Semua Bab Suami Miskinku Ternyata Konglomerat: Bab 21 - Bab 30
395 Bab
21. Seperti Menjual Anak
Part 15Pegunungan, perbukitan, dan hamparan kebun-kebun teh mengelilingi Desa Cibungah ini. Udara sejuk dan angin semilir menentramkan hatiku yang gelisah, tetapi tetap tidak mengurangi debaran dada yang mengiringi derap langkahku menuju ke rumah orang tua Risma.Kekhawatiran akan adanya penolakan dari orang tua gadis yang kusuka, terutama tentang sikap bapaknya yang banyak tuntutan setiap kali ada pria yang berniat ingin meminang putrinya Risma. Akan tetapi itu semua tidak menyurutkan niatku untuk mempersuntingnya. Langkah kami bertiga sudah sampai di depan teras rumah keluarga besar Risma, dan jantungku semakin berdebar keras."Assalamualaikum." Salam kedatangan terlontar dari mulut Ustaz Arief."Waalaikum salam." Emak datang menyambut dengan ditemani Risma, dan ... gadis lugu itu berdandan, cantik sekali. Dandanan yang sederhana tanpa warna-warna yang berkesan berani, paras wajahnya semakin terlihat lembut, senyuman termanis dia lemparkan untukku, lal
Baca selengkapnya
22. Rencana Emak Sawiyah
Rasa sesak merasuki rongga dada, bercampur dengan kesedihan dan pengharapan.Kecewa atas sikap dan penolakan yang ditunjukkan Juragan Hasyim. Sedih melihat Risma dengan sebegitu kuatnya berupaya melawan keputusan bapaknya, hingga harus berakhir dengan tamparan untuknya. Berharap, aku dan Eneng dapat dipersatukan dalam ikatan suci pernikahan.Langkah kakiku seperti mengambang, pikiranku hanya dipenuhi tentang Eneng. Seorang gadis desa yang belum lama mengenalku, tetapi yakin terhadapku. Berani mempertahankan keinginannya untuk tetap menikah denganku, walaupun harus melawan keputusan bapaknya. Hanya wanita yang benar-benar jatuh cinta yang berani seperti itu. Meyakini rasa yang ada di hati, jika aku memang pilihan yang tepat untuknya."Kamu tidak apa-apa, Wan?" tegur Ustaz Arief, saat kami berjalan bersisian, sementara Umi Hasanah sudah berjalan lebih dulu."Tidak apa-apa, Ustaz," jawabku pelan. Ustaz Arief terus menoleh ke arahku."Wan ... jika takdir
Baca selengkapnya
23. Pernikahan Sederhana
Emak langsung pergi, tidak lagi memberikan kesempatan aku untuk kembali bicara atau pun bertanya. Aku terus memandangi tubuh Emak yang perlahan menghilang di kejauhan. Tidak beberapa lama."Assalamualaikum, Ris," "Waalaikum salam." Salam dan kedatangan Ustaz Arief sedikit mengejutkan."Tadinya saya ingin menemani kemari, tetapi saat melihat ada emaknya Neng Risma, jadi saya urungkan," ucap Ustaz Arief."Itu bungkusan apa, Ris?" tanya Ustaz Arief."Ini sebagian dari baju-baju Risma, Ustaz, disuruh Emak agar disimpan di rumah saya," jawabku, lalu aku mulai menceritakan apa saja yang aku bicarakan dengan Emak kepada Ustaz Arief, termasuk tentang rencana menikah besok pagi, juga tentang wali nikah, termasuk meminta pendapat beliau tentang rencana menikah siri terlebih dahulu dengan kondisi Risma seperti sekarang ini."Sepertinya usia Risma sudah lebih dari 21 tahun, jadi ijin dari orang tua sebenarnya sudah tidak diperlukan lagi. Setuju at
Baca selengkapnya
24. Ikrar Ijab Qobul
"Saudara Riswan bin Muchtar. Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Risma Wulandari binti Hasyim, dengan mas kawin seperangkat alat salat dan perhiasan emas seberat tiga gram. TUNAI!""SAYA TERIMA NIKAH DAN KAWINNYA RISMA WULANDARI BINTI HASYIM DENGAN MAS KAWIN SEPERANGKAT ALAT SALAT DAN PERHIASAN EMAS SEBERAT TIGA GRAM DIBAYAR TUNAI.""Bagaimana para saksi?" tanya si penghulu.."Sah ... sah!" Suara dari saksi-saksi yang mendengar dan ikut menyaksikan Ijab Qabul."Baraqallah." Wajah-wajah kelegaan terlihat. Hidupku sekarang tidak lagi sama. Aku mungkin belum menjadi imam yang baik dalam ilmu agama, tetapi aku akan berusaha untuk itu, dan mulai pagi menjelang siang ini, Eneng sudah resmi menjadi istriku.Selepas penutup doa yang dibacakan Ustaz Arief, Eneng dengan didampingi Umi Hasanah mendatangiku, sembari mencium tanganku dan berucap pelan penuh keharuan."Jika eneng nanti berbuat kesalahan, tegur dan ingatkan Neng, ya, Bang." Air m
