All Chapters of Jangan Sentuh Saya, Dokter!: Chapter 51 - Chapter 60
85 Chapters
Back to School
Belum genap dua minggu Aina menjalani terapi, namun perubahannya sudah terlihat. Setiap hari dia menjalani terapi relaksasi sendiri di rumah serta rutin melakukan yoga untuk menjaga kondisi mentalnya agar stabil. Dia juga semakin sering memutar musik klasik untuk menenangkan pikiran. Meski begitu, rasanya semakin lama semakin jenuh jika dia harus berada sendirian dalam rumah. Dipta selalu berangkat pagi dan pulang sore saat bekerja. Jadi, dia tidak mungkin bisa menemani Aina setiap saat. Meski setiap akhir pekan Dipta selalu mengajaknya berjalan-jalan di luar, tetap saja hari-hari lain berlalu dengan menjemukan. Pagi ini, Aina kembali membuka info-info lowongan pekerjaan. Pelan-pelan dia meraih ponsel lalu membalikkan badan dengan hati-hati supaya gerakannya tidak mengganggu Dipta yang masih terlelap. Lelaki itu baru tidur pukul dua pagi, satu jam yang lalu. Jadi, Aina tidak mungkin tega membangunkannya. Dalam posisi mem
Read more
Teach and Learn
Aina memulai paginya dengan bersemangat. Setelan yang selama beberapa minggu tergantung di lemari tak tersentuh, hari ini bisa dia kenakan kembali. Senyumnya mengembang tatkala dirinya mematut diri di depan cermin.Dipta yang sedang memakai dasi di belakang Aina melirik wanita itu dari pantulan cermin, dan ikut tersenyum melihat wanitanya. Dia tentu senang melihat Aina bahagia seperti itu. Semoga saja keputusan yang mereka ambil adalah keputusan yang tepat."Ayo, sarapan dulu," ajak Dipta setelah mengenakan jasnya.Aina melirik jam yang menggantung di dinding. Pukul enam lebih sepuluh. Astaga, sepagi ini mereka sudah rapi. Dia mengikuti langkah Dipta menuju dapur.Mereka tidak sarapan banyak. Hanya minum kopi dan teh seperti biasa, serta makan roti dengan selai saja. Aina tidak punya banyak waktu untuk masak terlebih dahulu karena harus menyetrika pakaiannya dan Dipta pagi-pagi. Setelah itu mereka bersiap-siap. Jadi, makan roti saja sudah cukup. Jam 06.25
Read more
Escape
Siang ini seharusnya Dipta makan siang bersama dengan Aina. Namun, sialnya, sampai jam segini dia justru masih terkurung di tempat ini. Ya, Dipta masih berada dalam ruangannya. Sebenarnya, setengah jam yang lalu, jadwalnya untuk siang hari selesai. Namun, tiba-tiba saja Cindy —gadis pengidap anoreksia yang tempo hari datang— kembali masuk ke rumah sakit dan bahkan harus menjalani opname karena pingsan lagi untuk kedua kalinya di sekolah. Jadi, Dipta harus memeriksanya lagi dan merelakan waktu makan siangnya bersama Aina.Dia baru saja kembali dari kamar rawat Cindy, dan sedang beristirahat sebentar di ruangannya. Dia meraih ponsel untuk mengecek pesan dari Aina. Sayangnya wanita itu bahkan belum membaca pesannya. Apakah Aina sedang sibuk? Atau justru marah? Dia ingin memeriksanya sendiri ke tempat kerja Aina, tetapi lima belas menit lagi dia ada jadwal konsultasi. Rasanya mustahil bisa bolak-balik dalam waktu kurang dari lima belas menit.
