Semua Bab Luka Hati Istri Yang Ditinggalkan: Bab 11 - Bab 20
94 Bab
Luka 11
Bertemu dengannya kembali, bukanlah hal yang aku inginkan, apalagi dalam situasi seperti ini. Kenapa pria itu selalu membawa masalah untukku, dan fakta terburuknya adalah, aku masih mencintainya. Tapi bukan berarti aku ingin kembali bersamanya. Luka ini terlalu dalam, dan sulit bagiku melupakan semua yang pernah terjadi.Pesan masuk di ponselku, baru aku akan membalasnya, panggilan Video Call masuk, senyum sahabatku nampak begitu manis. Aku membalasnya dengan senyum yang sama.Friska memberitahu, kalau Mas Dipta juga akan ke Bali, karena itu dia memberi nomor ponselku padanya. "Aku ada pesan beberapa barang, mau nggak temenin Mas Dipta belanja? Dia bilangnya malas, baru mau pas aku mau minta tolong kamu buat temenenin dia," ucap Friska dengan gaya manjanya."Kenapa kamu nggak pesen ke aku aja langsung, kan aku bisa pergi sendiri. Malas tau jalan sama cowok, pa lagi cowok orang," jawabku, Friska tertawa."Dah, kam
Baca selengkapnya
Luka 12
"Mamaku bilang apa?""Aku tak paham, beliau minta aku sabar ngadepin kamu," jawabku."Oh, ya udah.""Maksudnya?""Tak ada maksud apa-apa," jawabnya."Terus?" "Iya, iya, tempo hari mamaku tanya, apa aku sudah dekat dengan seorang wanita, daripada ditanyain terus, aku jawab sudah. Aku juga nggak tau, kenapa kamu yang terlintas dalam benakku," jawabnya"Hah ...." aku melongo mendengar jawabannya. "Ya, nggak tau, spontan saja aku nyebut nama kamu," ucapnya lagi."Terus, darimana tau soal Prilly?" tanyaku, aku cukup penasaran dengan hal ini."Pak Ashar, aku sengaja bertanya padanya. Darinya aku tau tentangmu."Pembicaraan kami terhenti saat pelayan datang membawa pesanan kami. Setelah menyajikan di meja dan mengucapkan selamat menikmati, mereka kembali pergi."Bukan hanya kamu, semua supervisor aku tau semua, bukankah ak
Baca selengkapnya
LUKA 13
Tenang, Kay ... tenang. Kutarik nafasku dalam dan menghembuskannya perlahan. Kenapa dia ada di sini juga? Secepat ini. Untung report sudah selesai aku kerjakan. "Iya kan?" tanya Pak Ryan lagi. Aku hanya mengangguk pelan. Tak lama berselang, panggilan masuk ke ponselku, dari Mas Dipta. Aku hanya membiarkan ponsel yang kuletakkan di sebelah laptop bergetar dan berpedar."Kenapa tidak diangkat?" tanya Pak Ryan terlihat ingin tahu.Menghindarinya bukan jalan keluar, aku ambil ponsel yang sedari tadi bergetar itu dan kemudian  menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan dari Mas Dipta. "Sepertinya tempat kita menginap sama, Friska mengatakan kamu menginap juga di Jalan Kartika," ucap Mas Dipta langsung selepas menjawab salam."Sama, atau memang sengaja disamakan?" tanyaku mencoba tenang. Terdengar tawa di sana. Aku sudah memperkirakan memang sebuah kesengajaan.Pak Ryan sesekali melih
Baca selengkapnya
LUKA 14
