dia. Tapi kenyataannya, ya seperti itu...!”  Zoelva mengangguk dengan merapatkan bibirnya. Ada kesedihan yang nyata tampak di wajah gantengnya.       "Ternyata pengalaman Akhi pun tak kalah menyakitkan, ya? “ Latifah mengamati perubahan wajah cowok tampan di layar hapenya yang seolah-olah tiba-tiba tertutup mendung tipis.         “Tetapi menurut saya,” lanjut Zoelva,  “perih yang dirasakan oleh kaum laki-laki akibat dikhianati oleh wanitanya itu jau
Read more
PART 14
       Mirdas lantas menceritakan seluruh info dan hasil temuannya tentang Latifah. Zoelva pun mendengarkannya dengan seksama. Dan apa yang diceritakan oleh Mirdas tak jauh berbeda dengan yang Latifah sendiri ceritakan padanya. Artinya, apa yang wanita itu pernah ceritakan kepadanya  tidaklah mengada-ada, tetapi memang menurut fakta yang sesungguhnya seperti bagaimana yang ia alami. Kecuali hal-hal yang memang belum pernah diceritakan oleh Latifah kepadanya, seperti misalnya tentang kondisi kehidupan Latifah dalam hal membesarkan kedua anaknya selama pisah tinggal dengan suaminya, sejak setahun yang lalu.        Menurut Mirdas, Latifah tinggal di sebuah rumah dengan tipe sederhana dengan status kredit di sebuah komplek perumahan. Di situ ia membuka toko sembako kecil-kecilan. Suaminya sudah amat jarang datang menjenguknya dan kedua anaknya bahkan sejak sebelum suaminya itu mendapat musibah d
Read more
Part 15
       Dan pada hari itu juga Zoelva mentransfer uang yang dijanjikannya ke rekeningnya Latifah. Jumlahnya cukuplah untuk memperbesar dagangannya, Zoelva kira.       Latifah langsung meneleponku untuk mengucapkan terima kasih. "Tapi ini banyak sekali, Akhi. Mengapa Akhi ikhlas membantu saya, padahal kita belum lama saling kenal?"       "Apa mengulurkan bantuan kepada sesama itu harus mengenal dulu, Mbak Ifah?"        Latifah bukannya menjawab pertanyaan Zoelva, malah terisak. Zoelva pun memilih untuk pamit dan mengucapkan salam.       Tepat di bulan ke empat usia pertemanan dan kontaknya dengan Latifah di dunia maya, Zoelva mencoba tidak mengaktifkan nomor WA-nya selama satu minggu. Otomatis ia dengan Latifah tidak bisa saling ko
Read more
PART 16
     Aku kira Latifah akan tersinggung dengan ucapanku itu. Dia malah menanggapinya dengan tersenyum dan berkata, "Saya juga kan tidak muda-muda amat lagi kan, Akhi? Saya juga sudah seorang ibu-ibu, hehehe. Lagi pula saya sudah paham karakter cowok-cowok ganteng di dumay, makanya saya tak pernah berminat untuk menjadikan mereka sebagai teman curhat. Tak sedikit di antara mereka yang tidak tulus dalam pertemanan dengan saya. Saya ngeri mendengar cerita dari teman-teman saya yang pernah tertipu dan dikecewakan oleh jenis brondong ganteng yang dikenalnya di dumay. Sementara sejak semula Akhi orang yang baik. Dan nyatanya benar-benar baik."         Spontak Zoelva merogoh saku celana dan kantong bajunya sembari bekata, “Receh, mana receh?”        Latifah tertawa melihat tingkahnya. “Iih, saya tuh berkata y
Read more
PART 17
  "Cinta kan tak selalu bisa diraih melalui rayuan, Mbak cantik?! Dulu pada mantan saya, saya langsung mengungkapkan cinta, dan kebetulan juga pada dasarnya juga suka sama saya. Maka jadilah. Setelah saya merasa sudah sangat cocok dengan dia, saya bermaksud melamar dia. Tapi dia selalu ada saja alasan yang dia berikan untuk menghalangi keinginan saya. Ternyata...selama ini saya dibohongi. Di kotanya dia sesungguhnya telah memiliki kekasih, bahkan tunangan. Saya akhirnya sadar, bukan dia yang menghianati saya, tetapi dia yang menghianati kekasihnya itu.” Zoelva lantas tertawa dan menggeleng-geleng. Menertawakan keperihan hatinya. Menertawakan pengalamannya yang sama sekali tak lucu.        "Hm, miris juga ya, Akhi? Mangnya yang mantan terakhir itu pacar Akhi yang keberapa?  Maksud Mbak, sebelum dengan dia Akhi pernah punya pacar?”       
Read more
PART 18
        "Assalamualaikum, Mbak Ifah."        Zoelva langsung menyapa ketika wajah cantik Latifah muncul di layar handphonenya.       “Walaikum salam, Akhi. Akhi sudah sampai Demak?"       "Iya nih, Mbak Ifah, ini sudah berada di kamar hotel.  Malah sudah mandi juga. Dik Ifah ke mari kira-kira jam berapa ntar?"       "Insya Allah, jam sembilan saya sudah tiba di hotel, Akhi."       "Ok, saya tunggu ya, Mbk ?        Malam itu mereka  mengobrol hingga menjelang subuh. Setelah sholat subuh, Zoelva lalu turun ke bawah lobi hotel untuk menanyakan mobil yan
Read more
PART 19
       Latifah menoleh kepada Zoelva. "Sama Mas Arief saya belum pernah ke sini, Akhi, baik sebelum menikah maupun setelah menikah," ucapnya. Arief adalah nama suaminya. "Terakhir kali saya ke sini bersama teman-teman, yaitu saat masih di pesantren. Tapi dulu belum sebagus ini, Akhi. Jadi lebih pada acara ziarah makam ulama."       "Oh begitu? Hm, tempat ini benar-benar indah dan berkesan, Mbak."       "Iya, benar, Akhi. Lebih tepatnya, romantis."       Datar saja Latifah mengucapkan kata itu, tanpa terlihat memberi kesan "romantis" pada Zoelva.        Mata keduanya kemudian sama-sama menatap kosong ke hamparan lautan. Burung-burung bangau putih yang beterbangan dan bertengger di pucuk-pucuk mangrove tak mengusik perhatian keduanya.
Read more
PART 20
        Selanjutnya keduanya menghabiskan waktu untuk berjalan-jalan keliling di Kota Demak, makan-makan, sebelum memasuki sebuah mall yang paling megah di kota ini untuk belanja-belanja.         Zoelva ingin membelikan sesuatu barang  untuk menjadi kenangan-kenangan dengan Latifah. Sebenarnya sang bidadari menolak, tetapi ia  yang kepengen membelikannya sesuatu barang itu. "Masak saya datang jauh ke kota ini tak membelikan Mbak Ifah apa pun buat kenang-kenangan?" ucap Zoelva.       Latifah akhirnya mau untuk  dibelikan sebuah barang yang tak perlu diceritakan di sini jenis barangnya. Dia sangat senang sekali. Tak lupa Zoelva pun membelikan Mbak Syarifah buat kenangan-kenangan, yang juga tak perlu diceritakan di sini jenis barangnya. Kata Latifah, saudaranya itu pasti senang menerima
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status