All Chapters of Dendam dan Rahasia Tuan Muda: Chapter 21 - Chapter 30
205 Chapters
Pohon Ceri
Adhira keluar dari halaman sekolah dengan lesu. Mengingat pertengkarannya dengan paman dan bibinya, membuatnya enggan kembali ke tempat itu lagi. Lamunannya diruntuhkan ketika seorang gadis SMP muncul dan langsung menggandeng tangannya melangkahi gerbang depan sekolah.“Kak Adhi, pulang yuk.” Kiara menariknya memasuki bus yang mengarah ke jalan pulang. “Tenang aja, Mama pasti sudah tidak marah lagi kok.”Saat hendak memasuki bus, Adhira sempat melihat Ervan yang dijemput oleh seorang sopir. Ervan sempat menoleh ke arah Adhira, yang segera disambut dengan lambaian tangan.“Daffin, besok bagi cotekan soal biologi ya!”Muka muram Ervan langsung tersembul di wajahnya yang putih itu. Dia tak menggubris permintaan Adhira dan segera melayang masuk ke mobilnya.Kiara menempelkan kartu busnya dua kali saat Adhira sudah berada di dalam bus. Dia mengeluarkan sebongkah es krim dari tas ranselnya.“Dari mana?&rdq
Read more
Naga Biru
Penjaga tersebut melihat lengan Ervan yang berdarah langsung kembali sigap menahan Adhira.“Hei, aku bukan orang jahat. Aku temannya.” Adhira protes sambil tetap memeluk kantung berisi ceri. “Daffin, itu rumahmu? Kenapa tidak bilang dari tadi?”Ervan menutup lengannya yang terluka tanpa menggubris ocehan Adhira. Dia berjalan beriringan dengan anjing tersebut melewati jembatan. Sementara tiga penjaga langsung mencekal kedua lengan Adhira dengan erat.“Daffin, ayolah, kita kan teman sekelas. Masak kamu mau menangkapku begitu saja?”“Jangan banyak alasan!” ujar salah satu penjaga. “Sudah maling, mau culik orang lagi.”“Culik? Siapa juga yang mau culik tuan kepala es kayak dia? Aku cuma minta beberapa biji ceri kalian saja. Pelit amat sih!”Adhira mengernyit tak setuju. Namun percuma. Semua pembelaannya terlihat sia-sia. Ervan hanya diam membiarkannya bercelotek sepanjang pe
Read more
Dihukum
Kuswan menghampiri Adhira yang masih berkali-kali menguap dan menggaruk matanya. “Tumben tidak telat.” Saat Adhira melintas ke tempat duduknya, aroma khas lavender terendus dari tubuh Adhira, “Kamu kok…” Kuswan tak berani banyak berkomentar. Dia hanya menduga Adhira menggunakan minyak wangi yang sama dengan Ervan sekarang. “Apaan sih?” “Kamu sudah mengerjakan tugas biologi?” dalih Kuswan. “Pinjam dong.” Raut Adhira langsung berseri. “Tentu saja. Ayo, mau bayar berapa?” Kuswan langsung manyun. Dia menarik kertas folio tadi dari tangan Adhira. Takjub dengan hasil tulisan tersebut. Bagaimana Adhira bisa menjadi begini rajin sekarang? Dia segera menyalin jawaban ke kertas tugas miliknya. Waktu mereka sudah tidak banyak. Pak Okra tiba saat bel berdering untuk ketiga kalinya. “Beri hormat!” Suara Ervan yang lantang menertibkan tiga puluh murid dalam satu waktu. “Selamat pagi Pak Okra!” “Baik, kemarin ada tugas
Read more
Persamaan Tak Terhingga
