All Chapters of Di Balik Rupa Burukku: Chapter 61 - Chapter 70
263 Chapters
Bab 61
"Di mana saja kamu berada sepertinya ada saja penggemarmu ya?" kata laki-laki itu menyindirku."Apa maksudmu?" Aku benar-benar tidak tahu apa yang dia maksudkan, sebenarnya tahu, cuma ya pura-pura gak tahu saja, memangnya aku sebego itu?"Bisa tidak kau tidak terlalu akrab bergaul dengan lelaki?" "Loh memangnya kenapa?"Bukannya menjawab pertanyaanku dia malah mencubit pipiku dengan gemas, aku tentu saja melawan, cubitan itu sangat sakit."Di sini jarang ada perempuan yang sebaya denganku, apa salahnya jika aku berteman dengan para pria," ujarku."Tidak ada yang salah, cuma aku tidak suka kalau kau terlalu akrab, nanti mereka akan salah paham.""Maksudmu mereka naksir padaku? Aneh sekali pemikiranmu, mereka juga laki-laki yang masih waras, mana mungkin suka denganku." aku terkekeh menanggapi perkataannya."Aina! Kenapa kau kalau dibilangin suka ngeyel? Aku hanya mengkuatirkan kamu," ujarnya dengan mimik wajah kesal."Oh, mengkuatirkan aku? Oke deh aku terima, asal jangan saja kau cem
Read more
Bab 62
Aku berangkat ke kantor dengan mengendarai sepeda motor, terasa sekali energik lebih efesien, sampai kantor masih wangi tidak keringatan lagi, dan waktunya juga lebih singkat, sehingga masih ada waktu berleha-leha di kantor. Amran dan Wandi merasa surprise melihatku mengendarai motor. "Motor siapa, Ai? Bagus banget," ujar Amran "Kau bisa mengendarai motor, Ai?" seru Wandi "He ... He ... He..., Aku baru belajar kemarin diajari Fendi," jawabku sambil cengengesan. "Itu motor Fendi?" Amran yang belum kujawab pertanyaannya langsung tidak sabaran. "Bukan, motor abangku." "Wah, ternyata abangmu cukup kaya juga ya? Memangnya motornya tidak dipakai abangmu?" tanya Wendi sambil mengelus motor itu. "Abangku sedang pergi, selagi motornya nganggur akan terus kubawa," jawabku. Teman kantorku memang tidak tahu hubunganku dengan bang Syarif, mereka tidak tinggal di komplek ini, Wandi berulang dari desa sebelah mengendarai motor bebek, sementara Amran dan Ayu tinggal di kecamatan, karena kant
Read more
Bab 63
Hari ini aku disibukkan kembali oleh tugas seperti biasa, aku harus menginput data harian dengan teratur di buku besar, kalau ketinggalan sehari saja sudah keteteran, jumlah pekerja harian lepas perkebunan cukup banyak, satu orang mandor bisa mengawasi dua hingga tiga puluh orang, sedangkan jumlah mandor ada dua puluh lima, kalikan saja, bisa sekitar tujuh ratusan orang yang ku-input data harian kerja(HK)-nya.Sejak membawa motor sendiri aku bisa sampai di kantor sekitar jam setengah delapan atau jam delapan pagi, tidak apa-apa cepat datang, kalau kerjaan sudah selesai, jam empat sore sudah boleh pulang.Tepat jam sembilan pagi Ayu Soraya datang diantar oleh lelaki paruh baya, sepertinya ayahnya. Namun bukan itu yang menjadi perhatian kami, penampilannya yang berbedalah yang membuat kami tercengang. Dia memakai make up tebal seperti dirias jadi pengantin, bahkan memakai bulu mata palsu, jika penampilannya untuk manggung atau jadi penyambut tamu acara nikahan sih nggak apa-apa, lah ini
Read more
Bab 64
