Semua Bab Luka Hati Istri Yang Ditinggalkan: Bab 51 - Bab 60
94 Bab
Luka 51
"Kay, jangan membahayakan dirimu. Menjauh dari pria ini, kecemburuan kekasihnya bisa saja membunuhmu. Dia bukan wanita sembarangan, aku sudah mencari tahu tentangnya." Kembali Mas Dipta melanjutkan bicaranya. "Jangan pernah bercerita omong kosong, aku tak memiliki hubungan apapun dengan wanita itu. Jadi jaga bicaramu!" Pak Ryan semakin tak bisa mengendalikan emosinya."Sudahlah, Mas tak perlu mencampuri urusan Kayana lagi. Ini hidupku, biarkan Kay menentukan jalan sendiri," ucapku akhitnya pada Mas Dipta, aku tau apa yang harus aku lakukan."Mas hanya mengkhawatirkan dirimu," ucap Mas Dipta kemudian."Tak perlu mencemaskan calon istriku," balas Pak Ryan."Justru aku mencemaskan dia, karenamu." Mas Dipta menunjuk ke arah wajah Pak Ryan dan suaranya juga meninggi."Sudah cukup, mas tolong tak perlu mencampuri urusanku lagi," tegasku lagi."Dengar, kalau sampai terjad
Baca selengkapnya
Luka 52
"Kita?" ulangku. "Iya, apakah tak sesuai dengan apa yang kamu impiakan?" tanyanya lagi, saat melihatku hanya terdiam.Aku menggeleng dengan cepat. Ini memang tidak sesuai dengan ekspetasi, bukan kurang tapi, lebih."Bukan, bukan begitu. Justru sebaliknya, ini luar biasa, lebih dari mimpiku," jawabku."Kamu suka?""Sangat suka.""Aku senang, mendengarnya.""Aku hanya tak mengira, mimpimu sudah sejauh ini. Semua sudah kamu siapkan dengan   begitu sempurna.""Demi dirimu.""Aku tersanjung, terima kasih." Senyum dan haru berpadu menjadi satu. Tangannya meraih tubuhku, dia memberi sebuah pelukan hangat dan kecupan di kening. Bagaimana perasaanku sebenarnya sungguh sulit aku gambarkan.Selepasnya pria yang memiliki hatiku untuk saat ini kembali menarik tanganku guna melihat-lihat ruangan lainnya. Sebuah kamar untuk Prilly juga telah dia siapkan. Yang pastinya jauh lebih luas dibanding
Baca selengkapnya
Luka 53
Aku benar-benar tegang, rasanya perasaanku tak karuan, sungguh tak bisa aku gambarkan. Nafas aku tarik kuat-kuat dan menghembuskan perlahan kemudian. Badanku rasanya panas dingin.Yang ditunggu akhirnya datang juga, terdengar mobil berhenti. Jantungku berdetak semakin kencang. Ya Allah, semoga engkau memberi kelancaran dan membuka pintu hati Papa, untuk dapat menerima lamaran Pak Ryan malam ini.Mendengar suara mobil berhenti, Mama bergegas beranjak. Tangannya menarik Papa yang terlihat enggan beranjak. Aku menggandeng Prilly, yang terlihat cantik dengan dress putihnya."Assalamualaikum," salam Pak Ryan."Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh," jawab Prilly kencang, aku hanya lirih menjawabnya.Pak Ryan tersenyum, dia terlihat begitu tampan dalam balutan kemeja batik yang dominan warna hitam itu. Untuk pertama kalinya, aku bertemu langsung dengan Mamanya Pak Ryan, sangat cantik. Sepertinya umurnya tak berbeda
Baca selengkapnya
Luka 54
