All Chapters of Jangan Sentuh Saya, Dokter!: Chapter 1 - Chapter 10
85 Chapters
Prolog
Dipta memandang tubuh wanita dihadapannya tanpa berkedip, seolah terhipnotis dengan setiap gerak yang dilakukan wanita yang duduk di depan cermin membelakanginya itu. Aina yang merasa dipandangi terus menerus menjadi risih. Dia bisa melihat tatapan tak berkedip Dipta dari cermin di depannya. “Berkediplah. Apa mata anda tidak perih terus menerus menatap saya seperti itu?” sindirnya tetap dengan memandang bayangan dirinya sendiri di cermin. Menyibukkan diri menghapus make up yang seharian menutupi wajahnya.Dipta hanya tersenyum tanpa berniat menjawabnya. Tatapannya pun tidak berubah. Tetap terarah pada wanita yang sejak pagi tadi menjadi istrinya.“Apa anda tidak ingin mandi? Bukankah kita seharian berdiri menyambut para tamu? Kurasa anda seharusnya mandi sekarang. Saya tidak ingin tidur di samping laki-laki yang masih bau keringat.” Dipta yang masih diam di tempat membuat A
Read more
Sister's Wedding
Pagi hari yang cerah, terlihat seorang wanita berjalan anggun memasuki gerbang sekolah dengan setelan formalnya. Senyum merekah menghiasi wajah cantik itu tatkala beberapa siswa yang berpapasan dengannya menyapa ramah. “Selamat pagi, bu Aina.”“Selamat pagi,” jawab wanita itu tak kalah ramah lengkap dengan senyum manis andalannya. Dia berjalan menyusuri lorong-lorong kelas dan berbelok saat tiba di tempat tujuan, ruang guru. “Assalamu’alaikum ... selamat pagi,” ucapnya ramah saat memasuki ruangan.  Sesampainya di meja bertuliskan Aina Zavira, dia meletakkan tas kerja lalu mengeluarkan beberapa buku yang akan digunakannya sebagai bahan mengajar nanti. “Pagi, bu Aina.” Terdengar sapaan seseorang yang baru saja memasuki ruang guru. “Selamat pagi, pak Markus.” Aina membalas sambil mengangguk hormat ke
Read more
Unexpected Proposal
Bulan demi bulan berlalu setelah pernikahan adiknya. Tak terasa bulan Ramadhan kembali menyapa. Aina juga telah lama kembali menjalani rutinitas membosankan yang setiap hari dia lalui. Mengajar murid-muridnya di SMA, memberikan les bahasa Korea dan juga menulis. Meski bukan seorang penulis terkenal, tapi Aina sudah menerbitkan beberapa buku.  Pukul sepuluh malam dan Aina sudah membaringkan tubuh di tempat tidur saat ponsel pintarnya tiba-tiba berdering. "Assalamualaikum, Va," ucap Aina sambil menempelkan layar ponsel ke telinga. Tumben sekali adiknya menelpon jam segini. "Wa’alaikumsalam. Mbak, aku baru saja mendengar kabar dari bunda bahwa Ayah telah menerima lamaran seorang laki-laki,” ucap Iva tanpa basa-basi. Nada bicaranya terdengar begitu gembira saat ini. “Selamat ya, Mbak. Sebentar lagi kamu akan menikah," soraknya dari seberang sana. "Apa?!"
Read more
Wedding
Dipta membaca dengan seksama isi dari surat perjanjian pranikah di tangannya. Saat ini dia sedang duduk di ruang tamu rumah orang tua Aina bersama keluarga mereka. Seperti yang sudah mereka sepakati kemarin, Aina akan membuat surat perjanjian pranikah dan keesokan harinya Dipta beserta keluarganya bisa kembali ke rumah Aina untuk memutuskan akan melanjutkan perjodohan ini atau menghentikannya.  Dipta tersenyum sebelum mengambil bolpoin di atas meja dan tanpa ragu menandatangani surat perjanjian itu.  Sontak itu membuat Aina terkejut. Dipta bahkan sama sekali tidak mendiskusikan keputusannya dengan orang tuanya dan langsung menandatangani surat itu tanpa berpikir.  Tangan Aina mengepal kuat. Dia merasa sangat kesal dengan laki-laki dihadapannya itu. "Kenapa anda langsung menandatanganinya? Anda bisa membawanya pulang dan memikirkannya terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan," Protes
Read more
New House
Mereka kembali ke rumah keluarga Aina keesokan harinya, setelah menginap semalam di hotel tempat digelarnya resepsi sebelum pindah ke rumah mereka sendiri di Semarang siang nanti. Rumah yang sengaja di beli Dipta untuk ditempati bersama Aina. Rumah itu hanya berjarak beberapa ratus meter dari SMA tempat wanita itu mengajar.  Dipta pikir jika tinggal di apartemennya, akan terlalu jauh bagi Aina untuk berangkat bekerja. Jadi, dia membeli rumah baru yang lebih dekat dengan tempat kerja istrinya. Meski itu berarti dialah yang akan lebih jauh dari rumah sakit. Tak apa, demi Aina. Selesai sarapan di restoran hotel, mereka segera menaiki mobil yang khusus dipersiapkan untuk pulang. Dipta duduk di balik kemudi sedangkan Aina memilih duduk di kursi belakang, membuat Dipta terlihat seperti seorang supir. Diliriknya Aina lewat kaca mobil, "Kamu benar-benar mau duduk disitu?"  Aina tidak menjawab, mala
Read more
