All Chapters of Mantan Menantu Insyaf Setelah Dicerai: Chapter 11 - Chapter 20
38 Chapters
Memulangkan koper
Memasuki awal baru pernikahan, Darma dan Rose sungguh berbahagia. Aku dan suamiku juga menaruh harapan pada menantu satu-satunya agar dapat memberikan kontribusinya untuk keluarga kami. Namun, lambat laun sikap dan tingkah Rose semakin membuatku terkejut. Di awal pengantin baru kami memahami bahwa masih wajar manten bangun agak siang. Akan tetapi, Rose terus-terusan bangun siang dan seperti ogah mengurus Darma yang akan berangkat kerja. Ditambah lagi sifatnya yang pemalas dan selalu di kamar. Setiap dinasehati selalu membantah dan marah. Hingga bicara kepadaku dengan suara keras, demi Darma aku selalu bersabar. Memberi arahan dan juga doa agar Rose mau berubah. Tak terasa air mataku menetes, mengingat kejadian dulu. Darma segera menghapus air mataku, "Sudah, Bu. Darma nggak apa-apa. Ibu nggak usah sedih." "Maafkan ibu, Darma. Gegara ibu yang selalu nasehati Rose, rumah tangga kalian hancur," ujarku menggenggam tangan Darma. 
Read more
Tawaran Rami
"Loh, Darma mau kemana Mbakyu?" tanyanya kepo. "Mau kerumah Mamanya Rose," jawabku "Mau pindah kesana ya, Mbak?" "Nggak, cuma nganter semua pakaian Rose." "Loh, memang kenapa Mbak?" tanyanya lagi. "Darma sudah pisah dengan Rose." "Apa?" kata Rami terkejut. "Kenapa Mbakyu, kok bisa sampe pisah?" tanyanya kepo. Aku menghela nafas, patut kah ku ceritakan ini. Takutnya jadi aib dan tersebar seluruh kampung. Namun, kalo tidak ku ceritakan juga khawatir terjadi fitnah, toh akhirnya juga mereka akan tau. "Semua udah keputusan Darma, Ram. Sebagai ibu, Mbak juga udah berusaha menasehati Rose. Akan tetapi, Rose tetap aja keras kepala. Jadi, Darma lebih berhak membuat keputusan," jelas ku agar Rami tidak menduga-duga nanti. "Maksudnya Mbak, Rose udah nggak mau balik kesini lagi?" "Iya, Ram. Apalagi Mamanya Rose terus merongrong, hingga Rose lebih memili
Read more
Kejutan di pasar
Motor itu di kendarai wanita berjilbab panjang, saat membuka helmnya aku terpana. 'Masya Allah, cantik tenan wanita di depanku ini' aku bergumam dalam hati. "Assalamualaikum, Bu!" sapa nya ramah dan tersenyum. "Wa'alaikumussalam," jawabku tak menyangka dia akan menyapaku. "Sepertinya ibu sudah lama menunggu angkutan, mari saya bantu," ucapnya sambil menenteng belanjaan ku. Aku hanya mengangguk dan memperhatikannya. Sungguh cantik dan lembut, perawakannya juga sesuai. Wanita muda itu terus tersenyum karena terus ku perhatikan. Satu plastik di letakkan di depan, di bawah ada jok untuk barang. Motor merek Scoopy memang sangat cocok untuk di kendarai wanita, juga mudah untuk membawa barang. Satu plastik lagi aku pegang di belakang, agar wanita itu tidak susah. "Saya bantu antar ibu kerumah, ya! Dimana rumah ibu?" tanyanya. "Rumah ibu di jalan sentosa, Nak!" jawabku tersenyum. "Oh ya u
Read more
Kehilangan dompet