Hujan baru mengguyur kota ini saat menjelang sore. Untuk pertama kalinya Adhira bisa datang ke bimbingan matematika yang sempat ditawarkan Bu Tamara beberapa waktu lalu. Hanya ada segelintir murid yang ada dalam ruangan tersebut. Kelas besar ini terbagi menjadi beberapa kelompok sesuai peminatannya masing-masing.“Kamu datang juga akhirnya.” Bu Tamara menyambut dengan nada datar. Ada dua orang siswa yang juga tengah mengerjakan soal yang ada di selembar kertas. Ketika alarm berbunyi, mereka langsung meletakkan pensilnya.Adhira mengambil tempat di belakang mereka.“Tidak usah duduk terlalu jauh. Kita di sini hanya berempat.”Bu Tamara mengeluarkan sekaleng soda dari tas kecilnya itu. Dia membaginya pada setiap murid yang ada. Tampaknya anak-anak jenius ini memiliki keistimewaan khusus untuk tidak perlu mematuhi peraturan sekolah yang ketat itu. Bahkan Adhira bisa melirik salah satu dari siswa itu hanya datang menggunakan sandal jep
Read more
Frekuensi Fenotip
Adhira duduk di halaman sekolah dengan buku terpampang ke atas. Kuswan mendatanginya dengan setumpuk makanan. “Fajar menyingsing, elang menyongsong.” Kuswan bersyair ria sambil menyerumput susu cokelatnya, yang langsung membuat Adhira mengernyit heran. “Apaan sih?” Adhira lekas merobek plastik berisi keripik kentang itu. “Sejak kapan kamu jadi pendiam begini?” ucap Kuswan. “Kelihatannya Bu Tamara berhasil menaklukkanmu.” “Memangnya aku biasa sebawel itu?” Kuswan mengangkat kedua bahunya, “Tanyakan saja pada Ervan.” “Ervan? Apa hubungannya dengan dia?” Kuswan tak langsung menjawab. “Dia itu orang paling dingin yang ada di dunia ini. Sementara kamu… seperti percon. Meledak setiap waktu.” “Sialan!” umpat Adhira. “Tapi kulihat dia mulai bandel sekarang. Kamu apakan dia?” “Aku? Dia bandel kenapa?” “Lihat aja tangannya.” “Maksudnya?” “Setiap kali ada luka baret di tangannya, artinya dia
Read more
Paviliun Centurion
“Lodra!” Lelaki paruh baya memanggil Lodra. Dari penampakannya, Adhira tahu dia yang disebut-sebut Kuswan sebagai Teodro Refendra, pria pemilik 30 saham besar yang sering muncul di majalah-majalah bisnis itu. Beberapa kesempatan Adhira sering melihat batang hidungnya juga di poster bus. Tingginya semampai dengan bahu yang bidang itu tentu saja juga menghasilkan bibit sempurna bak pangeran-pangeran di depannya. Contoh nyatanya adalah Ingvar, dia berdiri samping pria itu seperti maskot yang selalu dibanggakan ke orang-orang. Adhira pernah meminjam akses ke Ruang Literal waktu di sekolah. “Papa, ini Adhira.” Teodro mengerling tak percaya. Lodra menepuk bahu Adhira sambil berkata, “Limawan. Dia putra tunggal Arman Limawan, Pa. Salah satu anggota Aliansi yang sudah wafat dua belas tahun lalu.” Ujung bibir Teodro sedikit tertarik ke kedua pipinya. Dia mengerling dan menatap Adhira begitu dalam. Mungkin masih mencoba mengingat-ingat sosok remaja lima
Read more
Triquera
Ervan baru berjalan melintasi pintu ruang tempat yang dimasuki Adhira barusan.“Eh, Daffin, kamu dari mana?” tanya Adhira.Walau tidak akan pernah dijawab Ervan, Adhira tahu bagian paling ujung paviliun itu adalah toilet. Jadi orang seperti Ervan tidak mungkin hanya ke tempat itu menguntit Adhira.Kalung yang tergantung di leher Adhira sempat menarik perhatian Ervan, tapi secara sadar langsung diketahui Adhira. Dia segera menyembunyikannya ke balik baju.“Ngomong-ngomong, berapa kali kalian membuat acara seperti ini?” tanya Adhira sambil mengalungkan tangannya ke pundak Ervan. Walau dibalas dengan kernyitan tajam, Ervan tak menyingkirkan lengan Adhira darinya.“Rapat aliansi hanya diadakan setahun sekali. Namun bila ada keperluan mendesak, rapat bisa dibuka kembali.”“Apa semua anggotanya harus hadir?”“Hmm.” Ervan mengangguk.“Tapi kenapa Kuswan tidak ada ya?&rd