Pria itu tertawa mendengarku, dia terlihat begitu bahagia. "Sayang," panggilku setelah tawanya mereda."Iya sayang.""Kamu membuatku jatuh cinta, untuk kesekian kalinya," ucapku. Wajah pria itu merona mendengarku."Semua hal yang ada padamu, membuatku semakin jatuh cinta," lanjutku."Kenapa kau mengambil bagianku, harusnya aku yang mengatakan hal itu padamu," ucapnya, "Aku mencintaimu lebih besar dari yang aku sadari."Tuhan memberi lebih dari yang aku minta, semua begitu nampak sempurna. Restu yang kami dapatkan membuka jalan yang sempat aku takutkan akan terjal dan berliku.•••"Pa, terima kasih," ucapku pada Papa pagi itu, saat kami berkumpul untuk sarapan.Wajah Mama yang sedang menyiapkan air minum juga terlihat begitu sumringah, cerah ceria."Kalau kalian sudah saling cinta dan merasa cocok, Papa hanya bisa mendukung saja."Papa mengambil kopinya dan menyeruput kemudian."Semoga diberi kelancaran, untuk niat baik kalian berdua. Semua berkas sudah di urus, tinggal urusanmu di kan
Baca selengkapnya
Luka 55
Mama Pak Ryan, memilih tinggal di Apartemen, mungkin merasa belum nyaman meski sahabat, mereka sudah cukup lama tak bersua. Selepas pulang kantor aku biasa menemuinya. Mengantar makanan dan menemaninya sebentar. Pribadi yang sangat bersahaja.Hari ini sedari sore, Prilly sudah prepare untuk acara nanti malam, salah seorang temannya berulang tahun. Tak tanggung-tanggung orang tuanya menyewa ballroom hotel termewah di kota ini. Satu permintaan Prilly yang membutuhkan waktu lebih untuk aku memberi jawaban. Dia ingin ditemani Mama dan Papanya. Prilly sendiri langsung menghubungi Mas Dipta, yang dengan cepat mengatakan iya. Aku sampaikan pada Pak Ryan, pria itu mengizinkan demi Prilly. Meski dari suaranya terasa tak nyaman, aku cukup mengerti apa yang ia rasakan.Mama dan Papa mengunjungi Mama Pak Ryan, aku hanya berdua dengan Prilly. Menunggu Mas Dipta menjemput kami. Prilly bergegas lari kedepan saat terdengar mobil berhenti. Sambil membawa kado yang aku beli tadi siang, aku ikut kelua
Baca selengkapnya
Luka 56
Mobil melaju pelan, meninggalkan area hotel. Prilly sudah tertidur di kursi belakang, gadis kecilku itu langsung terlelap sepertinya dia begitu kelelahan. Jam digital di mobil memperlihatkan angka sembilan. Untuk Prily mrmang sudah cukup larut malam.Terasa ponsel di dalam tasku bergetar, tanganku segera merogoh ke dalam tas. Tanpak ada panggilan dari Pak Ryan saat aku melihat layar. Dengan segera kugeser tombol berwarna hijau di layar untuk menerima panggilan."Assalamualaikum," salamku kemudian."Waalaikumsalam sayang, dah pulang?" Terdengar suara riang pria di ujung telepon."Sudah, masih di jalan. Sayang sudah di hotel?" tanyaku kemudian."Iya, baru selesai mandi. Besok penerbangan pagi, jadi belanjanya kan? Ajak Prilly ya biar anak kita pilih sendiri." Anak kita? Sesaat aku terdiam."Halo ….""Iya, aku pagi kesana sama Prilly," jawabku tersenyum, meski dia tak akan melihatnya, tapi, aku bahagia dengan perasaannya pada Prilly."Maaf, aku nggak bawa hadiah tapinya. Padat sekali me
Baca selengkapnya
Luka 57
"Wah, bagus." Prilly langsung berlarian di halaman depan. "Hati-hati jatuh," ucap Pak Ryan muncul dari dalam rumah."Om ganteng," teriak Prilly berlari menghampiri Pak Ryan, pria itu membungkuk menyambut Prilly. Di belakang Pak Ryan nampak mamanya tersenyum manis.Aku berjalan beriringan dengan Mama dan Papa, tersenyum melihat betapa manisnya pria itu dan Prilly. Mama dan Papa langsung ke dalam mengikuti langkah Mama Jani. Prilly berlari ke ayunan yang sepertinya baru dipasang."Pagi, jodoh," sambut Pak Ryan padaku."Pagi, calon imam," jawabku tersenyum."Kenapa liatinnya kayak gitu,' ucapku saat sadar, pria itu tak melepas tatapannya dariku."Aku rindu," ucapnya kemudian. Aku kembali tersenyum sambil memainkan bibirku, pipiku menghangat."Aku juga," balasku, tersipu sendiri. Pak Ryan tersenyum melihatku, entahlah berasa remaja lagi kalau jatuh cinta seperti ini.Kami berjalan menuju sebuah bangku bercat putih, yang berada tak jauh dari tempat Prilly bermain ayunan."Apa bisa membuat