Darma masih memperhatikan gelas itu, tak ada bekas lipstik. Di dekatkan ke hidung untuk mencium aromanya, tidak juga berbau. Darma jadi penasaran wanita seperti apa dia? "Kenapa, Nak? Kok dari tadi lihatin gelas terus?" tanyaku heran. "Nggak apa-apa, Bu," ujar Darma sambil meletakkan gelas di meja. "Trus, gimana tadi di rumah Mama Rose kok kamu pulang-pulang kesal?" "Gimana nggak kesal, Bu. Udah berbaik hati Darma mau mengantar koper, sampai sana malah di sindir terus. Darma dikatakan suami yang nggak becus, udah miskin belagu. Andaikan kalo nggak ingat kami udah pisah, pasti udah Darma hajar tuh mulut!" sergahnya marah. "Ya sudahlah, yang penting kamu nggak lakukan apa-apa. Lebih baik lupakan aja, jalan kamu masih panjang. Ibu yakin  kamu pasti bisa mendapatkan istri yang baik dan sholehah kelak," ucapku menyemangatinya. "Aamiin, Darma juga ingin punya istri seperti ibu yang baik, lembut juga sabar,"
Read more
Perkenalan yang mendebarkan
Saat keluar kamar akan memberitahu Fatimah, dia sedang mengobrol dengan Bude Rami. Aduh, jangan sampai jadi gosip nanti. Apa kata orang kalo sampai tau Fatimah datang, sedangkan Darma baru saja cerai. "Loh, ada Rami juga disini," kataku begitu keluar rumah. "Iya, Mbak. Aku terkejut loh Fatimah bisa kesini, emang kenal dimana Mbak?" tanya Bude Rami terheran-heran. "Itu tadi pas mau pulang dari pasar, Fatimah membantu mengantar sampai rumah," jelas ku senang. Rami mengangguk dan tersenyum, aku heran kenapa dia terlihat senang juga? Tak lama Darma sudah selesai dan berdiri di sebelahku. "Bu, Darma sudah siap!" ujarnya tiba-tiba. "Fatimah, mencari dompetnya sama Darma ya! Kenalkan ini anak ibu," kataku sambil mengenalkan mereka. Darma mengulurkan tangannya hendak bersalaman, tapi di sambut Fatimah dengan bersedekap tangan di dada. "Fatimah," ucapnya lembut. Darma pun terkesima melihat
Read more
Tamu membawa berkah
"Maaf Bu. Apa Darma tinggal bersama ibu?" "Iya, karena Darma cuma anak satu-satunya saya. Jadi ya daripada tinggal sendiri bagus bersama kami di sini," jawabku jujur. Pria itu terus memandangi rumah, menatap kesana kemari. Aku dan Rami heran tapi ingin bertanya sepertinya tak sopan. Pria itu lalu mengangguk setelah puas menelisik rumah sederhanaku. Tak lama terdengar suara motor berhenti didepan rumah. Aku melongok ternyata Darma sudah pulang, aku segera ke depan setelah permisi pada pria di dalam. "Nak, kok udah pulang? Apa udah ketemu dompetnya?" tanyaku sedikit khawatir kalau-kalau dompet Fatimah tak ketemu. "Alhamdulillah, udah ketemu. Bu. Tadi ada seorang ibu tua yang berjualan pisang yang menemukannya. Untung ibu itu baik dan mau memulangkan dompet Fatimah. Ibu itu bahkan cerita, menunggu sampai pemilik dompet mencari. Akhirnya Fatimah berterima kasih dan memboyong pisang jualan ibu itu. Ini sebagian diberi untuk
Read more
Pekerjaan baru
"Mau, mau Pak! Tapi saya bekerja bagian apa, Pak? Soalnya saya nggak ada pengetahuan dan ilmu," jawab Darma lesu. "Kamu nggak usah khawatir, nanti ada yang mengajari. Kamu bekerja sebagai kepala pabrik. Tugasmu hanya mengawasi dan bertanggung jawab atas jalannya pabrik. Kamu juga bisa  melaporkan pada saya kalo terjadi masalah pada pabrik," jelas Pak Radit menerangkan. Darma tertegun, dia pasti tak menyangka akan diperkerjakan sebagai kepala pabrik. Darma lalu menatapku meminta persetujuan, aku menyerahkan semua keputusan di tangan Darma. "Bapak tau, dirimu orang jujur dan bertanggung jawab. Maka bapak percayakan pabrik padamu. Dulu kepala pabrik telah menggelapkan uang, jadi setelah membayar denda, kepala pabrik itu saya pecat," ujar Pak Radit geram. "Tapi Pak, saya merasa takut. Kalo pabrik nanti bermasalah setelah saya menjabat sebagai kepala pabrik," kata Darma masygul. "Jangan takut, saya yakin kamu mampu unt
