All Chapters of Suami Berkhianat, Aku Minggat (wanita pilihan): Chapter 31 - Chapter 40
108 Chapters
Part 31. Renata masuk rumah sakit.
Bara melangkahkan kakinya kedalam kantor Ferry, teman semasa kuliahnya di luar negeri, setelah mobil merah yang membawa Renata menghilang dari pandangan. Dengan sejuta tanya dalam hatinya "Ada apakah gerangan, sampai-sampai Renata mengunjungi kantor Advokat sehebat Ferry."   "Ferry, ada, Mbak?" tanya Bara pada Winda.   "Ada, Pak, mari saya antar," tawar Winda.    "Gak usah! Saya masuk sendiri saja, Makasih ya," ucap Bara kemudian menuju keruangan kerja temannya.   "Assalamualaikum," ucap Bara sambil nyelonong masuk.   "Waalaikumsalam, selamat datang, Bos!" ucap Ferry seraya bangkit dan menyambut Bara, teman seperjuangan dulu.    "Seperti yang terlihat," jawab Bara, sambil merentangkan tangannya.   "Mari, mari duduk lah," ucap Ferry.   "Jadi bagaimana tawaranku, Bro?"   "Bukan menolak, Fe
Read more
Part 32. Melahirkan.
Bianca sangat cemas ketika mengetahui, pembukaan Renata begitu lambat, saat dia menanyakannya pada suster jaga yang tadi didalam memeriksa sahabatnya itu.   "Tenang saja, Mbak, semua juga ada waktunya, sudah biasa begini mah," ungkap wanita berseragam putih itu dengan santai.   "Tapi dia kesakitan loh, Sus!" tegas Bianca sudah tak tahan lagi melihat Renata mengerang kesakitan.  "Renata juga, kenapa harus memilih rumah sakit ini sih, dia mampu membayar berapapun di rumah sakit sebelumnya, tapi pas mau lahiran malah memilih disini tempat yang tak pernah dikunjunginya," sungutnya.   "Neng, apakah, sebaiknya kita memberitahu, Den Doni?" tanya Bik Sumi sambil mengelus tangan majikannya.   "Engga … jangan, Bik, jangan sampai Doni tahu," tegas Renata.   ”Bianca mana, Bik?" tanya Renata.   "Barusan keluar, nyari suster kali," sahut Bik Sumi, hatinya mera
Read more
Part 33. Welcome little princes.
Di ruangan berdinding putih itu, Renata sedang berjuang antara hidup dan matinya. Menikmati setiap prosesnya untuk melahirkan anak pertamanya.   "Dorong lagi, Bu, sedikit lagi, Ayo!" ucap dokter itu, dengan penuh semangat.   "Tarik nafas, lalu buang." ucapnya.   Renata berhenti mengejan, tubuhnya lemas terasa tak bertulang.   "Ayo! Semangat! tinggal sedikit lagi! Tarik nafas, lalu buang, tarik nafas, lalu buang!" titah dokter perempuan itu.   "Bun, cara tarik nafas, bagaimana? Rena lupa," lirihnya, sambil mendongak memandang wajah teduh Ibu sahabatnya.   Bunda Hani hanya diam dan menatap lekat manik mata sayu, wanita muda dalam pelukannya. Sungguh dia shock berada dengan Renata saat ini, hingga bibirnya kelu, tak mampu menjawab pertanyaan wanita malang itu, namun demi kemanusiaan, dirinya nekat menemani sahabat putrinya itu.    Renat
Read more
Part 34. Annisa Kania putri.
