All Chapters of Catatan Si Boi: Chapter 21 - Chapter 30
118 Chapters
BAB 21. F******k Baruku
Hari sudah menjelang sore. Semua dokumen yang perlu ditandatangani sudah habis. Aku tidak tahu lagi pekerjaan apa yang bisa kulakukan. Jadi untuk mengisi kekosongan aku mulai mengerjakan tugas kuliahku. Tepat pukul lima sore baru aku kembali ke rumah. Saat itu suasana kantor masih ramai karena masih banyak karyawan yang belum pulang.Malam harinya, setelah makan malam dan shalat, praktis aku tidak memiliki kegiatan apapun. Tugas kuliah sudah kuselesaikan tadi di kantor. Akhirnya aku putuskan untuk membuka laptop, apalagi di kluster ini juga tersedia wifi. Aku terpikir untuk mendaftar ke facebook, sesuatu yang sudah lama aku inginkan tapi belum kulakukan karena keterbatasan akses. Aku tertarik memilikinya setelah temanku bercerita, dia bisa terhubung lagi dengan teman lamanya melalui facebook. Siapa tahu aku bisa terhubung lagi dengan teman-teman sekolahku.Aku
Read more
BAB 22. Rapat Perdana
Suasana kantor yang tadinya gaduh sudah tenang. Petugas keamanan sudah membawa si pembuat onar. Karena belum waktu pulang kantor, karyawan yang lain kemudian melanjutkan pekerjaannya seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya.Aku tertegun mendengar penjelasan sekretarisku. Ternyata aku sendiri yang memecat karyawan tersebut, tanpa diberikan uang pesangon. Aku berpikir sejenak untuk memperbaiki kesalahanku dan bertekad tidak akan mengulanginya lagi. Jadi aku meminta sekretarisku mengundang karyawan tadi untuk datang besok siang serta membuat jadwal meeting dengan seluruh manajer sore harinya.Malam harinya aku mengirim pesan kepada Santi. Dia kuliah di kampus ternama, pasti banyak mengenal orang yang berpengalaman di bidang yang kuperlukan. Sayangnya dia sedang tidak online dan pesanku tidak dibalas. Aku putuskan untuk menuliskan nomor HP ku dan memintanya menelep
Read more
BAB 23. Perkumpulan Juara Lomba
Suasana rapat langsung ramai. Ada yang berbicara perlahan dengan rekan sebelahnya, ada juga yang hanya semacam menggerutu tidak jelas. Aku biarkan situasi itu beberapa saat, sambil menunggu apakah akan ada yang berani memprotes. Tapi sampai suasana tenang kembali, tidak ada yang berani berbicara.“Baik, itu saja. Ada yang mau didiskusikan?” Aku bertanya setelah beberapa saat tidak ada suara di ruang rapat. Kutunggu beberapa saat, tapi memang tidak ada yang merasa perlu membantahku. Toh memang permintaanku wajar seperti halnya perintah pimpinan pada umumnya.“Baik. Jika tidak ada yang mau didiskusikan, kita bisa tutup agenda rapat kali ini. Saya harapkan kerjasama dari Bapak/Ibu agar perusahaan ini bisa semakin baik. Saya tak ingin mengecewakan papa dan Om Sukoco.” Aku sengaja menyebut nama mereka berdua di akhir perkataanku, untuk menega
Read more
BAB 24. Promosi
Suasana kantor masih sepi saat aku tiba. Sebagian besar karyawan masih belum kembali ke meja kerjanya. Wajar saja, karena memang jam istirahat siang belum selesai. Aku tiba lebih awal dari biasanya. Kelas terakhir lebih cepat selesai karena dosenku ada urusan keluarga. Baru kali ini aku shalat dzuhur di masjid dekat kantor. Aku langsung ke meja sekretaris untuk mengambil makan siang. Aku sudah menghubunginya agar menyiapkan makan lebih cepat, tapi tidak perlu menunggu aku datang jika ingin istirahat. Kuambil makan siangku lalu masuk ke ruang kerja. Saat mau duduk, aku melihat sesuatu yang asing di meja kerjaku. Bentuknya hanya secarik kertas terlipat, tapi seharusnya tidak ada apa-apa di situ kecuali ada orang yang sengaja meletakkannya untuk meninggalkan pesan. Benar saja, itu pesan peringatan. "Sebaiknya Anda berhati-hati. Anda masih sangat muda."
