All Chapters of Kisah Cinta Si Ahli Membuat Batasan: Chapter 11 - Chapter 20
27 Chapters
Bab 10 – Korban Sekongkolan
Kutepuk kedua pipiku sendiri, berharap yang kulihat tadi bukanlah mimpi. "Aaa! Sakit!" Permukaan pipiku terasa panas akibat ulahku sendiri.“Silakan, Mbak!” Petugas kasir mempersilakanku membawa troli yang kubawa untuk mendekat.Kudorong troli berisi belanjaan dengan sebelah tangan, sementara tangan lainnya memegangi pipi sambil menahan kesakitan. Sang petugas mendekatkan alat yang digenggam pada satu per satu barang dalam troli yang kuserahkan. Dalam sekejap total harga muncul dalam layar. Waktunya aku untuk membayar.Kulangkahkan kaki sedikit berlari keluar toko dengan menenteng kantong belanjaan. Kutolehkan kepala ke kanan dan kiri, celingukan mencari seseorang. Nihil. Tak kutemukan sisa-sisa jejaknya. Rupa, aroma, dan bayangannya pun sudah tak ada di sana.Kugelengkan kepala, berusaha mengendalikan pikiran agar tak terhanyut dalam suasana. Kuteruskan langkahku menuju tempat kendaraanku berada. Aku pulang dengan perasaan hampa.&ldqu
Read more
Bab 11 – Kejutan Istimewa
Aku diseret jauh menuju bibir pantai. Pasir putih masuk ke celah-celah jari kaki sewaktu aku berlari terhuyung-huyung dengan sandalku. Tepat di hadapan lukisan alam aku berdiri, memandangi air laut yang berkilauan karena efek sinar matahari. Bisa kulihat dengan jelas, gerakan ombak yang berlarian ke sana kemari. Ombak itu pun mendekat, membasuh kakiku dengan lembut. Kugulung celanaku sedikit, tak ingin basah karena itu.“Nih, pakai,” kata Aji, menyerahkan sebuah pelampung padaku. Akhirnya ia datang setelah meninggalkanku sebentar untuk mengobrol dengan beberapa orang di dekat pepohonan. Alis dan dahiku berkerut, melihat Aji sudah memakai pelampung yang sama dengan yang ia berikan. Timbullah sebuah pertanyaan, aktivitas apa yang telah ia rencanakan.“Buat apa ini?” tanyaku dengan nada kesal.“Ada deh,” katanya tak ingin berterus terang.“Aku nggak ikut.” Kukembalikan pelampung itu pada Aji.“Ih,
Read more
Bab 12 – Hilang Dari Peredaran
"Aduh!” rintihku lirih, memegangi kepala lalu menggosoknya lembut untuk meredakan rasa sakit yang tercipta akibat terbentur. Tak lama kemudian kudongakkan kepala, melihat rupa orang yang tak sengaja kutabrak sambil mengernyit.“Nyari siapa?” tanya kak Bayu tepat di depan wajah, menatapku dengan mata terbuka lebar. “Nggak,” jawabku geleng-geleng kepala. Kukontrol ekspresiku, menyembunyikan kegugupan dalam wajah. “Nggak nyariin siapa-siapa.”“Oh ya?” katanya sambil mengelus dagu. “Kalau gitu, ikut aku bentar.” Digandengnya tanganku, membawaku menuju suatu tempat. Langkahnya terhenti di depan salah satu pedagang kaki lima yang sedang menjajakan dagangan di dekat gedung sekolah. “Pilih,” ujarnya. “Hah?” sahutku tak mengerti akan maksudnya. “Pilih aja,” pintanya sekali lagi, menyentuh barisan kuncir ra
Read more
Bab 13 – Sosok Sebenarnya
