Semua Bab Suami Berkhianat, Aku Minggat (wanita pilihan): Bab 21 - Bab 30
108 Bab
Part 21. Bianca pulang.
  Bianca baru saja turun dari pesawat, dia melangkah anggun dengan setelan baju kerjanya sebagai pramugari, tubuh tinggi yang langsing, ditunjang dengan wajah yang khas orang Indonesia dengan potongan hidung yang sedikit mancung tak mempengaruhi kecantikan wajahnya. Dia menarik kopernya sambil bersenda gurau dengan beberapa teman seprofesinya. Gadis-gadis Indonesia yang sangat mengagumkan, memanjakan para mata yang memandang, keindahan yang Tuhan berikan pada sebagian orang yang beruntung memiliki wajah yang rupawan dari sejak lahir.   "Bi, kamu dijemput?" tanya Marsha teman seprofesinya. Saat dia melihat Bianca masih berdiri di pinggir jalan.   "Nggak, naik taksi aja," jawabnya.   "Bareng gue aja," tawarnya.   "Rumah kita gak searah loh," ucap Bianca.   "Akh elah, santai aja kali, gue dijemput Abang gue nih," ujar Marsha.   "Bayar gak?" tanya Bi
Baca selengkapnya
Part 22. Kembali bertemu.
Lia masuk kedalam bank, tempat dimana Doni bekerja, dia sudah tidak bisa lagi menunggu untuk mengetahui bagaimana kabarnya Doni, karena Lia belum bisa membeli handphone, akhirnya dia memberanikan diri untuk mendatangi tempat kerja lelaki tampan yang selama ini menghuni pikiran dan hatinya.   "Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" ucap Satpam ketika melihat kedatangan Lia.   Lia pun tersenyum melihat Pak satpam dan bilang dia ingin bertemu dengan Doni, Pak Satpam pun bertanya lagi "Apakah sudah ada janji?"   "Belum, pak," jawabnya, karena memang dia belum menghubungi Doni.   "Tapi tolong ya, Pak, bilangin saya Lia Apriliani pengen ketemu sama beliau, ada hal sangat penting yang harus dibicarakan," tuturnya.   "Baik, Mbak, tunggu disini sebentar ya, Saya akan masuk dan mengabarkannya pada Pak Doni," ucap Pak Satpam.    Dia mengangguk dan mempersilahkan Pak satp
Baca selengkapnya
Part 23. Kembalinya Bara.
  Laki-laki berkacamata hitam itu menepuk pundak Doni yang sedang berbicara dengan Lia.   "Bara? Ya, kamu Bara-kan?" tanya Doni antusias.   Mereka berpelukan. "Kemana aja lu, Bro?" tanya Doni.   "Aku baru pulang, Don, Biasa orang susah cari sesuap nasi," ucapnya berkelakar.   "Mana no W*, lu?" tanya Doni. Mereka bertukar nomor telepon.   "Ini siapa? Bini, Lo?" tanya Bara.   "Kenalkan, ini Lia, temen gue," ucap Doni.   "Temen apa demen?" tanya Bara dengan menyelidik dan tatapan tak percaya. Sedangkan Lia hanya menunduk tak berani menatap kearah Bara.   Doni hanya tertawa, lalu mereka berpisah dan berjanji akan ngopi bareng pada minggu depan.   Bara memperhatikan Doni dan Lia, sungguh jomplang, pikirnya, dia menggelengkan kepalanya, bisa-bisanya body shaming pada perempuan yang di bawa
Baca selengkapnya
Part 24. Amarah Bianca.