Baca selengkapnya
25. Aku Pulang Pah?
Menjelang senja, saat Matahari hanya tinggal menyisakan sinar orange ke-emasan yang membias indah di ufuk barat tepi bumi.Rumah megah ini masih sama seperti saat terakhirku tinggal di sini enam tahun yang lalu, tidak ada yang berubah dari bentuk dan juga penempatan furniture-furniture yang ada di dalamnya.Sunyi, lengang, tanpa kebersamaan yang saling mengikat antara saudara yang satu dengan yang lainnya. Hanya para pekerja pengurus rumah yang terlihat ada, bahkan mungkin rumah ini seperti milik mereka sendiri, karena lebih banyak waktu yang mereka habiskan di rumah ini dibandingkan dengan pemilik rumah itu sendiri.Aku memang merasa dibebani oleh tanggung jawab yang sangat besar. Saat ini bukan waktunya aku memikirkan diri sendiri. Ada ratusan ribu orang yang bergantung pekerjaan di Niskala Group, itu dahulu yang akan aku prioritas-kan, keberlangsungan bisnis usaha group Niskala.Tidak banyak waktuku hari ini, selesai mandi langsung berencana menjenguk Pa
Baca selengkapnya
26. Ijinkan Aku Mengabdi
Aku tahu Papah sudah "hilang" air mata ini kembali jatuh membasahi punggung tangannya, saat aku mencium tangannya untuk yang terakhir kalinya.Tante Sartika terlihat panik, berlari ke luar ruang perawatan untuk memberi tahu suster jaga. Tidak menunggu lama dokter dan perawat juga datang, dan langsung memeriksa kondisi Papah. Aku berdiri lantas berjalan keluar ruangan Papah, sembari mengusap air mata. Om Bagas bergegas mendekati, dan aku hanya menggeleng tanpa bersuara. Dia tahu maksudnya, terdiam menunduk tidak lagi bicara. Kupanggil Toni yang memilih untuk duduk menyendiri di pojok bangku tunggu. "Papah sudah meninggal, Ton," ucapku lirih. "Innalilahi wainnailaihi rodziunn." "Tolong kamu urus semua, Ton," ucapku pelan. "Siap, Pak." Toni lantas menghubungi nomor orang-orang yang bisa membantunya, dan aku memilih untuk pergi mencari musholla di area rumah sakit, untuk menjalankan Salat Isya. Berwudlu dan berdoa agar perasaanku menjadi lebih
Baca selengkapnya
27. Rapat Besar Niskala Group
Pak Kusno menyambutku dengan sangat hangat, seorang pekerja senior yang sudah bergabung dengan Group Niskala di jaman Kakek mulai merintis usaha, justru malah disingkirkan karena menemukan kecurangan yang merugikan keuangan perusahaan."Pak Kusno segera mengajakku masuk ke ruang tamu rumahnya, sudah dia persiapkan juga segala jenis hidangan di atas meja. Beliau bilang, senang melihatku kembali ke perusahaan yang sudah dirintis kakek, karena jika tidak, sebesar apapun usaha yang dijalankan jika di grogoti dari dalam secara perlahan, maka lama kelamaan akan hancur."Ini Pak Aries, laporan kecurangan yang saya temukan saat itu, semua sudah saya print, dan ini tempat penyimpanan filenya," ucap Pak Kusno, sembari menyerahkan piranti penyimpan data/ discet-kepadaku. Aku mulai mengecek lembaran demi lembaran bukti-bukti kecurangan yang sudah dilakukan kedua om-ku tersebut."Untuk Buk Sartika bagaimana, Pak?" tanyaku, kepada Pak Kusno, menyangkut tentang adik papah yang
Baca selengkapnya
28. Kejutan Untuk Keluargaku