Sudah dua hari aku tidak berkunjung ke lokasi proyek Fendi. Pekerjaan yang menumpuk membuatku enggan ke sana, jarak dari lokasi proyek ke rumah berjarak 1 KM, cukup jauh jika ditempuh jalan kaki, namun jika pakai motor ya sebentar saja. Sebenarnya bukan karena pekerjaan juga sih alasannya, sejak malam pak Suyono bilang Azhari pacarku, Fendi tampak marah-marah tidak jelas dan langsung pergi dari rumahku. Apa anak itu cemburu? Tapi bukan kapasitasku menenangkannya, kan aku bukan pacarnya? Jadi terserah dia sajalah, secuek itu sebenarnya diriku. Hari ini pak Faisal sudah mengambil cuti tiga hari mau menghadiri resepsi pernikahan adik iparnya, si Ayu Soraya sudah kembali ke wujud aslinya. "Ai! Cepet kerjakan proposal ini, contoh proposal ya ini," perintahnya. "Kok aku yang ngerjakan? Pekerjaanku cuma merekap HK pekerja," jawabku tak kalah ketus. "Heh! Kalau kusuruh kau mengerjakan ini ya kerjakan!" Dia mulai berteriak tidak sabaran. "Siapa kamu nyuruh-nyuruh, bos-ku saja bukan," jaw
Read more
Bab 65
POV Fendi Bekerja seharian membuatku cukup lelah, aku harus segera mandi agar tubuh lebih segar, kuraih handuk yang kugantung di jemuran, kutanggalkan pakaian atas. Dua hari tidak bertemu Aina membuatku tidak semangat, gadis jelek itu benar-benar kejam, sudah berani menusuk hatiku dengan kelakuannya, tak sekalipun dia mendatangiku untuk menenangkan. Aku harus menemuinya sekarang, bisa gila kalau lama-lama tak bertemu dengannya.Sebelum aku ke kamar mandi, aku mendengar di luar suara motor bebek yang sudah hapal punya siapa, karena yang punya sering sekali bertandang ke sini. Dengan malas, aku keluar dari barak dan bersender di pintu."Bang," sapanya dengan senyum manis."Mau apa lagi ke sini?" aish, aku malas sekali meladeninya hari ini."Ini, Ida bawakan rendang untuk Abang," gadis itu mengangsurkan serenteng rantang."Sekarang siapa lagi di keluargamu yang hajatan? Kemarin Uwakmu, pamanmu, bibimu, sepupumu, apakah sekarang tetanggamu?" kataku dengan nada sarkas, namun wajah gadis i
Read more
Bab 66
POV Fendi Aku bergegas menuju rumah Aina, akan terasa lama jika jalan kaki, aku segera mencari pimpinan proyek untuk meminjam motornya. "Mas Yikin, aku pinjam motornya." "Lama apa sebentar? Akan kupakai ke rumah Pak Dayat, menyelesaikan pembayaran upah," jawabnya. "Kalau lama, kuantar saja," lanjutnya. Dengan senang hati aku terima tawarannya, tidak sampai sepuluh menit sudah sampai depan rumah Aina. "Inikan rumah Pak Syarif menejer perusahaan?" ujar Mas Yikin "Iya, Mas Yikin kenal sama Pak Syarif?" "Kenal, tapi karena aku ada keperluan malam ini jadi tidak bisa mampir, salam ya buat Pak Syarif." Lelaki itu langsung tancap gas meninggalkan aku sendiri, bergegas aku menaiki tangga teras dan mengetuk pintunya. "Assalamualaikum." "Walaikumsalam, sebentar ya!" Terdengar suara keras seorang perempuan dari dalam, suaranya memang selalu selantang itu, walaupun penuh ketegasan, tetapi tetap mengandung kehangatan. "Fendi? Masuk!" Aku mengikutinya dan duduk di sofa ruang tamu. G
Read more
Bab 67
POV AinaPagi ini setelah salat subuh aku kembali tidur malas-malasan, namun aku yang tidak biasa tidur setelah subuh tidak bisa tidur, aku hanya bolak-balik sambil termenung menatap langit-langi kamar. Pembicaraan dengan Fendi tadi malam benar-benar mempengaruhi perasaanku, aku tahu kenapa Fendi begitu keras kepala menolak gadis bernama Farida itu, semua itu karena aku.Entah sejak kapan pemuda yang sudah bertransformasi menjadi seorang pria sejati itu memiliki perasaan khusus untukku, dari tatapan matanya, senyumannya, dan kemarahannya, semuanya memiliki perasaan penuh terhadapku. Aku bukan gadis bodoh yang tidak bisa menangkap gelagat itu, yang aku pikirkan adalah bagaimana aku menghadapinya? Aku sudah mengakui jika ada lelaki lain di hatiku. Aku tahu hatinya sakit, sangat sedih sebenarnya menyakitinya seperti itu, tetapi aku harus jujur padanya.Akhirnya aku terbangun dan menuju dapur, di meja makan bang Syarif sudah duduk sambil membaca berkas-berkas kantor."Abang mau minum ko
