All Chapters of Ms. Manager And Her Brother: Chapter 41 - Chapter 50
130 Chapters
Iseng Menemui Yunri
Ethan iseng masuk ke dalam gedung Yayasan Pundak Kanan. Disambut oleh seorang resepsionis wanita dari balik konter kayu. “Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?” tanyanya. “Ah, saya mau cari Mbak Yunri,” jawab Ethan dengan ekspresi santai. “Sepuluh menit lagi kelas sudah selesai. Mau menunggu?” tanyanya. “Iya tidak apa-apa. Saya bisa menunggu di mana ya?” tanya Ethan lagi. “Bisa di taman belakang. Oh,ya. Mas ini siapa, ya?” tanya Sang Resepsionis. Ethan mengangkat kedua telunjuknya kemudian menyatukannya seraya berkata, “Teman dekat.” Kerlingan Ethan membuat resepsionis itu hanya mengangguk. “Baiklah, tunggu saja ya. Saya sampaikan nanti. Silakan lewat pintu itu dan tunggu di taman.” Resepsionis itu menunjuk ke arah pintu kaca yang tepat lurus di depannya dengan jarak sekitar empat meter. Dari dalam sini, pemandangan di balik kaca itu tampak teduh dengan pohon perindang. Ada juga kotak pasir yang di tengah-tengahnya berdiri perosotan juga ayunan. “Oke. Saya tunggu di sana
Read more
Cappucino Frappe
Ketika suara bel memanggil untuk masuk ke dalam kelas, Yunri meninggalkan Ethan tanpa berpamitan. Di tengah anak-anak yang berhamburan memasuki kelas karena tahu waktu pelajaran harus dimulai lagi. Sebagian dari mereka antusias dan sebagian lagi hanya duduk di kelas. Di Yayasan inilah mereka dieksplor bakatnya untuk mengetahui potensi sejak dini.“Beri salam!” ucap salah satu anak yang mengenakan kemeja warna kuning yang sepertinya adalah ketua kelas.“Selamat siang, Kakak Guru!” ucap seisi kelas berbarengan. “Silakan duduk!” ucap Yunri seraya meletakkan buku ajar di atas meja. Pandangannya tersapu ke seluruh ruangan kemudian berhenti pada bangku kosong di pojok kelas.“Le Regar kemana?” tanya Yunri.
Read more
Ledekan Yunri
Yunri tidak punya pilihan lain selain menemani Ethan yang sudah mentraktirnya minuman mahal. Meski kesal, itulah caranya menghargai pria menyebalkan di hadapannya yang sedang duduk santai sambil sesekali menyedot minuman di tangan kanannya. Bertemu Ethan mungkin adalah hal yang tidak pernah Yunri bayangkan sebelumnya. Sejak kejadian itu, Ethan seakan datang membuatnya kesal setiap kali Ethan muncul di kedai van burger secara tiba-tiba. Sekarang ini pun dia masih belum percaya kenapa harus duduk berdua di meja kedai kopi mahal. Alih-alih mengganti kopi yang juga merusak bukunya, dia malah ditraktir. Bukan tidak mungkin kalau Ethan akan meminta ganti lagi setelah ini. Yunri kemudian menggeser uang pemberian Ethan ke hadapan laki-laki itu. Melihat tingkahnya, Ethan mengembuskan napas pelan. “Apa-apaan ini?” tanya Ethan seraya memandang Yunri. “Uangmu kukembalikan.” “Sudah kubilang tidak usah!” ucap Ethan. “Kalau begini sama saja kita beli sendiri dan bukan aku yang traktir!
Read more
Aturan Kamar Rosie
Rosie pulang dengan beban kerja di pundaknya. Padahal dia tidak menderita penyakit apapun, tapi beban psikologis sepertinya merambat ke sana. Pintu apartemen perlahan dibukanya. Seperti biasa, pemandangan pertama yang dia dapati saat masuk adalah sosok Ethan yang selonjoran di atas kursi sambil bermain smartphone seakan adik laki-lakinya itu tidak punya beban hidup sama sekali. “Aku pulang!” sapa Ethan tanpa menoleh Rosie yang langkahnya mendekat. “Yang benar selamat datang!” Rosie mengela napas. “Selamat datang!” Ethan meralat sambutannya. “Kamu gak ada kerjaan lain selain selonjoran, main game dan keliaran?” Rosie melipat tangan di depan dada. Seakan sudah bosan dengan pemandangan yang diberikan Ethan setiap kali dia pulang. Kalau Rosie bisa, dia sudah mendepak Ethan dari apartemennya. Adik laki-laki yang tidak berguna meski menyandang gelar dokter. “Namanya juga pengangguran!” ucap Ethan. “Lama-lama aku depak juga dari apartemen ini!” Rosie mengancam. “Kok sensi?” Ethan
Read more
Melamar Kerja
Matahari yang merangsek masuk menyilaukan mata membuat Ethan perlahan terbangun dari tidurnya. Terlintas di kepalanya yang dia lakukan semalam hanya bermain game setelah menggedor kamar Rosie. Ketiduran tepatnya, bahkan layar smartphonenya masih menampilkan rank game perang yang dia mainkan saat dia membuka kunci layar.   Ethan menyapukan pandnagan ke sekeliling, laptop Rosie sudah tidak ada di atas meja. Terang saja, Rosie sudah mengambilnya saat dia terlelap. Ethan lantas beranjak dari sana. Membersihkan diri. Tidak lupa, setelah berpakaian rapi ala orang kantoran Ethan langsung mengambil beberapa fotokopi ijazah dan kelengkapan lain untuk lamaran kerja hari ini. Ethan belum pernah seantusias hari ini sebelumnya. Padahal masih nyaman dengan status dokter pengangguran.    Ethan penuh percaya diri memasuki gedung Yay
Read more
Realita dan Uang
“A- apa maksudmu?” Yunri memandang Ethan lekat-lekat. Ethan melegos, mengembuskan napas pelan.“Karena aku sudah diterima kerja di sini, kamu harus jadi pacarku seperti yang aku bilang kemarin. Konsekuensi karena menertawakan seorang Ethan Darius.” Ethan menyeringai penuh kemenangan. Mendekatkan wajahnya ke wajah Yunri beberapa sentimeter saja. “Apaan sih!” Yunri membuang muka lantas melenggang.  “Wah, gadis yang dingin.” Suara itu membuat Ethan terkejut. Saat dia menoleh, Om Clayton berdiri di belakangnya seraya tersenyum.“Om Clayton.”“Mendekati gadis seperti itu gak mudah.” Om Clayton berkomentar.
