Semua Bab Sebenarnya Dia Mesum Ma!: Bab 41 - Bab 50
68 Bab
41. Pertengkaran Dengan Selin
Hari ini setelah aku ada kegiatan mata kuliah sehingga mau tidak mau aku harus datang ke kampus. Ke kampus juga salah satu cara agar pikiranku dapat teralihkan. Setelah tahu masa lalu papa, mama dan tante Wenda. Pikiranku memang sedikit terurai. Namun tetap saja masih menggangguku. Sehingga aku butuh pelampiasan untuk menghilangkan pikiran rumit itu."Sialan, dasar jalang murahan. Beraninya lo goda Naral. Saat gue gak ada," kata Selin penuh amarah.Dia juga menarik rambutku yang kukuncir kuda dari belakang. Aku sampai mundur beberapa langkah. Tarikan dirambatku sangat kuat. Kulit kepalaku terasa sangat nyeri dan perih. Aku mencoba melepaskan tangan Selin dari rambutku. 
Baca selengkapnya
42. Minyak Goreng
Aku melirik Serafin dengan penuh tanda tanya. Apa yang dilakukannya pada Selin? sedikit penasaran tapi terlalu gengsi untuk bertanya padanya.  "Lunar ku yang manis. Gue akan selalu bela lo. Salah aja gue bela kok. Apalagi bener, ya tinggal baku hantam," katanya mengacak-acak rambutku dengan gemas.  Aku melotot padanya. Dia hanya memasang wajah tidak bersalah sama sekali.  Serfin memajukan sedikit bibirnya. Dia terlihat seperti anak-anak sekarang. Anak yang melakukan hal baik dan tidak mendapatkan pujian dari ibunya.  "Serafin," kataku pelan.  Dia malah mengambil buku dari tanganku dan menutupnya. Memaksa aku melihat ke arahnya.  Aku memperhatika
Baca selengkapnya
43. Papa
Aku, mama dan om Rendi sekarang sedang berada di ruang keluarga. Menikmati teh yang disajikan oleh mama sebelumnya. Kami akan membahas harta Warisan papa. Mama tampak tegang, sementara aku tetap berusaha untuk tenang. Ada kendala disalah satu perusahaan milikku. Tiba-tiba saja pemegang saham menjual sahamnya. Namun belum diketahui siapa yang membeli saham itu. "Akses kita ke perusahaan tidak cukup kuat. Sehingga kita tidak bisa maninjau seluruh aktivitas di perusahaan cabang," kata om Rendi menyesap tehnya kembali. Aku sebenarnya cukup curiga, jika yang membeli saham perusahaan adalah tante Wenda. Bisa saja dia yang membeli dan ingin menguasai seluruh anak perusahaan. Sehingga nanti dengan mudah
Baca selengkapnya
44. Boneka Beruang
Seperti biasa Serafin suka sekali berteriak-teriak dari balkon kamarnya untuk membangunkan aku. Sepertinya dia tidak mengenal yang namanya ponsel. Untuk membangunkan aku hanya butuh ponsel. Dia tinggal menelponku, aku yakin aku akan langsung bangun. Apalagi aku bukanlah orang yang tidur seperti orang mati. Serafin malah memilih cara unik. Membangunkan aku dengan cara berteriak dari balkon. Untung saja rumah kami besar sehingga tidak ada teguran dari tetangga. Tetangga juga tidak tahu jika Serafin sering sekali berteriak tidak karuan. Serafin mirip orang utan. "Lunar, bangun dong. Udah siang ini," katanya dari seberang sana. Aku cepat-cepat menuju balkon dan melempar Handuk yang sebelumnya kugunakan untuk melilit rambutku. Handuk ku langsung mendarat di wajah Serafin. Dia malah nyengir, dan tersenyum hangat. Kemudian malah menjemur handuk ku di pagar balkon nya. "Udah jadi hak milik gue. gak bakal bisa dikembalikan lagi. Keputusan sudah final. Tidak bisa
Baca selengkapnya
45. Dia Serafin
Aku sedang memeluk boneka beruang pemberian Serafin saat mendapat pesan dari orang kepercayaanku. Orang yang sengaja kususupkan pada perusahaan almarhum papa. Alea gadis cantik yang memiliki hutang budi pada papa. Sehingga dia sangat setia padaku. Gadis itu bertugas sebagai mata-mata di perusahaan cabang. Dia mengumpulkan informasi di perusahaan cabang. Alea juga sudah beberapa kali menemukan bukti kecurangan tante Wenda dan bawahannya. Sehingga nanti akan lebih mudah menyingkirkan orang-orang itu. Dengan adanya Alea juga. Aku bisa tau siapa saja yang bisa dipercaya dan siapa yang tidak bisa dipercaya. Sehingga aku tidak jatuh pada jebakan licik tante Wenda. [Manager keuangan kita bukan orang yang bersih, buk. Beberapa kali laporan keuangan tidak sesuai kondisi keuangan perusahaan.][Awasi saja dulu Alea. Belum saatnya kita bertindak. Kamu kumpulkan bukti yang kuat dan berhati-hatilah. Jaga dirimu baik-baik.]
