Lahat ng Kabanata ng Suami Berkhianat, Aku Minggat (wanita pilihan): Kabanata 41 - Kabanata 50
108 Kabanata
Part 41. POV Doni dan Lia.
Pov Doni     Sungguh diluar dugaan, Renata akan melakukan hal seperti itu, karena yang aku tahu, dia sangat bucin dan cinta mati padaku. Sikap lemah lembut dan tenangnya membuat aku yang butuh tantangan jadi khilaf dan membuatnya terluka akibat kecurangan ini. Kukira jika memang suatu hari Renata tahu, aku hanya perlu minta maaf dan berjanji tidak mengulanginya lagi. Namun Renata berbeda, dia diam dan langsung ambil tindakan, bahkan saat aku belum tahu bagaimana wajah anakku, dia berani menggugat cerai diriku.   Renata lebih tega dan kejam padaku, betapa tidak! Aku ... suaminya sendiri tidak diperbolehkan menemui anak pertama kami. Istriku itu tidak pernah bisa ditebak, tapi aku tak akan melepaskannya begitu saja. "Kita lihat, Ren, siapa yang kalah."    Dunia terasa sempit, kepalaku mau pecah, Apalagi dengan Lia terus-terusan menghubungiku. Aku jadi ingat dengan apa yang diucapkan Bianca tempo hari, yan
Magbasa pa
Part 42. Isi hati Bianca.
    Ahmad dan Alvin sudah rapi dengan memakai baju Koko dan kain sarung model celana. Rombongan anak-anak pondok yang ikut untuk ziarah pun, sangat banyak. Satu bus pariwisata dan beberapa mobil pribadi milik para pengajar dan orang tua santri yang juga ikut berziarah.    Alvin melambaikan tangannya pada Lia, yang berdiri melepas kepergiannya, dari arah jendela bus yang ditumpanginya, wajah Alvin sangat bahagia, anak itu sangat suka dengan mobil-mobil besar, dan kali ini, dia berada disana bersama ayahnya.   "Dadah, Ibu, nanti aku beli oleh-oleh ya!" teriaknya dari jendela Bus.   "Hati-hati, Ya, Nak, jangan nakal!" teriak ibunya.   Bus pun melaju perlahan mengikuti beberapa mobil yang telah duluan keluar dari gerbang, lalu menghilang. Lia bergegas masuk ke rumahnya dan meraih ponselnya di atas nakas. Dia menekan nomor Doni beberapa kali, tapi tak ada jawaban. Akhirnya d
Magbasa pa
Part 43. Tragedi.
  Mobil pun melaju dengan cepat, suasana sore yang cukup lenggang di weekend kali ini. Perlahan tapi pasti mobil sedan warna hitam itu, semakin jauh melaju, tidak macet hanya sedikit merayap, apalagi ini sudah suasana menjelang Magrib.    Dua insan yang dimabuk asmara mereka lupa dengan dosa. Sifat suka menyalahkan orang lain yang dimilikinya, membuat keduanya mengukir luka pada keluarga. Tawa bahagianya saat ini adalah air mata duka untuk keluarga.   Suasana Puncak malam ini tidak sepadat biasanya.   "Kita mau makan dulu?" tanya Doni.   "Iya dong, saya lapar?" tegas Lia, sambil mengerling manja pada lelaki tampan di balik kemudi itu.   "Di warung sate atas sana aja ya!" ucap Doni. Sambil tetap melajukan mobilnya perlahan-lahan, karena jalan yang berkelok. Dan posisi warung sate ada di seberang mobilnya, membuat Doni harus membelokan mobilnya ke sebelah kanan, c
Magbasa pa
Part 44. Jasad terkubur, aib tetap melangit.
  Bianca malah menawarkan diri untuk memberikan salinan chat Doni dan Lia pada polisi, demi mengungkap perselingkuhan mereka. Ada rasa puas yang membuncah dihatinya, tangisan Renata selama ini dibayar tunai, sekaligus dengan terungkapnya hubungan mereka ke publik tanpa harus dia menghajar Doni terlebih dahulu, tapi hukum alam yang bekerja.    "Adakah keluarga pasien atas nama Lia Apriliani?" tanya seorang dokter, yang menghampiri mereka.    Hening tak ada yang menjawab. "Apakah ada keluarga dari pasien atas nama Lia," tanya dokter itu untuk kedua kalinya.    Ahmad tak berminat menjawab, dia hanya memeluk Alvin, wajahnya datar, tanpa ekspresi atau sejenisnya, pandangannya kosong ke arah lantai. Begitupun Sarah, yang merasakan lidahnya kelu meski hanya untuk mengaku sebagai keluarga korban.    "Dok, dimana anak saya?" seorang laki-laki tua tergopoh menghampiri kerumunan
Magbasa pa
Part 45. Aku pulang.
Dokter menerangkan bahwa keadaan Doni kritis, harapan hidupnya sangat tipis kecuali ada keajaiban tuhan. Tangis Bu Tuti semakin meraung-raung. Sesekali ia pingsan dalam dekapan suaminya. Sedangkan Renata tak sepatah kata pun terucap dari bibirnya. Dia diam seribu bahasa begitu banyak pertanyaan demi pertanyaan yang dia tanyakan kembali pada hatinya.      Walau bagaimanapun, Doni adalah masih suaminya, Doni juga adalah Ayah dari Annisa. Ada iba yang menelisik disudut hatinya. Suara dering ponsel membuyarkan segala yang ada dalam pikirannya. Nama Bik Sumi terpampang jelas saat Renata mengeluarkan ponsel itu dari tas tangannya.    "Assalamualaikum, iya, Bik," ucap Renata dengan lembut.    "Waalaikumsalam, Neng, Baby Annisa, tubuhnya panas semalaman, sudah bibik coba balurin bawang sama asem, tapi panasnya belum turun aja," terang Bik Sumi pada majikannya.    "Hah." Renat
Magbasa pa
Part 46. Wisesa family.