Seperti biasa, aku sedang standby di warung ibu, siap melayani pelanggan yang datang. Sesekali kuseka meja dan peralatan makan, tak membiarkan kotoran dan debu tertinggal.“Ayuuu!” Kak Sinta datang dengan keceriaan yang selalu ditunjukkannya. Ia pun bergabung bersamaku, ikut membersihkan meja pelanggan sambil berbincang penuh canda untuk menghilangkan kebosanan.Tak lama, orang-orang mulai berdatangan. Dengan sigap kukembali ke meja pelayanan, tempat pelanggan memesan dan membayar makanan dan minuman. Saat bekerja, tak terasa waktu cepat berlalu. Matahari makin terik, keadaan dalam warung pun makin lengang.“Istirahat dulu, Yu! Nanti dilanjut lagi,” intruksi ibu padaku.Aku duduk di atas bangku panjang dekat kipas angin. Untuk sejenak kubiarkan tubuhku rehat, menikmati waktu luang dengan duduk bersantai ditemani hembusan angin sambil memandangi pemandangan jalan.“Taraaa! Nih, kakak bawain minuman segar!&rdquo
Read more
Bab 14 – Masih Ingat
Dengan bungkusan di tangan, kuberjalan dengan langkah ringan diiringi senandung dalam hati riang. Perlahan tapi pasti kudekati motor yang terparkir di teras rumah, mengeluarkan kunci kontak dalam saku lalu memasukkannya serta menggesernya menjadi mode on. Terakhir, kuperiksa sekali lagi alamat yang hendak kutuju, memikirkan arah dan jalur yang akan kutempuh sebelum kendaraan melaju.“Tunggu!” gumamku baru menyadari sesuatu. “Ini kan ...,” sahutku kemudian saat tahu ke mana alamat itu akan membawaku.“Hati-hati di jalan, Yu!” kata ibu, melambaikan tangan dari kejauhan dengan senyum lebar di wajahnya. Aku hanya bisa nyengir, tersenyum kaku memperlihatkan barisan gigi untuk membalas senyuman itu. Kusembunyikan kegugupan dari raut wajahku. Mau bagaimana lagi, keputusan yang sudah diambil tak mungkin bisa kubatalkan. Dengan segenap tenaga dan semangat yang kukumpulkan, akhirnya kuberangkat menuju sebuah alamat. Alama
Read more
Bab 15 – Privilege
"Yu! Kirimin jadwalmu dong,” pinta Dini dengan emotikon tangan mengatup sebanyak tiga buah. Tak terasa masa liburan akan berakhir beberapa hari lagi. Para mahasiswa dari berbagai jurusan pun mulai menilik jadwal yang tersedia dalam website untuk menyusun rencana studi mereka masing-masing. Begitu pula denganku dan Dini. Sudah menjadi kebiasaan tiap semester kita akan saling bertukar informasi, tentang kelas apa saja yang akan diambil selama satu semester ke depan. Biasanya kita akan saling menyesuaikan jadwal agar bisa berada di kelas yang sama untuk tiap mata kuliahnya. Tapi tak semua jadwalku dan Dini bisa disamakan begitu saja, sebab kegiatan dan kesibukan yang kita miliki berbeda. Hari, jam, tempat, nama dosen dan nama mata kuliah dalam seminggu sudah kutulis rapi dalam buku catatan. Setelah merasa yakin, kupotret rencana jadwal tersebut dengan ponsel untuk dikirimkan kepada Dini. “Itu jadwalku, Din. Aku banyak pilih kelas pagi daripada siang. Bi
Read more
Bab 16 – Gosip Masa Orientasi
Beginilah akhirnya, sepi lagi, sendiri lagi. Memang selalu seperti itu, hingga terbiasa dengan hal itu. “Haaah ....” Langit biru cerah disinari matahari, burung-burung pun terbang riang ke sana kemari. Saling berkejaran, juga saling bersahut kicauan. Bertengger di atas dahan, lalu berpindah dari dahan satu ke dahan lain secara bergantian. Sungguh pemandangan yang mencerminkan keceriaan serta keakuran dalam kebersamaan. “Beruntungnya,” gumamku dengan senyum sendu sambil memandang ke atas. “Haaah ....” Helaan napas panjang kembali lolos dari mulutku. Apa yang kau pikirkan, Yu? batinku, tak ingin berlarut dalam kegundahan. Kutegakkan badan, membuka kedua kelopak mata lebar-lebar untuk mengembalikan fokus dalam pikiran. Aku harus istirahat. Karena kurang tidur, aku jadi terlalu sensitif. Benar. Aku hanya kelelahan. Aku harus cepat-cepat sampai rumah sekarang. Beberapa hari kemudian.... “Yu, pesanan temanmu yang cowok itu jadi gimana?” “Kayaknya nggak jadi, Bu. Orangnya belum bis