"Kamu dimana?" tanya Pak Ryan di sambungan telepon kemudian."Di tempat kita kencan semalam," jawabku sambil melihat Mas Dipta, ekspresi wajahnya berubah. Tak ada jawaban dari Pak Ryan, panggilan pub sudah diakhirinya. Ya Tuhan, dadaku terasa sesak sekarang. Aku menjadi tegang, tak mungkin aku menghubunginya kembali untuk memastikan."Siapa pria itu?""Atasanku di kantor, Ryan," jawabku.Tanganku terasa dingin, rasanya tegang sekali, apa salahnya menjawab iya atau tidak, jadi aku juga tau apa yang akan kuperbuat selanjutnya. Ini main tutup saja."Kay, beri aku kesempatan, satu kali saja. Aku akan buktikan, rasa ini tulus adanya, aku benar-benar mencintaimu, aku janji tak akan mengecewakanmu lagi."Aku hanya menggeleng pelan."Kay, aku masih bisa merasakan, ada cinta dimatamu untukku, jangan membohongi diri sendiri. Belum terlambat untuk kita dapat memulai semua kembali. Kalau kamu merasa tak nyaman dengan Friska, kita pindah, kita mulai kehidupan baru kita,"
Baca selengkapnya
LUKA 15
"Namanya juga cari suami, ya menikahlah," balasku pada pertanyaan pria itu.Pria itu terdiam. Entah apa yang dia pikirkan. Matahari tepat di atas kepala. Walau tempat kami duduk tertutup, akan tetapi tetap saja terasa panas."Panas … balik yuk!" Aku bangun dari duduk. Pria itu pun juga mengikuti langkahku. Sebelum ke kamar aku mampir ke resto untuk membayar pesananku tadi. Hanya saja ternyata Mas Dipta sudah membayarnya. Kami beranjak keluar dari restoran, berjalan bersisian menuju ke kamar hotel. Sepanjang perjalanan kami berdua hanya diam, tanpa ada pembicaraan apa-apa lagi."Makasih ya." Aku berhenti dan mengucapkan terima kasih sesampainya kami di depan kamarku."Kita bener jadi pacar kan?" tanya Pak Ryan kemudian."Ihh apaan sih kan cuma sandiwara," ucapku tak habis pikir "Sudah ah, bercandanya nggak lucu kalau sampai didengar orang yang kita kenal dikira beneran," lanjutku."Ya udah ... ntar kalau ketemu mantan kamu, aku bilang kita hanya pura-pura." Pak Ryan
Baca selengkapnya
LUKA 16
"Rasaku, tidaklah lebih penting dibanding yang lain. Kalau mas memang ingin memperbaiki semua, lanjutkan hubungan mas dengan Friska, balas ketulusannya dengan ketulusan juga. Aku akan lebih mudah mengatasi masalahku dengannya."Aku menangkupkan kedua tanganku, memohon mantan suamiku ini bisa mengerti serta memahamiku."Aku tak mencintai Friska.""Kenapa memilihnya? kenapa mau menikahinya? kenapa memberi harapan padanya? kalau memang mas tak memilki perasaan padanya, kenapa mas suka sekali mempermainkan perasaan orang lain? orang yang tulus mencintai mas," ucapku mulai kesal."Aku melihat sosokmu dalam dirinya, untuk beberapa hal kalian mirip sekali. Tapi dia bukanlah dirimu, dan sekarang aku bertemu kembali denganmu, sosok yang benar-benar aku cari dan aku inginkan," jawab Mas Dipta, aku tak suka dia menatapku seperti itu. Tatapan memohon dan meminta, tatapan penuh cinta, terbaca sekali darinya."Kay, aku hanya butuh iya darimu. Kita akan bisa menghadapinya bersama. M
Baca selengkapnya
LUKA 17
Atau hanya karena kasihan, dan rasa bersalah padaku?" tanyanya kemudian.Matanya menatapku tajam, apakah tak boleh berawal dari rasa itu? memang karena hal itulah aku mengucapkan kalimat itu, tapi bukankah aku sempat memikirkannya juga sebelum dia menunjukkan karakter aslinya yang ternyata menyebalkan."Tak bisakah kau sedikit romantis saat menembakku?" tanyaku balik. Bagaimana bisa aku menganggapnya serius nembak saja seperti itu."Aku bukanlah pria romantis, dengan ribuan tangkai bunga, aku hanya pria menyebalkan yang ingin menjaga hatimu agar tak ada duka dan air mata kembali, agar hanya senyum yang menghias bibir ini," ucapnya. Tangannya mengusap bibirku lembut. Rasanya tak percaya kalimat itu keluar dari bibir pria menyebalkan ini. Aku mengulum senyumku, apakah sudah saatnya aku membuka hatiku, mengijinkan sosok lain hadir. Tapi masih ada rasa takut bergelayut dalam hatiku, rasa takut terluka lagi oleh sebuah rasa yang orang namakan cinta."Aku takut," ucapku li