Aina's Nightmare
Jam tujuh malam Dipta memarkirkan mobil di garasi, memasuki rumah dengan kantong plastik berisi makanan di tangan. Diletakkannya kantong plastik itu di meja makan lalu segera menaiki tangga menuju kamar, mencari sang istri. Selama satu minggu mereka menikah, mereka seolah orang asing yang tinggal dalam satu rumah. Berangkat masing-masing, pulang juga masing-masing. Khusus untuk makan, Dipta memang selalu membeli dari luar untuk mereka berdua. Itu karena Aina tidak bisa memasak, dan Dipta belum sempat mencari orang untuk dipekerjakan di rumahnya.Dipta mengetuk pintu kamar sebelum melangkah masuk. "Makan malamnya ada di bawah. Kamu turun dulu, aku mau ganti baju," ujarnya kepada Aina yang duduk di ranjang dengan laptop di pangkuan. Aina mengangguk singkat lalu menutup laptop dan beranjak turun dari ranjang. Setelah mengganti baju dengan pakaian yang lebih santai, dia menyusul Aina yang sudah lebih dulu berada di ruan
Read more
Unreachable
Kokok ayam terdengar bersahut-sahutan mengiringi sang surya yang perlahan menerangi cakrawala, bersama adzan subuh yang berlomba meramaikan suasana pagi. Alarm di ponsel Aina sudah berbunyi sepuluh menit yang lalu. Sedangkan si empunya masih bergelung di alam mimpi. Bukan, bukan karena Aina tidak mendengar. Namun, karena alarm itu sudah terlebih dahulu dimatikan oleh Dipta. Laki-laki itu tahu bahwa semalam Aina habis begadang, jadi dia ingin supaya Aina tidur lebih lama. Toh perempuan itu sedang berhalangan. Dia tidak perlu bangun untuk sholat subuh. Seusai sholat subuh, Dipta membuka lemari dan mengambil kemeja serta celana bahan yang akan digunakannya untuk bekerja. Dia ingin menyetrika pakaiannya terlebih dahulu. Setelah selesai, dia segera turun ke dapur. Membuat roti bakar untuk sarapan sepertinya mudah. Roti bakar dengan selai kacang untuk Aina dan keju untuk dirinya sendiri sudah terhidang di
Read more
Attempt
"Gimana kehidupan rumah tangga lo sama Aina?" Yudi bertanya di sela-sela makan siang mereka. Dipta meneguk air putih dalam gelasnya sebelum menjawab, "Masih sama." "Astaga, Brother, lo nggak ada usaha sama sekali buat naklukin hati istri lo itu?" geram Yudi. Dia merasa kesal melihat pernikahan sahabatnya yang tidak jelas itu. "Memang apa yang bisa kulakukan, Yudi? Aina itu terlalu keras. Dia seperti tebing kokoh yang sangat sulit ditaklukkan." Yudi menggeleng dramatis. "Nggak ada perempuan kaya gitu buat gue." Laki-laki tampan yang dijuluki buaya rumah sakit itu menyeruput kopi hitamnya sebentar sebelum melanjutkan. "Yang namanya perempuan itu hatinya lembut. Gampang dibikin jatuh cinta. Lu aja yang kurang usaha." "Tapi Aina berbeda," potong Dipta. Yudi mengangkat telunjuknya dan menggerakkannya ke kanan dan ke kiri di depan wajah Dipta.
Read more
Give Up or Lose?
Aina baru saja memarkirkan sepeda motornya di garasi saat tanpa sengaja ekor matanya menangkap hal yang tidak biasa di halaman rumah. Sebuah pot guci kecil berwarna putih berisi pohon mawar yang bunga-bunganya tengah bermekaran dengan sempurna.  Kepalanya menggeleng pelan. Tanpa bertanya pun dia tau, ini pasti kelakuan suaminya. Ada-ada saja laki-laki itu. Aina hanya melangkahkan kaki memasuki rumah yang sudah tidak dikunci tanpa menyentuh bunga itu sedikit pun. Sesampainya di kamar, dia mendapati Dipta baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dan handuk tersampir di pundak. "Kamu baru pulang?" Dipta bertanya, berusaha memulai percakapan. Sayangnya hanya dibalas gumaman lirih oleh Aina. "Kamu mau makan apa malam ini? Nanti kubelikan." Lagi. Dipta kembali mengajukan pertanyaan. Masih bungkam, Aina melepas kerudung dan duduk di depan meja rias. Menghapus sisa make
Read more
Gift From Korea
Aina sedang menata dua piring nasi goreng di atas meja makan saat Dipta turun dari tangga mengenakan pakaian rapi lalu menghampirinya dengan alis bertaut. "Kamu yang membuat ini?" tanya Dipta heran melihat nasi goreng di meja makan. Aina mendengkus. "Menurutmu siapa lagi?" "Kamu bilang tidak bisa masak?" tanya Dipta terkejut. "Aku tidak bisa memasak makanan dengan bumbu yang terlalu kompleks seperti semur atau lodeh. Namun jika hanya sepiring nasi goreng, siapa yang tidak bisa membuatnya?" Aina membalas sarkas. Dipta hanya mengangguk singkat. "Lalu, kenapa kamu membuatnya hari ini?" tanya Dipta lagi. Penasaran. Deg! Aina terpaku sesaat. Benar juga. Selama beberapa minggu mereka menikah, Aina sama sekali tidak pernah menyentuh kompor. Lalu, mengapa pagi ini dia membuat sarapan? Segera dinetralkan ekspresi wajahnya kemu
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status