Hari ini Renata sudah diperbolehkan pulang, Bunda Hani mengajaknya untuk ikut ke Bogor, dengan banyak pertimbangan Renata pun menyetujuinya. Untuk tinggal sementara dengan keluarga sahabatnya itu.   Mobil merah milik Bianca, melaju membelah jalanan. Hanya dengan waktu tempuh kurang dari tiga jam, mereka sudah sampai di kediaman pak Harun.   "Ren, Namanya siapa bayi imut ini?" tanya Bianca, sambil jarinya tak henti mengelus pipi anak Renata.    "Annisa Kania Putri, gimana?" tanya Renata sambil tak lepas matanya memandang bayi yang telah dilahirkannya dua hari lalu.   "Waah, cantik namanya!" seru Bunda Hani yang tiba-tiba datang ke kamar tamu.   "Gimana, Bun?" tanya Renata.   "Bagus, Bunda suka! Sini, Nak, Oma gendong," ucap Bunda Hani seraya meraih bayi Annisa yang sedang dipangkuan Bianca.   "Oma," panggil anak lelaki berkaos biru.
Read more
Part 35. Iri hati.
Orang-orang mulai berdatangan, anak yatim-piala juga sudah duduk berjejer. Baby Annisa begitu lucu dan menggemaskan dengan drees berwarna pink muda, membuat Renata terus saja menciuminya, Bunda Hani dan Pak Harun sudah nampak bagai couple yang tak terpisahkan, dengan busana bertema putih. Renata pun tampak cantik dan berkelas dengan gamis putih, model outer di bagian depan dilengkapi manik-manik warna abu dan Payet indah dibagian leher, pasmina putih yang dililitkan, menambah kesan elegan, penampilan Renata sore ini.   Ela menatap tajam Renata yang sedang tersenyum bahagia menggendong anaknya, saat dilihat sekelilingnya sibuk, dia melangkah menuju kamar Renata yang terbuka lebar.    "Kamu, jadikan pulang ke Tangerang hari ini?" tanyanya dengan ketus.   "Besok pagi, Mbak," jawab Renata sambil menatap heran ke arah Ela.   "Baguslah, biar Gias bisa main lagi sama Oma Opanya!" ujarnya sambil terseny
Read more
Part 36. Emosi tertahan.
Sesampai di rumahnya, Lia disambut oleh suara gemericik air dari arah dapur. Berbagai hidangan tersedia di meja, sedangkan suaminya terlihat sedang mencuci piring. Pantas saja salamnya tadi tidak dijawab oleh Ahmad, ternyata pria itu sibuk di dapur, sedangkan Alvin terlihat nyenyak dikamarnya. Tanpa menyapa suaminya, lalu ia masuk ke kamarnya.   Lia membuka ponsel yang tadi dibelikan oleh Doni, pria tampan yang kini jadi penghuni hatinya. Langsung saja dia kirim beberapa chat, namun sampai sepersekian menit, tak jua menjadi centang biru. Akhirnya dia menekan tanda panggil dan menempelkan ponselnya ke telinga. Yang terdengar hanya nada sambung yang tak jua berubah suara, bahkan ini panggilan untuk yang ke 4 kalinya, namun Doni tetap tak mengangkatnya. Akhirnya Lia menyerah dan meletak ponselnya di nakas.    ¯¯¯¯¯ Semua masakan sudah siap, cucian piring pun beres, Ahmad tersenyum bangga melihat sekeliling dapur yang sudah rapi, ki
Read more
Part 37. Asa untuk cinta pertama.
Meski Pak Harun dan Bunda Hani, bersikeras melarang Renata, untuk pulang malam ini, tapi Renata berusaha meyakinkan mereka, bahwa dirinya benar-benar tidak bisa menunda lagi. Apalagi dengan sikap Ela yang seperti itu. Ada banyak tanya dalam pikirnya, "Ada apa dengan Mbak Ela."   "Baiklah, jika kamu memaksa, Nak, Ayah sama Bunda hanya bisa mendoakan, semoga kamu dan anakmu selalu dalam lindungan Allah," ucap Pak Harun dengan lirih.   Bunda Hani mengusap air matanya, dan menciumi baby Annisa, mereka bukanlah keluarga Renata ataupun orang tuanya, namun kasih sayang mereka, tak pernah ia dapatkan, bahkan dari keluarga besarnya sendiri.   Renata mencium takjim punggung tangan Pak Harun, dan memeluk erat tubuh Bunda Hani yang terisak, begitu berat mereka melepas wanita bernasib malang itu. Namun Renata harus segera menyelesaikan urusannya dengan Doni, sidang pertama bahkan sudah dilaksanakan, minggu depan adalah sidang kedua,
Read more
Part 38. Rumah baru.