Baca selengkapnya
46. Pertemuan Dengan Tante Wenda
Entah ada angin apa. Tante Wenda menghubungi aku dan meminta aku untuk bertemu dengannya. Aku ingin menghindari tante wendah, tapi aku tidak ingin menimbulkan kecurigaan pada tanteku itu. Sehingga aku terpaksa menyetujui permintaannya. Karena hal ini sangat berbahaya aku meminta bantuan om Rendi. Aku tidak ingin kecolongan lagi kali ini. "Pa, Lunar mau minta tolong," kataku pada om Rendi yang sedang duduk di dekat gazebo yang ada di halaman belakang. "Lunar mau minta tolong apa?" kata om Rendi sedikit heran karena tidak biasa aku meminta tolong."Lunar sebentar lagi akan bertemu dengan tante Wenda. Lunar mau minta tolong, agar ada yang menjaga Lunar," kataku menatap langsung ke mata om Rendi. "Papa akan sediakan pengawal untuk Lunar.""Maaf pa merepotkan, tapi bisa gak kalau pengawalnya gak kelihatan. Dari jauh aja. Lunar gak mau tante wenda tau. Satu lagi pa, Lunar mau minta tolong. Tolong rahasia hal ini dari mana. Lunar gak mau mama khawatir," kat
Baca selengkapnya
47. Alasan yang Masuk Akal
Aku menatap tante Wenda dengan senyum yang dipaksakan. Sementara dia sedang memotong steak-nya dengan elegan. "Apakah kamu tidak percaya pada tante? Sehingga kamu ingin melawan tante di pengadilan?" tanya tante Wenda dengan nada yang rendah. Tante Wenda sedang mengintimidasiku. Aku mencoba untuk tenang dan terus tersenyum. Tidak menampilkan kekhawatiranku. "Lunar bahkan tidak tahu jika ada persidangan tante. Lunar sama sekali tidak mendengar kabar apapun," kataku pura-pura terkejut dan polos. Ternyata suka mengamati orang berpura-pura itu ada gunanya juga. Aku juga jadi lebih mudah untuk berpura-pura. "Bagaimana cara menghentikannya, tante," kataku panik. Tante Wenda menatapku dengan mata menyipit. Berusaha mencari jejak kebohongan di mataku. Namun aku sudah bisa menyembunyikan dengan baik. "Mama menipuku. Mereka bilang akan mengurusnya untukku. Tapi sepertinya mereka menyalahgunakan kepercayaanku tante," kataku dengan e
Baca selengkapnya
48. Kejelasan Hubungan
"Jadi nona Lunar. Anda ingin kemana?" tanya Serafin saat aku mencoba untuk membuka pintu mobilnya. "Mau pulang. Gue mau pulang pakek mobil gue aja," kataku singkat. Serafin menaikan sebelah alisnya."Coba aja kalau bisa keluar dari mobil gue," katanya dengan senyum miring. "Kok dikunci?" tanyaku yang tidak berhasil membuka pintu mobilnya. Aku mencoba berulang kali tapi tetap gagal. Melihatku yang terus berusaha membuka pintu mobilnya. Serafin malah tertawa. "Gak bakal berhasil mending nyerah aja," katanya sambil tertawa. "Gue bawa mobil Serafin. Gue pingin pulang. Nanti mama khawatir.""Gak perlu khawatir. Mobilmu aman kok. Untuk urusan mamamu juga pasti aman," katanya santai. Serafin mengeluarkan ponselnya dan menelpon seseorang. "Tante. Lunar pulangnya agak telat ya tante. Serafin mau ajak main," katanya. Aku yakin sekal
Baca selengkapnya
49. Hubungan Selin Dan Peneror Itu
"Pergi ke kampus bareng gue aja," kata Serafin dari balkon kamarnya. Seperti biasa dia tidak suka menggunakan ponsel. Dia lebih suka teriak-teriak dari balkon kamarnya. "Sekalian gue, juga berangkat kerja. Kita searah kok," kata Serafin lagi. Dia sedang memasang dasinya sekarang. Rambutnya juga sudah disisir rapi. Aroma parfumnya sama-sama dapat kucium dari balkon kamarku. Aku sudah selesai mandi dan siap-siap dari tadi. Sementara Serafin yang bangun kesiangan. Terus keluar masuk dari kamarnya dan berteriak. Agar aku tidak pergi duluan ke kampus. "Iya makannya cepatan," kataku yang gerah  melihat dia yang terus keluar masuk dari tadi. "Bentar. Dasi aku belum rapi. Nanti ada rapat. Calon istri gak pasangin sih," katanya meledekku. Aku memutar bola mataku dan memperhatikan jari jemari lentik milik Serafin. Dia dengan cekatan memasang dasinya. Setelah s
Baca selengkapnya
50. Selalu Membantu
Sebelum aku pergi. Aku mengambil ponselku dan mengambil foto Selin dan orang itu. Wajahnya meteak terlihat jelas. Kemudian sebelum mereka melihatku. Aku langsung berlari dan menghilangkan di kerumunan mahasiswa lainnya. Aku menghembuskan nafasku lega saat berhasil sampai di mobil Serafin. Laki-laki itu melihatku dengan heran."Lunar lo kenapa?" Tanyanya membuka pintu mobilnya. Setelah aku masuk ke dalam mobilnya. Serafin langsung mengambil tisu dan menyerahnya padaku. Aku mengelap wajahku yang berkeringat. Kemudian membuang tisu yang diberikan Serafin pada tempat sampah kecil yang ada di mobilnya."Serafin aku tau siapa yang sudah menerorku. Dia suruhan Selin," kataku dengan berkaca-kaca.Mengingat kembali betapa takutnya aku dulu. Menderitanya dalam kesendirian dan tidak bisa mengatakan pada siapapun. Untung Serafin mengetahui keadaanku. Sehingga membantumu untuk ban
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status