Semua Bab Luka Hati Istri Yang Ditinggalkan: Bab 41 - Bab 50
94 Bab
Luka 41
Kelelahan Prilly tertidur di jok belakang, aku ingin memangkunya tadi, tapi dia memilih duduk di jok belakang."Sayang, terima kasih ya," ucapku, saat mobil melaju pelan meninggalkan parkiran mall."Aku yang harusnya berterima kasih, malam minggu terindah di temani dua bidadari," balasnya."Bidadari? lebay," ucapku, lalu tertawa kecil."Aku serius sayang, kalian bidadari di hatiku," lanjutnya, aku kembali tertawa."Sayang, aku merasa nggak enak ama kamu, masalah Prilly dan Mas Dipta. Kamu tau betapa keras kepala sekali dia."Pak Ryan meraih tanganku, meletakkan di atas pahanya. Sesekali diketuknya mengikuti irama lagu yang sedang didengarnya."Bagaimanapun, pria itu Ayah Prilly. Tapi bagiku asal kamu tetap bersamaku, aku yakin bisa melewati halangan yang ada," ucapnya."Tau nggak, aku merasa menjadi wanita paling beruntung. Terima kasih untuk cinta ini, aku ingin menjadi bagian terpenting dalam hidupmu, menjadi separuh jiwamu, dan juga tulang rusukm
Baca selengkapnya
Luka 42
"Mama, Papa datang," teriak Prilly. Aku dan mama saling berpandangan, mama memiringkan sedikit kepalanya dengan ekspresi bibir terlihat malas."Iya, tunggu di situ," jawabku, lalu bergegas ke kamar, mengambil ponsel dan juga dua lembar uang ratusan dari dalam dompetku.Saat aku keluar, papa sudah tak ada. Sepertinha sudah berangkat. "Jalan kaki?" tanya mas Dipta."Iya Papa, olahlaga." Prilly yang menjawab pertanyaan mas Dipta."Siap," jawab mas Dipta, senyum tersunging di bibir itu, menampakkan lesung pipi yang sama dengan Prilly.Kami bertiga berjalan bersisian dengan menggandeng Prilly di tengah. Keceriaan nampak jelas di wajah mungil, milik putri kecilku itu."Hai," sapa mas Dipta padamu. Prilly menggoyang tanganku, saat tak dia dengar jawaban keluar dari bibirku."Hai," balasku."Selalu terlihat cantik, meski cemberut," ucapnya lagi. Aku hanya diam sambil mengedarkan pandangan."Sayang, capek nggak, papa gendong ya," tawar mas Dipta kem
Baca selengkapnya
Luka 43
"Mas udah bayangin, kamar Prilly nanti, anak gadis kan sukanya pink. Mas akan sewa orang khusus buat atur kamar Prilly," lanjutnya lagi.Aku bergeming mendengar Mas Dipta bercerita, masih aku dengarkan tanpa aku sela."Mas, bukankah kita sama-sama sudah dewasa, kita bicara layaknya orang dewasa," ucapku kemudian."Mungkin, bagi mas apa yang mas lakukan dulu padaku, itu hal yang biasa. Tapi, tidak bagiku. Mas menginjak harga diriku, menggoyaknya hingga tak berupa lagi. Masih ingatkan? sampai seperti apa mas menghinakan aku dulu. Enam bulan pernikahan kita, yang aku dapat hanya cacian dan hinaan. Mas selalu menyalahkanku, kata mas gara-gara diriku mas berpisah dengan kekasih mas."Sekuat tenaga aku menahan gejolak emosi dalam dada. Agar aku bisa menyelesaikan semua yang ingin aku sampaikan padanya."Mas, juga pastinya tidak lupa, bagaimana bisa Prilly hadir di dunia ini. Prilly hadir bukan karena sebuah cinta, bagi mas itu dulu kesalahanku, mas yang memaksaku, mas
Baca selengkapnya
Luka 44