Read more
Nomor Telepon
“Kotak kayu?” Adhira pura-pura bingung. Dia melirik ke arah Ervan yang hanya berdiri tanpa ekspresi. Tadinya Adhira berharap Ervan tak mempertanyakan tentang kalung yang terpasang di lehernya seusai keluar dari ruangan Semias. Tapi tampaknya Ervan tak berminat membongkar rahasianya.“Apa Pak Semias sempat mengatakan sesuatu tentang kedatanganmu?”“Dia… bilang dia harusnya bisa merawatku dengan lebih baik,” karang Adhira. Setidaknya itu yang juga berusaha diungkapkan oleh Semias padanya tadi. “Dia juga bilang kalau dia senang aku bisa bergabung di tempat ini bersama dengannya.”Seperti itu pulalah pertanyaan demi pertanyaan diajukan oleh orang-orang itu pada Adhira. Pertemuannya dengan Semias yang hanya beberapa menit bahkan bisa dijabarkan sampai hampir dua jam. Ervan masih di sampingnya saat kedua penyidik itu mengakhiri pertanyaan mereka.“Huff, kenapa mereka tidak bikin kuesioner saja ya? Rib
Read more
Tamparan Keras
Adhira bangun saat mendengar perdebatan hebat suami istri Osman itu. Sementara untuk bisa mengambil sarapannya, Adhira harus masuk ke dalam rumah. Kiara duduk memangku dagunya dengan wajah muram. Pertengkaran kedua orang tuanya membuat anak itu hanya bisa pasrah dan menutup telinga.“Sudah kubilang dia anak pembawa sial. Kenapa kita masih harus mempertahankannya?” Willian terlihat sangat murka saat mengatakan hal tersebut.“Kita juga tidak bisa mendidiknya seperti keinginan kita. Kalau mereka mau memenjarakan dia itu lebih baik. Lihatlah sekarang seluruh berita menyinggung tentang anak tengil itu,” umpat Durga seraya melempar telur mata sapi ke atas piring.“Kau pikir aku bodoh menyerahkannya pada keluarga orang kaya itu. Dia pasti bakal menggunjing keluarga kita. Lagian itu semua cuma topeng belaka. Mereka tidak benar-benar mau membesarkan anak itu.”“Pa.. Ma… Kiara pergi sekolah dulu ya,” ucap Kiara
Read more
Prakarya Jagung
Plak! Pukulan keras menjalar di punggung Adhira, membuatnya langsung jatuh bertumpu pada kedua lututnya. Adhira bisa merasakan tongkat kasti baru saja mengentak ke tubuhnya. Mendapat perlakuan sedemikian menyakitkan, Adhira langsung bangkit dan menghantam pamannya balik. Dia merebut tongkas kasti dari tangan Willian untuk melakukan serangan balik. Dengan api membara, Adhira memukul pria itu bertubi-tubi. Pria paru baya itu tersungkur ke lantai tak berdaya melakukan perlawanan. Kacamatanya terlepas dan dia meringkuk di lantai melindungi diri dari pukulan yang dilecutkan Adhira. Durga langsung melerai keduanya, tapi segera didorong oleh Adhira. Kekesalan Adhira belum berakhir hingga darah mengucur dari rahang Willian. “Adhira! Hentikan! Jangan lakukan ini!” Durga yang biasanya selalu berkata dengan kasar sekarang hanya bisa memohon padanya. Erangan Willian membuat Adhira tak lagi melanjutkan pukulan tersebut. Dia melepaskan tongkat kas
Read more
PREV
123456
...
21
DMCA.com Protection Status