Doni mengerutkan keningnya sendiri, ketika Ibunya menyerahkan amplop coklat bertulisan surat panggilan sidang. Gegas dia membukanya dan tertera nama Renata Kania Putri sebagai penggugat, terasa disambar petir di tengah hari, saat ia membaca ulang isi surat itu. Ternyata kediaman istrinya selama ini bukan karena baik-baik saja! "Tapi kenapa harus cara seperti ini, Ren," lirihnya dalam hati.   Tak pernah terpikirkan olehnya akan terjadi seperti ini, cintanya pada Renata begitu dalam, istrinya menghilang sudah lebih tiga minggu dan yang datang malah surat panggilan sidang. "Kamu dimana, Ren, pulang Sayang, aku rindu," batinnya menjerit, perih dan pilu sekali.    Bisa-bisanya Renata, meninggalkannya tanpa pesan, padahal dulu Renata sangat bucin kepadanya, tapi kenapa sekarang dia berubah? banyak pertanyaan dalam hati lelaki berparas tampan itu, yang tak mampu diutarakannya secara lisan.   Renata bukanlah cinta pertamany
Read more
Part 39. Mediasi tahap pertama.
Hari ini adalah hari dimana jadwal mediasi tahap pertama untuk Renata dan Doni dilaksanakan. Sebenarnya Renata tidak menginginkan itu, tapi Doni ngotot dengan alasan mereka baru mempunyai bayi. Sehingga sang Hakim pun mengabulkan keinginan Doni. Entahlah apa yang dipikirkan lelaki itu, bahkan saat istrinya hamil, dia bisa main belakang dengan perempuan lain, tapi ketika Renata memilih menyudahi hubungan mereka. Maka dia-lah yang seakan terdzolimi dengan alasan Renata tidak mempertemukannya dengan anaknya.   Wanita cantik berusia 25 tahun itu, sedang dalam masa kejayaannya, apapun yang diinginkannya bisa terwujud dengan mudah, meski tanpa keluarga, sikap-sikap Renata yang santun dan tenang, selalu disukai setiap orang, bahkan para pelangganya pun, Seakan berlomba-lomba untuk dekat dengan pemilik butik terbesar di kota itu. Para sosialita satu persatu mengajak Renata untuk bergabung dengan geng mereka. Namun Renata tetap pada pendiriannya, senang menyendiri dan ti
Read more
Part 40. Mediasi tahap pertama ke-2.
"Ren, Rena!" teriak Doni, memanggil nama istrinya dengan setengah berlari. "Tunggu!" teriaknya lagi. Renata menyeret langkahnya dengan tergesa-gesa, antara muak dan kesal menyatu dengan hasil mediasi kali ini. Betapa tidak, sidang yang seharusnya bisa selesai dalam waktu satu bulan, namun kini akan terlaksana berjilid-jilid Karena suaminya menolak bercerai.  "Renaaaa!" teriak Doni makin nyaring, sambil menarik tangan Renata, amarahnya mulai tersulut ketika melihat respon dingin dari istrinya. Renata pun agak oleng akibat tarikan tangan suaminya, dia sedikit limbung dan terhuyung. Renata menghentikan langkahnya, dan menatap tajam tepat dimanik mata suaminya. Tatapan mengancam membuat nyali Doni sedikit ciut, namun dia harus berani atau kalau tidak dia akan kehilangan Renata. "Mau apa lagi?" ucap Renata dengan dingin dan bergetar, sorot matanya memancarkan kebencian.&n
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status