    Sepulang mengantar Renata, Bianca melajukan mobilnya kearah pom bensin. Penuh dan antri, andai saja ada celah untuknya mundur, pasti Bianca akan putar balik, namun dia sudah masuk dan terhalang mobil di belakangnya.   Antrian yang membentuk setengah lingkaran membuat penglihatannya sedikit samar, saat dia melihat mobil Doni di antrian depan, dengan kaca yang terbuka. "Ya … itu Doni, namun dia kok, asik ngobrol? Bianca semakin menyipitkan matanya agar bisa lebih jelas dengan apa yang dilihatnya itu. Tidak salah lagi, itu Doni tapi dengan siapa? Hati Bianca riuh mempertanyakan itu. Tiba-tiba Bianca mengingat apa yang dilihatnya sebulan lalu di cafe.    "Hari ini kamu gak akan lolos Don! akan ku buat perhitungan denganmu," geramnya.   Bianca, tidak jadi mengisi bensin, dia langsung tancap gas mengejar mobil Doni yang terlihat berhenti di lampu merah.    Bi
Baca selengkapnya
Part 25. POV Renata.
Sepulang makan siang di mall tadi, pikiranku terus saja dihuni oleh Bara. Lelaki yang delapan tahun silam membuatku patah hati dan hampir depresi. Bagaimana tidak! Saat aku menjadikannya sebagai duniaku, dengan tanpa dosa dia pergi tiba-tiba.   Bahkan butuh waktu bertahun-tahun untukku memulihkan hati ini, tapi hari ini, luka yang telah lama aku kubur, seakan muncul kembali dan kian menyegar.   Bara … kenapa kita harus bertemu lagi? Kenapa aku masih saja menyimpanmu di lubuk hatiku yang terdalam, tanpa aku menyadarinya.   Dreeet … dreeet … dreeet   Lampu hijau diponselku menyala berkedip-kedip. Dan saat kubuka ternyata pesan Whatswebnya Mas Doni. Seketika amarah dan sakit hati datang bersamaan. Melihat bagaimana intimnya chat antara Lia dan Mas Doni.    Ku kira, suamiku telah memutuskan wanita itu, sebulan ini sikapnya manis dan hangat padaku, hingga desakan Bianca pun mampu
Baca selengkapnya
Part 26. Ditinggalkan tanpa kata.
Doni geram sekali pada Bianca, karena telah menyerang dan menghinanya di kantor, sudah tentu karyawan lain mendengar apa yang Bianca ucapkan.  "Huft … dia menarik nafas panjang, mencoba menetralkan kekesalannya."   Jam menunjukkan pukul 16.00 wib. Sudah waktunya dia pulang, lelaki berkemeja warna putih itu, tergesa-gesa membereskan barang-barangnya. Lalu keluar dengan memberi tahu Santi, bahwa dia pulang cepat karena gak enak badan, padahal pekerjaannya belum semua selesai.   Doni memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, pesan di notifikasi ponselnya sudah beruntun, Lia membombardirnya dengan chat W*, karena sejak tadi Doni mengabaikannya.   Dia menekan klakson beberapa kali, Mang Ujang yang sedang sholat Ashar pun, dengan terpaksa membatalkannya. Lelaki paruh baya itu berlari sambil masih mengenakan sarung dan peci. Dia membuka gerbang rumah Renata.   "Maaf, Pak, saya sedang sholat," uc
Baca selengkapnya
Part 27. Ditinggalkan tanpa kata 2.
  "Ibu pernah gak sih marah sama bapak tanpa sebab?" tanya Pak Karyo dengan telak. Ia sungguh heran dengan sikap ngeyel istrinya itu. Selalu cenderung menyalahkan orang lain dalam setiap kejadian. Apalagi pada Renata, pandangan pada menantunya itu sama sekali tak pernah ada benarnya.    Bu Tuti diam tidak menjawab pertanyaan suaminya. Dia kesal dengan Pak Karyo yang seolah-olah malah membela menantunya itu.   "Kamu bikin masalah apa sama istrimu itu?" tanya Pak Karyo dengan tatapan mengintimidasi.   Doni hanya menunduk, karena sejak dulu dia memang sangat segan sama bapaknya itu. Lain hal dengan ibunya yang selalu memanjakannya, sekalipun dia berbuat salah pasti selalu dibela.   "Bapak! Apa-apaan sih?" bentak Bu Tuti."   "Lho, Bapak, hanya bertanya, Bu!" tegasnya pada wanita yang telah memberinya dua anak itu.   "Sudahlah, ayo! Makan dulu, N
Baca selengkapnya
Part 28. Pov Renata.