Read more
Freedom
Gemuruh terdengar begitu riuh bersahut-sahutan, diiringi kilat yang menyambar-nyambar menciptakan rona terang di langit malam. Derasnya hujan yang mengguyur bumi disertai angin yang bertiup kencang menambah ngeri suasana malam ini. Sebuah mobil Fortuner hitam memasuki tempat pengisian bensin di ruas tol Semarang-Batang. Deru mesinnya tertelan habis oleh derasnya suara hujan. Seorang penumpang yang tengah terlelap di kursi belakang terbangun saat si pengemudi menghentikan mobilnya mendadak. Lelaki itu mengumpat pelan, tetapi matanya kembali terpejam sesaat kemudian. Si pengemudi yang mengenakan setelan serba hitam menarik napas panjang. Setelah mengisi bahan bakar untuk kendaraannya, dia segera meninggalkan tempat itu. Mobil berbelok memasuki halaman sebuah rumah kayu sederhana di pinggir hutan. Rumah yang lebih terlihat seperti gubuk itu dikelilingi pepohonan tinggi dan juga berada di bibir tebing. Tak ada rumah lain di
Read more
Die
Seharian Aina mengurung diri di kamar. Selimut tebal mendekap tubuhnya dari ujung kaki hingga ke leher, padahal cuaca hari itu sedang panas-panasnya. Kantung matanya menghitam dan bengkak karena semalaman menangis. Dipta bahkan tidak tau lagi harus melakukan apa. Mau berangkat kerja juga tidak mungkin, Aina tidak bisa ditinggalkan dalam keadaan seperti ini. Berita tentang kaburnya Rizal benar-benar membuat Aina ketakutan. Masih begitu lekat dalam ingatannya, bagaimana lelaki itu mencabik-cabik harga dirinya. Juga seperti apa perlakuan mengerikan lelaki itu kepadanya. Aina takut, sangat takut. Dia tidak ingin hal seperti kemarin terulang lagi. Dan Dipta jelas mengerti hal itu. Terapi Aina bahkan belum selesai, tetapi wanita itu sudah harus terjatuh dalam depresi yang menyakitkan untuk yang kesekian kali. Perlahan Dipta bangkit dari tempat tidur dan beranjak ke dapur. Dia hendak mencari apa pun yang bisa dimakan. Sudah jam sebelas siang, tetap
Read more
Mesmerized
Dipta mempercepat langkah menuju kamar rawat Cindy, diikuti Karin yang tergopoh-gopoh di belakang, kesulitan mensejajarkan langkah. Gadis yang masih duduk di kelas tiga SMA itu kembali drop. Padahal dua hari yang lalu, setelah Dipta meninggalkan Aina dan menyempatkan diri ke rumah sakit untuk memeriksa keadaannya, kondisi Cindy sudah membaik.Pintu kamar Cindy terbuka. Di dalam sudah ada perawat yang sedang membersihkan muntahan yang berceceran di lantai, sedangkan orang tuanya berdiri di samping ranjang Cindy, menatap putrinya dengan tatapan cemas. Dipta mendekat setelah sang perawat selesai membersihkan sisa-sisa muntahan di lantai. Dia menatap gadis itu iba. Tubuhnya masih kurus, namun tidak sepucat saat pertama kali masuk ke rumah sakit. Bibirnya kini membiru pecah-pecah dengan kulit yang mengelupas di beberapa tempat. Terlalu sering muntah pasti membuatnya dehidrasi."Kamu memuntahkan makanan lagi?" Dipta bertanya seraya mengecek roller clamp guna mem
Read more
Equals
Aina menghentak-hentakkan kakinya kesal ketika melangkah menuju warung makan di seberang jalan. Bel istirahat baru berbunyi beberapa saat yang lalu. Sebelumnya, Aina berniat makan di kantin saja. Namun, tempat itu begitu penuh, bahkan bisa dibilang sesak. Aina menjadi kesal karenanya.Hari ini suasana hatinya sedang sangat berantakan. Sepertinya semua hal yang terjadi hari ini selalu membuatnya kesal. Anak muridnya yang ngeyel saat dinasehati, rekan gurunya yang berisik saat Aina sedang mengoreksi ulangan siswanya di kantor, juga kejadian tadi. Saat dia hendak makan dan kantin malah penuh. Menyebalkan.Sejak pagi hari dia sudah uring-uringan. Masih teringat jelas bagaimana Dipta bercerita dengan entengnya semalam, bahwa dia menyuapi perempuan lain makan, bahkan tanpa rasa bersalah lelaki itu masih berani memeluknya! Apa dia tidak tau kalau Aina sedang marah? Dipta selalu saja begitu.Sudah bukan rahasia lagi bahwa Dipta selalu bersikap kelewat baik kepada siapa