Read more
Bab 68
POV Hasan Seminggu yang lalu ...Aku memasuki sebuah kedai kopi Starbucks di jalan Gatot Subroto, suasana cafe masih agak sepi, karena sekarang masih jam kantor. Beberapa menit menunggu, akhirnya seseorang muncul dengan tergesa-gesa."Sudah lama, Bang?" Anak itu segera mengambil tempat di hadapanku. Aku tidak menanggapi pertanyaannya, hanya meliriknya dengan sedikit malas."Maaf, kalau aku terlambat. Di perkebunan tidak ada sinyal, kalau mau membuat janji dengan Abang harus ke kota kabupaten dulu mencari sinyal atau telepon rumah," keluhnya."Semua berkas sudah ku-revisi, coba Abang periksa lagi," lanjutnya sambil mengambil setumpuk berkas dari tas kerjanya."Haruskah kantor menejer di pindah ke kota kabupaten saja?" tawarku."Itu belum terlalu perlu, Bang. Pengeluaran awal kita sudah terlalu membengkak, aku harus menekan pengeluaran.""Kau harus menempatkan orang yang terpercaya untuk menjaga gudang, biasanya daerah itu rawan kebocoran," ujarku mengingatkannya."Iya, cuma aku belum
Read more
Bab 69
POV Hasan Sore ini, aku segera masuk kamar hotel setelah rapat yang cukup alot dengan pihak bank sebagai investor pendanaan, syukurlah ajuan proposal itu berhasil, kucuran dana segera akan digelontorkan dengan persyaratan dan perjanjian yang cukup adil untuk kedua belah pihak. Harusnya aku senang dengan kemajuan bisnis ini, tapi kenapa aku masih tidak senang? Aku menatap pemandangan gedung-gedung pencakar langit di kala senja di balkon kamar hotel, suasana begitu sepi, sudut hatiku selalu seperti ini, biarpun sudah terbiasa mengalami seperti ini, namun rasa sakit dan kesepian tak bisa kuhindari. Segera kuambil sebungkus rokok di saku celana, mengambil sebatang, menyalakan dan menghisapnya. Asap mengepul mengaburkan pemandangan. Beberapa menit sudah berlalu, sebungkus rokok sudah kuhisap habis, putungnya bahkan berceceran di lantai balkon, kenapa galau di hati ini tak kunjung hilang? Mungkin hal seperti ini yang menyebabkan seseorang mencari pelampiasan ke minuman keras atau narkob
Read more
Bab 70
POV Hasan Kulihat rumah itu tampak sepi, tidak ada tanda-tanda Aina ada di dalamnya, sebelum aku melangkahkan kaki menuju tangga, aku mendengar seseorang berteriak dari belakang, aku spontan menoleh, terlihat seorang wanita tengah menyeimbangkan tubuhnya, tetapi sontak terjatuh ke dalam danau. Aina? Bukankah itu Aina? "TOLONG!!" Wanita itu berteriak dengan kencang. Aku tidak berpikir dua kali langsung berlari menuju danau, tempat ini dulunya rawa, namun untuk membuat perumahan terpaksa digali lagi menjadi danau, aku tahu kedalamannya berapa, yang paling dangkal saja kedalamannya dua meter. "Tolong ... Tolong ...." Wanita itu hilang timbul di atas permukaan air. Tanpa pikir panjang aku langsung menanggalkan pakaian atas dan sepatu, dengan hanya mengenakan celana panjang, aku langsung terjun ke danau. Menyelam dan meraih tangan wanita itu yang hampir tenggelam agar tetap di permukaan air. Tanganku yang cukup kokoh, mendekap dadanya. Hingga mencapai air dangkal, aku membopong tubuh
Read more
PREV
1
...
56789
...
27
DMCA.com Protection Status