Hatiku bukan hanya dilukai, tapi disayat-sayat sedemikian rupa hingga hancurnya tak bersisa. Hingga setiap bernafas pun, selalu terasa tercekat di tenggorokan. Tak ada lagi cinta yang tulus setelah kepergian Ayah dan Emak, bahkan kasih seorang Ibu kandung pun tak pernah kurasakan. Karena Tuhan lebih cepat memanggil beliau. Satu-satunya yang ku ingat dari Ibu, adalah pernah di ulang tahunku yang kelima, Ayah dan Ibu dengan bersamaan memberikan hadiah payung kecil, padahal mereka bekerja di tempat yang berbeda. Tapi entahlah hadiahnya bisa sama, namun karena aku memiliki dua payung, akhirnya kuberikan satu untuk sepupuku, payung yang Ibu berikan dengan motif bunga kecil-kecil, aku tak begitu menyukainya, aku memilih payung hadiah dari Bapak, dengan motif pelangi yang mencolok. Seandainya aku tahu itu adalah hadiah terakhirnya, aku tak mungkin memberikannya untuk adik sepupuku.    Takdir terasa sungguh kejam memperlakukanku, setelah Ibu meninggal, aku juga mal
Baca selengkapnya
Part 29. Pov Bara.
Dingin udara malam ini begitu menusuk ke tulang sumsumku, gelap pekat tanpa bulan atau bintang. Kususuri lorong rumah sakit ini,.untuk sekedar mencari kopi hangat yang mangkal di area depan rumah sakit.    Malam ini aku tak bisa tidur, khawatir dengan kondisi ibuku yang masih terbaring lemah. Beliau terserang stroke tiba-tiba, sesaat setelah jatuh di kamar mandi, ibuku memang memiliki riwayat darah tinggi sejak dulu. Dan kabar inilah yang membuatku pulang dari luar negeri. Dan ku tekadkan untuk resign dari pekerjaan ku disana. Sebenarnya Ibu telah memintaku pulang sejak aku selesai kuliah, namun karena tawaran kerja dengan gaji menggiurkan, aku lebih memilih bertahan dan merayu Ibu untuk terus mendoakan kesuksesanku. Tanpa ku sadari sedewasa apapun aku, dimatanya, aku adalah anak lelaki yang selalu harus diingatkan dalam segala hal, hingga selama aku disana, ibuku tak pernah bosan mengirim vn lewat W* hingga 5-6 kali dalam sehari, dari mulai menyuru
Baca selengkapnya
Part 30. Keputusan Renata.
Renata meng-klik profil yang mengirimkan DM itu, tapi nihil tak ada sedikitpun info siapa pemilik akunnya. Hanya saja yang memanggilnya chubby, cuma Bara, karena dia tahu, Renata paling marah kalau dikatakan seperti itu, apalagi kalau dikatakan gendutan, akan diajak duel pastinya.   "Woy, ngelamun aja!" sentak Bianca yang tiba-tiba muncu   "Astaghfirullah, kalau aku mati jantungan gimana?" ungkap Renat   "Gak lah, gak mungkin! Wong, masih segar bugar begitu!" ejekny   Renata memutar bola matanya dengan jengah, sedangkan Bianca hanya nyengir tanpa rasa bersala   "Jadi ... kita akan kemana   "Ke kantor pengacara," jawab Renata singka   "Dah bulat? Siap berpisah?" ledek Bianc   "Yup, makanya aku pake pengacara agak mahal dikit, biar dia yang urus jadi gak ada tahap mediasi-mediasi-an, dah malas aku ketemu manusia gak tah
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status