Baca selengkapnya
LUKA 18
"Udah nggak usah dibahas," ucapku kemudian. Pria itu malah terkekeh.Pria itu menarik dua kursi ke arah meja. Kursiku lebih maju dibanding kursinya. Dia menjelaskan apa saja yang harus dipresentasikan hari ini. Untung report dari semua bagian sudah masuk."Bapak, email ke saya report per bagian, saya buatkan report cabangnya," ucapku padanya."Harus, bapak dan saya gitu ya. Kan nggak ada orang lain," protesnya."Terus apa? Honey?" "Hehehe, boleh.""Hihh, apaan lebay," ucapku. "Dah email aja," ucapku. "Sanaan dikit, napa?" Pria itu seolah tak mendengarku, merapatkan duduknya padaku. Dia mulai membuka report nya dan mengirim bahan presentasi cabang yang aku butuhkan. Untuk beberapa saat aku disibukkan dengan laporan yang harus segera aku selesaikan itu.Sampai akhirnya aku sadar, pria itu menopang wajahnya dengan tangan dan terus melihatku."Ada apa?" tanyaku padananya, grogikan jadinya. Pria itu hanya mengulum senyumnya tanpa menjawabku. Aku sengaja menut
Baca selengkapnya
LUKA 19
Para pria itu tertawa kemudian. Relasi Mas Dipta ternyata orang penting di perusahaanku. Entah apa yang dia katakan, yang pasti ini bukan hal yang baik."Ya, sudah meeting sudah mau di mulai, Kay jangan lama-lama hahahaha," ucap Pak Restu. Setelah bersalaman kedua atasanku itu pun beranjak ke ruang meeting."Mas Gila," ucapku kesal. Pria itu hanya tertawa."Cintamu yang membuat mas gila. Aku jatuh cinta padamu lagi dan lagi. Sedetikpun mas tak bisa menghilangkan bayangmu dalam benakku. Katakan padaku, kau apakan diriku. Hinggga hanya ada kamu yang setiap waktu hadir dalam anganku," ucap Mas Dipta.Aku tak menjawab apapun, menatapnya kesal kemudian beranjak. Tanganya dengan cepat menahanku."Aku tak apa-apa hanya luka kecil, tak perlu mengkhawatirkan diriku."Aku mengibaskan pegangannya, kemudian beranjak. Mas Dibta tertawa, dia benar-benar sudah gila. Semua peserta meeting sudah memenuhi ruangan, nampak Pak Ryan pun sudah duduk di mejanya. Kupercepat langkahku menu
Baca selengkapnya
LUKA 20
Mendengarku, mereka malah tertawa, mereka pasti berfikir aku sedang bercanda. Yah, aku menyampaikannya memang terlihat begitu. Obrolan ala emak-emak menyelingi makan malam kami. Sampai aku selesai makanpun, aku tak melihat sosok Pak Ryan.Sebuah pesan masuk ke ponselku. Dari Pak Ryan. Dia di bar sekarang, beberapa manager pusat dan kepala cabang lain menodongnya. Pria itu baru ulang tahun kemarin, itu alasannya. Aku cukup tau kebiasan para manajer itu. Bukan rahasia lagi bagaimana cara mereka untuk bersenang-senang. Kenapa hatiku menjadi kesal, pikiranku menjadi liar kemana-mana. Bagaimana kalau orang-orang itu menghadiahkan seorang wanita untuk menemaninya malam ini. Aku paham sekali kebiasan mereka, Pak Ryan orang baru pasti belum tahu kebiasaan mereka."Kepantai yuk?" ajak Mbak Zoya pada kami, sebenarnya engan tapi mereka menarikku juga. Tak enak juga, dipikir Aku tak mau membaur dengan yang lain. Dari depan ke belakang lumayan jalannya. Pantai terlihat lebih lebih
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status