Read more
Bab 17 – Layaknya Orang Asing
“Haah, hah. Cepet banget jalannya! Tumben!” keluhku akibat kewalahan mengejar orang yang ingin melabrak Aji dan Nana di dalam pusat perbelanjaan.Kuatur napas sejenak, kemudian kupercepat langkah kaki agar bisa segera menyusul. Langkah kaki Dini berangsur lambat. Jarak di antara kami makin dekat. Misi pengejaranku berhasil. Dini pun menghentikan langkahnya setelah kutepuk bahunya dari belakang. "Udah, Din," mohonku.“Yu, mereka ngilang," lapor Dini penuh kecewa sebab kehilangan jejak.Sambil terengah-engah, kuserahkan tas belanjaan yang sedari tadi kubawa. "Nih.""Ini nggak bisa dibiarin, Yu! Pokoknya kita harus cari mereka sekarang juga!""Eeeh, bayar dulu. Kamu mau, kita dianggep maling di toko ini?" omelku, memegangi tangan Dini sebelum dia pergi lagi."Urusan baju nanti aja.""Nggak jadi beli ini, nih? Kamu udah milih berjam-jam loh. Nggak takut, kalau bajunya nanti dibeli sama orang lain?"Dini terdiam, menyadari perkataanku ada benarnya. Akhirnya ia menyerah. Dibawanya satu poto
Read more
Bab 18 – Kuasa Ketua Kelas
Matahari mulai menampakkan diri. Di dalam taman yang masih sepi, kunikmati pemandangan berharga sambil berdiri. Perlahan tapi pasti, benda bulat kuning itu bergerak ke atas, menyebarkan sinarnya ke seluruh arah. Warna-warni kembali terlihat, kegelapan di sekeliling pun hilang. "Indah." Satu kata itulah yang mampu mewakili. Benar-benar pemandangan yang mampu mendatangkan kedamaian dalam hati. Setelah menyaksikan momen itu, aku pulang meninggalkan taman tempatku berolahraga pagi. Kusembunyikan jari tanganku dalam saku, berjalan dengan langkah tenang tanpa ada yang menemani. Sesekali kepalaku menengok ke arah kanan dan kiri. Kuperhatikan pemandangan di sekitar, juga kubaca tulisan yang terpasang di sana-sini. “Ayu!” panggilan itu membuat langkahku terhenti. “Eh, Bi Tutik! Pagi banget datengnya,” kataku pada orang yang memanggil namaku barusan. “Kebetulan bisa ketemu di sini! Bibi aja takut kalau datangnya kepagian, khawatir kamu belum bangun.” “Ya udah bangun lah, Bi. Masa belum? N
Read more
Bab 19 – Dua Sisi Berbeda
“Siap!” katanya dengan senyum sambil memberikan hormat padaku. Aji terhanyut dalam kegembiraan. Dipandanginya kertas yang kuberikan tinggi-tinggi, tak mengalihkan pandangan sedikit pun. Di samping itu, kulihat Dimas baru kembali dari luar setelah menyelesaikan urusannya. Ditunjuknya sebuah tempat dengan anggukan, memberiku kode untuk bersiap-siap. “Ayo, Yu!” ajak Dimas, siap dengan tas di punggung. “Ayo,” balasku, bergegas memasukkan barang-barang di atas meja. “Mau ke mana?” tanya Aji yang tak mengetahui rencanaku dan Dimas sebelumnya. “Perpus,” jawabku dengan satu kata. “Kok nggak ngajak aku? Kita kan, satu kelompok,” protesnya. “Mau ikut? Ke perpus?! Tumben? Biasanya juga nolak,” sahut Dimas keheranan. “Emang iya?” tanyaku datar. “Iya, Yu. Aku tuh selalu ajak Aji kalau mau ke perpus. Tapi dianya selalu ada alasan. Ujung-ujungnya pasti ngomel-ngomel. ‘Nggak ah, Dim, ribet, susah nyari bukunya, bikin pusing. Lu aja sana yang pergi, entar gue pinjem punya elu,’ pasti gitu! Se
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status