Part 20Pagi ini aku sudah kembali memulai aktivitas bekerja, sama seperti enam tahun yang lalu. Setelah kemarin aku membuka semua kecurangan-kecurangan yang dilakukan Om Alex dan Om Bagas beserta para kroni-kroninya. Kemarin itu juga, aku memerintahkan Ibu Dipta sebagai kepala HRD kantor pusat yang sebelumnya di masa Om Alex dipindahkan ke bagian umum, untuk memecat orang-orang yang terlibat kecurangan di dalam Group Niskala ini, dan khusus Om Alex dan Om Bagas, aku sendiri yang menandatangani surat-surat pemecatannya.Setiap perbuatan ada balasannya, dan mereka semua harus bertanggung jawab untuk itu. Semalam pun Tante Sartika menghubungiku, memintaku untuk mempertimbangkan karena Om Alex dan Om Bagas itu masih terhitung kerabat dekat, tetapi dengan berat hati aku tidak bisa mengikuti keinginannya, dan tetap akan terus menempuh proses hukum dengan beberapa alasan yang juga sudah kujelaskan kepadanya. Alhamdulillah Tante Sartika dapat mengerti dan memahami. Yang terpe
Baca selengkapnya
29. Rumah Mewah Atas Bukit
POV AUTHOR Gerbang besar nan mewah bertralis besi bercat hitam mengkilap menyambut kedatangan mobil yang ditumpangi Risma, Emak, dan Riswan. Sebuah post keamanan berwarna putih tepat berada di balik pintu gerbang tersebut, dan secara sigap petugas penjaga berseragam langsung membuka pintu otomatis dan berdiri memberikan hormat kepada kendaraan yang mereka tumpangi. Berhenti tepat di depan rumah megah bercat putih bergaya Eropa, dengan dihiasi cahaya rembulan tergambar bulat dan gemerlap bintang-bintang, ternyata jauh lebih indah jika di lihat dari jarak sedekat ini.Risma terpana, terlihat bingung untuk menjelaskan betapa bagusnya rumah yang Riswan buatkan untuk keluarga kecilnya. Emak pun sama seperti Risma, terpukau sampai tak sanggup lagi untuk berkata-kata. "Ayuk, Neng. Emak, kita masuk," ajak Riswan, sembari menggenggam tangan Risma erat. "Bang?" Risma bertanya kepada Riswan, tetapi matanya terus menatap ke arah rumah mewah dengan empat tiang
Baca selengkapnya
30. Pertikaian Antar Saudara
PART 22Rumah Juragan Hasyim mendadak ramai, karena keributan yang melibatkan anak-anak dan menantunya. Kata-kata kasar dan makian terlontar dari pihak-pihak yang bertikai.Juragan Hasyim diam menyaksikan dalam gamang, tubuhnya terasa lemas, dan jantungnya berdetak sangat keras, kepalanya terasa amat sakit, hingga mengakibatkan dia terjatuh pingsan, di sela-sela keributan, dan upaya memisahkan Amran dan Tohir oleh para tetangga dalam sebuah perkelahian.Kali ini keramaian dan kepanikan bertambah dengan jatuh pingsannya Juragan Hasyim. Keributan pun terhenti, dan mereka beramai-ramai membawa tubuh Juragan Hasyim yang pingsan ke puskesmas yang tidak jauh dari kantor kepala desa.Keributan, perang mulut dan adu argumen berpindah tempat ke kantor balai desa. Mereka sibuk saling tuduh dan saling menyalahkan satu sama lain."Ini semua gara-gara Kang Amran, yang serakah dan mau menang sendiri," sindir Ela, di sela-sela sedang menunggu bapaknya di periksa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
40
DMCA.com Protection Status