Baca selengkapnya
Luka 58
Barisan saung bambu berdiri di atas kolam yang berisi banyak ikan dengan corak warna warni. Restoran ini termasuk masih baru di kota ini, hanya saja sangat direkomendasikan. Dari banyaknya pilihan menu yang bisa dipilih. Rasanya juga cocok di lidah, suasana dan pemandangan yang disajikan juga asri dan nyaman serta unik.Seorang pelayan menyambut kami dan mengarahkan ke sebuah saung yang berada di ujung jauh. Karena weekend suasana begitu ramai, beruntung ada rombongan pengunjung yang baru saja selesai. Sehingga kami mendapatkan tempat.Sambil menunggu pesanan yang lain memilih jalan-jalan di sekitar restoran. Aku memilih tinggal berdua dengan Pak Ryan di dalam saung."Tinggal menghitung hari," ucapnya memulai pembicaraan."Iya. Tapi, urusan kantor belum selesai. Aku tak yakin juga bisa selesai."Masih banyak yang harus aku kerjakan, selain mentraining penggantiku. Dibilang mendadak, bisa jadi iya. Atau memang karena pekerjaan kantor yang tiada habisnya."Aku sudah ajukan ke manajemen,
Baca selengkapnya
Luka 59
Kedua orang itu nampak terkejut. Mama Jani menutup mulutnya dengan telapak tangan. Ayah Mas Dipta memandangnya dengan nanar, sedangkan Mamanya membuang wajah. Semua terpaku, termasuk Mama dan Papaku, mereka saling berpandangan.Pak Ryan memandangi mamanya dengan tatapan heran, Mas Dipta yang kini menggendong Prilly juga nampak keheranan. Ayah Mas Dipta beralih memandangi Pak Ryan yang berdiri di sampingku. "Apa kabar?" tanya pria paruh baya yang masih nampak gagah itu, pada Mama Jani.Mama Jani masih menutup mulutnya dengan tangan, terlihat tubuh itu terguncang, dia menangis."Mama, ada apa?" tanya Pak Ryan mendekat ke Mamanya, kemudian memegang bahu orang yang paling dikasihinya itu.Mama Jani menggeleng kemudian mengajak untuk segera pergi. Wanita itu membenamkan kepalanya di dada anak semata wayangnya. Ayah Herman menahan langkah Ibu dan anak itu. Ada apa sebenarnya."Rinjani tunggu!""Mama, ada apa ini?, Mama juga mengenal mereka?" tanya Pak Ryan pada Mamanya.Tak ada jawaban. Ha
Baca selengkapnya
Luka 60
Aku tau tak mudah bagi Pak Ryan untuk menerima kenyataan bahwa dia adalah adik dari Mas Dipta, yang juga mantan suamiku. Dia memilih mengabaikan fakta yang ada meski Ayah Herman berulang kali meminta maaf. Kenyataan ini mengorek luka banyak hati, Mama Jani, Mama Sari, Mas Dipta dan Dana, serta Pak Ryan pastinya.Sudah dua hari sejak kejadian itu, Ayah Herman meminta bantuan Papa untuk dapat bertemu dengan Pak Ryan dan Mama Jani. Kami semua sepakat, tak akan memberitahu sebelum Pak Ryan dan Mama Jani sendiri yang mengijinkan.Demikian juga malam ini, pria setengah baya itu baru saja pergi setelah mendapatkan penolakan untuk kesekian kalinya. "Siapa menduga, Ryan dan Dipta bersaudara," ucap Mama malam itu, selepas Ayah Herman pergi."Semua tersakiti dalam masalah ini." Mama melanjutkan kalimatnya."Iya, dan kita sama sekali tidak mengetahuinya. Aku tak mengira Rinjani nekat karena setahuku, keluarga mereka bermusuhan entah karena apa." Papa ikut menimpali."Kasihan Mbak Jani sama Ryan.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status