Read more
Grace
Sesuai dengan yang dijanjikan Dipta tempo hari, akhir pekan ini dia mengajak Aina untuk ke mall bersama Yudi dan istri serta anaknya. Mereka janjian bertemu di tempat parkir salah satu mall terkenal di Jogja pukul sepuluh pagi. Nantinya mereka akan mencari makan terlebih dahulu sebelum berkeliling pusat perbelanjaan itu. Pukul sembilan pagi Aina sudah menyajikan kopi di meja suaminya. Dipta baru saja masuk kamar setelah selesai mandi saat indera penciumannya menangkap aroma nikmat dari atas meja kerja. Masih dengan melilitkan handuk di pinggang, Dipta meraih cangkir keramik putih itu dan menyesap kopinya. Sedangkan Aina sudah kembali ke dapur untuk membersihkan tempat itu. Dia juga menyempatkan diri membuat teh untuk dirinya sendiri. Selesai membersihkan dapur serta membuang sampah ke tong sampah besar di pinggir jalan depan rumah, Aina beralih menyapu ruang tv sampai ke ruang tamu. Sebenarnya ruangan-ruangan itu tidak terlalu kotor, karena
Read more
Pregnancy
Aina dan Dipta pulang ke rumah. Begitu memarkirkan kendaraan di halaman, Dipta langsung membantu Aina turun dan segera membawanya masuk ke kamar. Setelah memastikan Aina rebahan dengan nyaman, dia bergegas ke dapur untuk membuatkan teh hangat dan juga menyiapkan makanan.Di dalam kamar, Aina terpekur. Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam pikirannya. Perkataan ibu-ibu tadi masih terngiang di telinga. Hamil? Benarkah? Ucapan ibu itu membuatnya ingat kalau tanggal menstruasinya sudah lewat beberapa minggu. Namun, selama ini dia berpikir bahwa itu adalah efek samping dari obat-obatan yang dia konsumsi.Aina menggelengkan kepala kuat-kuat. Jangan berharap lebih, dia mengingatkan dirinya sendiri. Pasti dia terlambat datang bulan karena obat-obatan yang dia konsumsi mempengaruhi keseimbangan hormon dalam tubuhnya. Ya, pasti karena itu.Dipta masuk membawa nampan berisi teh hangat dan juga semangkuk bakso yang tadi mereka beli. Aina menegakkan punggung begitu Dipta dudu
Read more
Come
Keesokan harinya—tepatnya Kamis pagi, Aina sudah bersiap-siap untuk ke dokter kandungan. Sehari sebelumnya, dia telah membuat janji dengan seorang dokter spesialis di rumah sakit tempat Dipta bekerja. Namun, karena janji temunya pukul sembilan, sementara Dipta berangkat kerja pukul tujuh, mereka tidak bisa berangkat bersama. Nantinya mereka akan bertemu di rumah sakit dan Dipta akan menemani Aina memeriksakan kandungannya. Aina berangkat ke rumah sakit dari sekolah tempatnya mengajar. Sebelum berangkat, dia menyempatkan diri meninggalkan tugas untuk anak didiknya di kelas dan meminta izin kepada guru piket untuk meninggalkan jamnya karena dia akan memeriksakan kandungan. "Bu Aina hamil?" tanya Bu Rohayati dengan suara nyaring. "Sssttt! Jangan keras-keras, Bu. Nanti yang lain mendengar." Aina mengedarkan pandangan was-was. "Saya baru mau periksa." "Alhamdulillah ...," ucap Bu Rohayati. "Ya sudah
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status