Read more
Syukuran
Acara syukuran di adakan keesokan harinya, tak banyak memang yang diundang. Hanya beberapa tetangga dekat saja seperti Rami, Ratna, Sari, Bu Tejo dan Mang Asep. "Wah, wah, selamat ya Mbak Ijah. Darma udah jadi Bos," seru Mang Asep. "Makasih, Mang. Bukan Bos tapi kepala pabrik," jawabku tersenyum. "Sama aja loh, Bu Ijah. Kepala pabrik ya berarti Bos, kan tugasnya hanya ngawasi  pabrik," timpal Sari menyambung. "Ya udah, terserah kalian aja mau nyebutnya apa. Kami semua minta doanya agar Darma bisa menjalankan tugasnya dengan baik," pintaku. "Aamiin," ucap mereka semua serempak. Setelah mereka duduk berkumpul di ruang tamu, dibantu Fatimah aku membawa keluar kue dan nasi beserta lauk pauk lezat. Ya, sengaja aku masak usai mendapat ide kemarin. Aku segan kalo hanya menyediakan kue saja, jadi ingin berbagi sedikit rezeki. Semoga awal yang bagus untuk menjemput rezeki kelak. Saat Fatimah mengh
Read more
Datang mengacau
Darma menyuruh Rose keluar dan bicara di depan. "Sebenarnya apa mau kamu kesini?" "Nggak ada, aku hanya ingin lihat keadaan kamu sejak pisah denganku. Pasti Mas tambah susahkan!" ejek Rose. "Kalo cuma itu mau kamu, lebih baik kamu pulang sana. Mas nggak ada waktu meladeni kamu," kata Darma kesal sambil menunjuk jalan. Aku yang melihatnya sudah tau pasti Darma menyuruh Rose pergi. Lagian juga kedatangan Rose bukan waktu yang tepat. Hanya membuat malu orang-orang. "Si Rose itu memang nggak ada akhlak, sudahlah menjadi mantu selalu bangun kesiangan, males juga gak ada sopan santun lagi. Bagus kalo Darma sudah menceraikannya," ucap Rami yang di jawab anggukan mereka semua. "Betul itu, Ram! Kalo Rose yang jadi mantuku udah ku lempar dia dari dulu," timpal Bu Tejo geram. Aku hanya mendengarkan sumpah serapah mereka pada Rose. Aku tak mau berkomentar karena mereka juga melihat sendiri bagaimana kelakuan Rose. Apa
Read more
Calon mantu idaman
"Gimana ya, Bu! Kalo anak-anak disini mau, Fatimah bersedia. Hanya aja nggak bisa setiap hari datang, karena Fatimah juga ada jadwal ngajar pondok. Paling ada sisa waktu dua hari seminggu, yaitu hari Sabtu dan Minggu," jawab Fatimah galau. "Itupun nggak apa-apa, Neng! Daripada anak-anak nggak ngaji sama sekali, Neng juga bisa mengajari mereka sholat nanti." Fatimah mengangguk, terlihat dia sedang memikirkan sesuatu. "Maaf, Bu. Kalo ngajar disini, tempatnya dimana ya?" tanya Fatimah, ternyata sedang memikirkan tempat. "Bagaimana kalo di rumah Mbak Ijah aja?" tawar Rami yang membuatku terkejut. Bagaimana tidak terkejut, bisa-bisanya Rami memberi solusi yang tidak ku duga. Rumahku terlalu sederhana, apa anak-anak betah nanti? "Apa bagusnya nggak di mesjid aja?" tanyaku mengasih solusi. "Fatimah nggak mau, Bu! Di mesjid terlalu terbuka dan bersinggungan dengan lelaki yang bukan muhrim," jawabnya menolak. 
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status