Read more
BAB 25. Bandung Lautan Budi
Mobil di depanku sudah kembali berjalan karena lampu sudah hijau. Putri Kang Asep cukup jauh dari mobilku, jadi kuputuskan untuk tidak menghampirinya. Nanti saja dari Geger Kalong aku mampir ke rumahnya, pikirku. Setiba di Geger Kalong aku katakan pada papa bahwa aku tidak ikut kajian sore karena akan mengunjungi teman. Sudah beberapa kali ini papa ikut kajian sore tanpa kuminta. Aku rasa papa akan tetap pergi ke sini meski aku tidak ikut bersamanya. Aku pergi ke rumah Kang Asep menggunakan ojek. Jalanan Bandung di sore hari cukup ramai, dan aku ingin kembali lagi ke sini sebelum malam. Benar saja perkiraanku, motorku melewati jejeran mobil-mobil yang sedang menuju kota. Dengan demikian aku telah menghemat waktu berjam-jam. Bapak tukang ojek hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk mengantarku ke rumah Kang Asep. K
Read more
BAB 26. Empat Gadis Cantik
Malam sudah larut. Para jamaah sudah banyak yang kembali ke tempatnya masing-masing. Wajar saja, kajian malam sudah selesai lebih dari setengah jam yang lalu. Entah mengapa malam ini aku ingin berlama-lama di masjid. Papa dan mama pasti sudah kembali ke penginapan, jadi kurasa tak perlu aku mencari mereka.Pertemuan dengan Hana memang sudah menjadi takdir. Jika aku keluar lebih awal, mungkin sosoknya tertutup oleh jamaah. Setelah masjid agak sepi, aku bisa melihatnya dengan jelas. Itu memang Hana, dia sedang membereskan sisa buku yang ada.Aku menghampirinya dari arah samping sehingga dia tidak melihatku. Baru saat sudah dekat aku membuka suara."Masih menjual buku di kajian malam? Kan sudah tidak ada target lagi."Hana sepertinya terkejut mendengar suaraku. Buku yang di
Read more
BAB 27. Peresmian Dewan Direksi
Hari sudah berganti malam. Sebentar lagi waktu pertemuan dengan tim ahli, jadi aku segera pergi ke Cafe. Setelah kami berkumpul, aku ceritakan bahwa aku mendapat promosi sebagai direktur utama, jadi pekerjaan selanjutnya lebih banyak terkait laporan. Karena itu pertemuan seperti ini tidak perlu lagi rutin dilakukan. Laporan akan kuteruskan melalui email dan mereka bisa membacanya lalu mengirimkan saran untuk kebaikan perusahaan. Setelah mendengar penjelasanku, para juara itu lalu pergi. Kini hanya tinggal aku dan Santi."Bagaimana denganku?" Tanya Santi setelah hening beberapa saat. "Aku tak punya keahlian apa-apa yang kamu perlukan.""Kapan kamu lulus?" Aku balik bertanya. "Jika tidak terlalu mengganggu, kamu bisa bekerja di perusahaan. Kurasa menjadi staf PR cocok untukmu."Santi berpikir sejenak, lalu akhirnya se
Read more
BAB 28. Restorasi Pesantren Gunung Merapi
Jalan di kota Bandung pada sabtu sore sangat padat. Sudah hampir satu jam aku keluar dari gerbang tol tapi belum juga sampai tujuan. Hari sudah berganti malam, sepertinya aku akan melewati dua kali adzan jika memaksa menginap di Geger Kalong. Akhirnya aku putuskan singgah di penginapan terdekat. Aku telah memberi tahu Kang Asep akan datang menjemput Mila esok pagi. Rencananya selesai kajian shubuh aku berangkat ke rumahnya. Tapi setelah tidak jadi menginap di Geger Kalong, sepertinya aku harus mengubah rencanaku. Aku katakan bahwa aku akan datang lebih awal, saat matahari belum terbit. Keesokan harinya aku berangkat dari penginapan setelah shalat shubuh dan tiba di rumah Kang Asep 15 menit kemudian. Hari masih gelap, tapi Kang Asep dan Mila sudah menunggu di teras rumah. Dia sudah membawa tas ransel kecil dan sebuah koper. Aku menyapa Kang Asep, mengobrol seb
Read more
BAB 29. Pertemuan di Gunung Merapi
Peresmian pesantren di Gunung Merapi semakin dekat. Sudah ada tiga orang sebagai wakil perusahaan untuk pergi ke sana. Tapi hanya aku yang bisa menyetir. Karena jarak dari bandara ke pesantren cukup jauh, aku memerlukan teman yang bisa mengemudi. Jadi aku putuskan untuk mengajak Mila ke sana. Aku memintanya untuk memesan tiket ke Jogja."Untuk siapa saja Pak tiketnya?" dia bertanya."Untuk empat orang. Aku, tunanganku, Santi dari bagian PR dan kamu."Dia agak terkejut mendengarnya, dengan agak ragu Mila bertanya."Saya ikut juga Pak?""Iya," jawabku. "Dari bandara membutuhkan waktu 3 jam untuk sampai ke pesantren. Kita akan menyewa mobil, dan kamu akan menjadi sopirnya."Mila tida
Read more
BAB 30. Foto di Situs Kantorku
Udara malam terasa menusuk sampai kulit. Di luar, kabut tebal masih menyelimuti. Namun aktivitas di pesantren Gunung Merapi sudah dimulai. Sayup-sayup terdengar suara santri mengaji. Seingatku, dulu waktu masih belajar di sini, kegiatan pesantren tidak dimulai secepat ini. Mungkin karena dulu santrinya sedikit, pikirku.Aku menarik selimut kembali. Baru saat adzan terdengar aku bangkit dari tempat tidur. Kini ada acara di masjid sampai matahari terbit. Aku mengikutinya, toh memang tidak ada kegiatan apapun. Barang-barang sudah siap, dan pesawatku dijadwalkan pukul 11. Jadi kuputuskan untuk berangkat setelah sarapan.Saat sarapan, kulihat rombonganku sudah siap. Ternyata Sisca bisa bangun pagi, batinku dalam hati. Saat kami makan, pengurus pesantren memasukkan barang yang kami bawa ke mobil. Setelah semua selesai, kami lalu berpamitan. Kusalami Mas Rangga, dia m
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status