Claudia Rindiani Wisesa, putri bungsu dari seorang pengusaha terkenal Usman Wisesa, yang namanya selalu masuk di deret nama-nama pengusaha sukses.    Rindi panggilannya, gadis manja yang pintar. Tak heran sebagai anak bungsu dari keluarga konglomerat, mudah dijangkau apapun yang diinginkannya. Hidupnya penuh dengan gelimang harta, membuat Rindi tumbuh jadi sosok yang egois, apapun yang diinginkannya harus ia dapatkan.   Pak Usman Wisesa memiliki satu anak lelaki dan dua perempuan. Semua suda
Magbasa pa
47. Terlanjur muak.
Renata mematut penampilannya di cermin besar, yang terletak di walk in closet kamar pribadi miliknya. Dengan busana casual, celana jeans panjang dipadu dengan kemeja motif leopard keluaran brand ternama dipadu dengan flat shoes warna hitam senada dengan warna tas tangannya.    Wajah tirus serta body yang langsing membuat penampilannya tidak seperti telah punya anak. Tapi matanya sedikit ada lingkaran hitam karena hampir setiap malam baby Annisa begadang. Entahlah apa yang membuat bayi itu selalu terbangun ditengah malam. Bahkan sampai Renata membuat jadwal agar mereka bertiga gantian menjaga baby Annisa ketika malam hari.    Bayi berusia 2 bulan itu tumbuh dengan sehat dan menggemaskan, asupan nutrisi yang dimakan Renata membuat kualitas asinya mengalir deras. Membuat bayi itu tak pernah kekurangan air susu ibunya.    "Bik, saya mau keluar dulu ya, Asi sudah ada di freezer," terangnya, pada Bik Sumi, orang
Magbasa pa
48. Obsesi atau cinta?
Obsesi atau cinta.    Rindi bergelayut manja ditangan kakaknya. Banyak orang mengira bahwa mereka sepasang kekasih, karena perbedaan usianya hanya beberapa tahun saja. Ditambah postur tubuh Rindi juga yang hanya selisih sekitaran 15 cm dengan tinggi Bima, serta polesan make up yang membuat dirinya pantas menyandang pasangan dari Ceo perusahaan tersebut.    Cantik dan ganteng. Serasi sekali, ucapan itulah saat beberapa pasang mata melihat Bima dan Rindi berjalan bersama menuju lobi kantor. Banyak karyawan yang belum tahu siapa gadis itu. Bahkan sebagian besar justru tidak tahu hubungan Rindi dengan Bima sebagai apa.    "Kak, janji ya, cari informasi tentang Bara secepatnya! Kakak-kan banyak tuh Mafia-nya," ucap Rindi sambil menatap wajah tampan sang Kakak.    "Hmz, kamu pikir aku ini pengedar obat terlarang? Pake nyebut Mafia segala, orang ganteng mana mungkin main begituan!" tegas
Magbasa pa
Part 49. Obsesi Bara.
Bara merebahkan tubuhnya diatas sofa yang tersedia di kantornya. Hari ini badannya terasa letih, jadwal sidang minggu ini padat sekali, bahkan sangat padat membuat dirinya kewalahan. Pandangan menyapu bersih langit-langit kantornya, pikirannya menerawang kesegala sudut kehidupannya.    Ia merasa telah sukses menggapai semua cita-citanya, bahkan ia sukses menjamin kehidupan Ibu dan adiknya. Dirinya berhasil menjaga keluarganya. Mengantarkan adiknya juga jadi seorang sarjana hukum tahun depan.    Masalah keuangan bukan lagi hal yang sulit, secara kini bukan dia yang bekerja untuk uang, tapi uang yang mencarinya. Dengan memiliki kos-kosan itu, ia tak salah memilih membeli properti saat itu, adalah hal yang tepat baginya. Kini adik dan Ibunya sudah tak perlu khawatir kekurangan uang. Tanpa Bara memberi uang bulanan pun, hidup mereka sudah terjamin. Hanya saja dia masih ingin membelikan mobil untuk adiknya. Tapi Aisyah menolaknya dengan
Magbasa pa
Part 50. POV Doni.
Saat suara itu berlalu menjauh dari kamarku, aku pun tersadar kalau aku sedang berada di rumah sakit. Dengan infusan yang menggantung dan bau obat-obatan yang sangat menyengat di indra penciumanku.    Badanku yang ngilu, dan kepalaku yang pusing menarik memoriku kembali ke permukaan. Bahwa aku baru saja mengalami kecelakaan.   Beberapa saat kemudian aku bisa melihat ada seorang dokter yang didampingi oleh dua orang suster masuk ke dalam ruanganku.    Dokter tersebut tersenyum manis, sambil meletakkan stetoskop di atas dadaku.   "Alhamdulillah, Pak Doni sudah siuman. Apakah Bapak bisa mendengar dan melihat dengan normal?" tanyanya sambil tersenyum sopan.   Aku mengangguk dan mencoba menggerakkan tubuhku, tapi hanya sakit yang kurasakan, sepertinya tulang-tulangku dicabut paksa dari tempatnya.    "A—air ...." kataku dengan terbata-bata, menahan s
Magbasa pa
PREV
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status