Read more
Undangan Dinner Lee
Sebenarnya, selain ingin bertemu Mario, ada tujuan lain yang mengantarkan Lee datang ke Absolute Beauty Chemical. Hari ini dia pura-pura menjadi investor yang tertarik dengan produk Absolute Beauty Chemical. Setelah mendapat izin dan berkeliling hingga ke produksi, acara terakhirnya adalah dengan Rosie setelah makan siang. Duduk di ruangan Rosie didampingi Mario. “Tidak saya sangka, setelah bertemu beberapa kali Tuan Lee datang ke sini dan tertarik dengan produk kami. Terima kasih atas antusiasnya.” Rosie menyambut. “Ah, itu tidak masalah. Saya sudah berniat untuk menaruh modal di perusahaan ini. Namun, saya juga ingin tahu bagaimana pemasarannya.” Rosie sedikitpun tidak curiga jika Lee adalah teman Mario. Dua pria itu sedang bersengkongkol untuk menjatuhkan dirinya tanpa dia ketahui. “Beberapa produk kami mungkin belum tembus pasar internasional, tapi ada satu produk perawatan wajah pria yang menduduki penjualan nomor 1 di Indonesia. Beberapa yang lainnya sedang kami kembangk
Read more
Memancing Memerlukan Umpan
Rosie punya rencana lain, karena itu dia tidak bisa seharian di kantor seperti hari ini. Rosie sudah membuat janji bersama Bu Diar. Membuat janji dengan Dicky yang diduga sebagai tersangka terkait formula Youth Serum hingga diklaim perusahaan pesaing. “Saya tidak mengerti, kenapa Bu Rosie tidak melibatkan Pak Mario?” tanya Bu Diar penuh heran setelah masuk ke dalam mobil milik Rosie. Rosie hanya melengkungkan bibirnya ke bawah, tanpa menjawab apa-apa lalu menjalankan mobilnya. Keluar dari area parkir Absolute Beauty Chemical. “Lalu, kenapa mendadak begini padahal saya sudah bilang untuk tunggu kabar dari kaki tangan saya.” Bu Diar kembali memberi pertanyaan pada Rosie yang sedang fokus pada jalanan di depannya sembari mengatur laju kendaraan. “Saya tidak bisa menunggu lebih lama lagi.” Rosie menjawab sekenanya. Tadi pagi setelah Bu Diar menemui Rosie dan melaporkan perkembangannya, Rosie tidak tahan untuk menyelesaikan masalah ini sendiri. Jadi, dia menghubungi Dicky dengan b
Read more
Sebuah Perasaan
   Ethan duduk di balik meja kerja barunya di hari pertama dia bekerja sebagai seorang dokter di Yayasan. Tentu saja, dia hanya sebagai freelancer meski yayasan itu milik pamannya. Bukan tanpa alasan dia memilih sebagai freelancer, hanya saja waktu sebagai freelancer lebih bebas. Jika bisa, Ethan mungkin akan membuka kliniknya sendiri.    Kursi hidrolik yang dia duduki beberapa kali dia naik turunkan bak anak kecil yang sedang mencoba permainan barunya. Saat menyenangkan seperti itu, ketukan di pintu lantas membuat dia terburu-buru memakai jas warna putihnya. “Masuk!” sahut Ethan. Perlahan, pintu itu pun terbuka. Sosok Yunri pun datang bersama dengan seorang anak kecil bertubuh gendut yang waktu itu mengganggu Lee. Datang seraya meringis.
Read more
Giesta Si Penghasut
Mario duduk di bangku panjang, mengebulkan asap tipis dari dalam hidungnya. Menenangkan kepala dengan asupan nikotin. Itu cara dirinya menenangkan kepala. "Kalau melamun gini, pasti mikirin hal yang sama. Yang sebenarnya gak perlu kamu pikirin.” Entah dari mana Giesta datang, wanita itu sudah berdiri di depan Mario seraya melipat tangan di depan dada. “Kukira kamu sudah ke Amerika ternyata masih di sini.” Mario kembali mengisap rokoknya. Giesta duduk di samping Mario, melepas kacamatanya kemudian menyandarkan punggungnya. "Coba aja dari dulu kamu sadar kalau Rosie itu adalah wanita tidak baik. Pasti kamu sudah menggantikan ayahmu sekarang.” “Kalau datang hanya untuk mengungkit masalah itu lagi, aku gak ada waktu untuk membahasnya.” . "Yah, sebagai sepupu yang baik, aku kan hanya menasihati untuk kebaikanmu.” "Diam !" bentak Mario. “Wah, wah. Sabar dong, Minoru san!” Giesta menyunggingkan senyum seakan belum puas melihat sepupunya itu dalam amarah. Saat emosi Mari
Read more
PREV
1
...
34567
...
13
DMCA.com Protection Status