Bangun pagi ini, kepalaku sedikit pusing. Kejadian kemarin, terus berputar dalam benakku. Bayangan Prilly dan juga harapan yang terpancar dari sorot kedua matanya membuat pikiranku cukup kacau.Bukan aku egois, dengan bertahan untuk tak menerima Mas Dipta kembali, selain luka yang terlanjur menggores, akan banyak hati yang terluka. Termasuk hatiku sendiri, rasaku mulai memudar, seiring kehadiran Pak Ryan di hatiku. Setelah sholat subuh, aku menyiapkan baju kerja dan beberapa berkas pekerjaan kantor yang sempat aku bawa pulang. Merapikan dan memasukan berkas tersebut ke dalam sebuah map plastik. Menutup laptop kemudian mengembalikan ke dalam tas.Selesai dengan persiapanku sendiri, giliran menyiapkan keperluan Prilly. Aku memeriksa kembali buku-bukunya dan juga tugasnya. Setelah kupastikan semua beres, kembali aku masukkan ke dalam tas sekolahnya.Aku mengambil baju sekolah Prilly dari dalam lemari dan menyiapkannya di atas tempat tidur beserta pakaian dalamnya. Pan
Baca selengkapnya
Luka 45
"Saya bicara berdasarkan fakta yang ada, kenyataannya memang ada penyimpangan di cabang ini." Bu Rahma terlihat begitu yakin dengan ucapannya. Semua terdiam, suasana terasa begitu tegang. Begitu juga dengan yang aku rasakan, bukan takut karena aku merasa tidak melakukan hal yang wanita itu tuduhkan. Hanya saja dituduh dan dipermalukan di depan umum rasanya tidak bisa aku gambarkan."Bu Rahma, saya kepala cabang di sini, apapun yang terjadi di cabang adalah tanggung jawab saya, selaku pimpinan di sini. Seharusnya Ibu tau batas wewenang dari seorang wakil manajer area. Semua yang terjadi di cabang bukan wewenang Anda secara langsung."Pak Ryan bicara dengan tegas, dan penuh penekanan. Terlihat sekali dia mencoba mengendalikan emosinya. Wajah putihnya terlihat memerah."Pak Ryan, pembiaran atas sebuah penyimpangan akan merugikan perusahaan, saya ikut bertanggung jawab untuk sebisa mungkin agar perusahaan tidak sampai di rugikan." Wanita berambut coklat itu, ikut menai
Baca selengkapnya
Luka 46
"Kami juga permisi Pak,"ucapku kemudian. Pak Ryan melihat ke arahku dan Friska."Friska, minta ke bagian personalia cek CCTV ya!" perintah Pak Ryan pada Friska."Baik, Pak. Saya juga permisi." Pamit Friska."Kay, bisa tinggal sebentar." Ragu Pak Ryan memintaku untuk tidak beranjak. Aku melihat ke arah Friska, ada gurat senyum di wajah cantiknya."Baik, Pak," jawabku."Ehem … ehem," goda Pak Anshar. "Friska, nggak mau jadi obat nyamuk kan?"Friska tertawa kecil, kemudian bergelayut di tangan Pak Anshar. Pria setengah baya itu tertawa, kami sudah menganggapnya seperti orang tua sendiri.Aku masih berdiri di tempat semula, Pak Ryan menghampiriku. Tangannya meraih jemariku dan menggenggamnya."Maafkan aku, karena aku kamu jadi terkena masalah," ucap Pak Ryan kemudian."Apa kalian dulu memiliki hubungan?" tanyaku penasaran."Bu Rahma, terobsesi padaku. Aku sampai memilih keluar dari perusahaan untuk menghindar darinya. Tak terpikir dia akan mengeja
Baca selengkapnya
Luka 47
"Assalamualaikum.""Waalaikumsalam, mana pesanan mama?"Langkahku terhenti seketika, aku lupa. Saking panasnya hatiku melihat foto-foto itu, aku sampai melupakan pesanan mama."Kay, lupa ma. Abis inikah Kay anter belanja?" "Tumben mukanya kusut gitu?" "Iya Ma, ada sedikit masalah tadi di kantor. Tapi, dah nggak apa-apa kok," jawabku kemudian."Ya udah mandi sana, ntar aja abis maghrib antar mama belanja.""Iya, Mah," jawabku, kembali mengayunkan kaki berjalan menuju kamar.Sudah tau membuat panas, tapi entah mengapa aku kembali membuka ponsel dan melihat foto-foto yang dikirimkan mas Dipta. Sengaja aku kirimkan semua foto-foto itu ke nomor Pak Ryan.Aku mulai menghitung "Satu … dua … ti …." Ponselku bergetar, panggilan dari Pak Ryan masuk. Aku hanya memandangnya, panggilan terus berulang, aku meninggalkan ponsel yang terus bergetar itu, tergeletak di atas ranjang.Mandi sepertinya akan mengurangi rasa penat dan panasnya hati ini, sengaja a
Baca selengkapnya
Luka 48
Sesaat aku memandangi wajah tampan itu. Semoga apa yang kami harapkan akan menjadi sebuah kenyataan. Rasa ini tulus adanya, sosok tampan ini pun nyaris tanpa cela baik fisik maupun kepribadiannya. Yang semakin membuatku mencintainya, sangat."Sayang, tak adakah kopi untukku?" Aku tersenyum, bahkan aku tak menawarinya minum. Kekasih macam apa diriku."Aku buatin dulu ya," ucapku hendak beranjak."Jangan lama-lama," pintanya sambil memegang pergelangan tanganku."Nggak lama, paling Sewindu," jawabku asal bercanda.."Jangan, aku bisa gila karena rindu," canda Mas Ryan terdengar seperti sebuah gombalan receh. Tapi, cukup untuk membuat hatiku merasa senang dan juga bahagia."Gombal."Pria itu tertawa, aku segera beranjak ke dapur. Prilly sepertinya di kamar mama, aku menyusulnya."Ma, besok aja ya belanjanya," ucapku setelah membuka pintu."Iya, nggak apa-apa. Prilly juga sudah tidur," jawab Mama sambil merapikan tempat tidurnya."Tumben cepet bobokn
Baca selengkapnya
Luka 49
Melihat darah yang keluar, aku berteriak kencang, mengundang semua yang ada di sekitar berdatangan. Aku langsung berdiri menahan tubuh Friska yang hilang kesadaran. Dibantu security dan beberapa karyawan lain aku menopang tubuh Friska.Darah terus keluar, aku begitu panik. Tak bisa memikirkan apapun, begitu juga saat tubuh Friska diangkat ke dalam mobil, aku masih dalam kondisi syok. Sesampainya di rumah sakit Friska langsung dilarikan ke IGD. "Silahkan menunggu di luar, kami akan segera menangani pasiennya," pinta salah satu perawat sebelum menutup pintu ruangan. Dalam diam air mataku tak berhenti mengalir antara syok, kaget, takut, sedih, dan entah apa lagi."Apa yang terjadi?" Aku langsung menoleh ke arah suara, tangis tertahanku pecah seketika. Tujuan dari penusuk itu adalah diriku menurut pemikiranku, Friska hanya melindungiku. Dia bertaruh nyawa untukku."Friska … Friska …." Aku tak mampu berkata apapun, Pak Ryan memeluk tubuhku, mencoba menenangkank
Baca selengkapnya
Luka 50
Mobil yang Pak Ryan kemudikan mulai memasuki area parkiran rumah sakit. Parkiran di depan penuh, kami memutar ke parkiran samping yang sedikit jauh dari lobby rumah sakit.Setelah turun, kami langsung bergegas. Dari parkiran samping memang sedikit lebih jauh jalannya untuk menuju kamar Friska. Bila memutar lewat depan, akan semakin jauh."Lewat situ lebih dekat," ucapku sambil menunjuk sebuah lorong di sisi kanan. "Tapi, harus melewati kamar jenazah," ucapku lagi."Memangnya kenapa?" tanya Pak Ryan sambil menggandeng tanganku."Ya, nggak papa, toh semua yang hidup bakal mengalami hal yang sama," jawabku. Kami berjalan bersisian."Iya, jadi pengen cepet nikah.""Apa hubungannya?""Emang harus ada hubungannya?" tanya pria yang sore ini tampak manis dengan kaos putih dan bawahan gelap itu."Ya haruslah, kalau nggak ada hubungan ngapain nikah?" balasku.Pria itu menoleh ke arahku."Bisa aja jawabnya, tambah ngebet kan, pengen segera nikah."Aku yang
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status