Semua Bab Life Hates Me: Bab 41 - Bab 50
120 Bab
Bab 41
Ruangan yang tidak begitu luas dan familier bagiku. Aku berdiri di depan sebuah sofa. Aku tidak duduk di atas perabotan yang empuk itu karena sudah terisi oleh dua orang dewasa; ibunya Celestine dan wali kelasku.Di samping kiriku, berdiri seorang pria berkepala plontos yang tak lain adalah pak Yeremia, guru BK di sekolah ini. Dia berdiri dengan tegap sambil menyilangkan tangannya di dada. Kedua mata hitamnya memandang aku dan ibunya Celestine secara bergantian.Tak kusangka aku akan diseret ke ruang BK, bersama dengan ibunya Celestine. Kupikir guru IPA akan meminta ibunya Celestine untuk meninggalkan tempat ini dengan baik-baik, tetapi ternyata bu guru malah mengirim kami ke ruang BK untuk berbicara dengan pak Yeremia dan wali kelasku."Jadi, Ibu ke sini untuk memarahi Freya karena dia kemarin dia memukul Celestine pakai sapu?" tanya pak Yeremia setelah mendengar alasan ibunya Celestine datang ke sekolah dan mengacau proses belajar mengajar di kelasku."
Baca selengkapnya
Bab 42
Bel istirahat berdering, guru yang mengajar pun berhenti dan keluar dari kelas. Para murid berbondong-bondong pergi ke kantin untuk makan, sedangkan aku tetap tinggal di kelas dan memakan bekalku sendirian.Entah kapan terakhir kalinya aku bisa makan dengan tenang, yang jelas sebelum peristiwa saat lomba fashion show itu terjadi. Untung saja belakangan ini aku jarang mendapatkan tatapan sinis dari orang lain.Meskipun sudah jarang mendapatkan tatapan sinis dari orang lain, aku masih enggan untuk pergi ke tempat ramai seperti kantin. Berada di sana membuatku merasa sesak sehingga aku jadi kesulitan menelan makananku. Itulah sebabnya aku memilih untuk menyendiri di kelas.Bunyi derap langkah kaki tertangkap oleh telingaku. Aku pun tersadar dari lamunanku dan secara spontan menoleh ke arah sumber bunyi. Kulihat beberapa siswi baru saja memasuki ruangan ini sambil mengobrol dengan satu sama lain."Tadi nasi goreng kantin rasanya agak aneh tidak sih?""
Baca selengkapnya
Bab 43
Beberapa jam telah berlalu, akhirnya aku pulang ke rumah. Saat ini aku sedang berbaring di ranjang sambil menonton TV ... lebih tepatnya TV lah yang menontonku karena aku tidak memperhatikan siaran berita itu.Aku menarik sebuah senyuman bahagia. Hari ini, perasaanku terasa lebih baik karena tidak dirundung oleh Celestine dan anggota gengnya karena mereka lagi didiskors. Stephen yang kadang-kadang mengusiliku pun tidak mengusiliku lagi.Senyuman pada yang terpasang pada bibirku semakin melebar. 'Sepertinya dia takut kena diskors seperti gengnya Celestine, makanya dia berhenti menggangguku.'Namun, senyuman ini tidak bertahan lama. Perasaanku yang bahagia perlahan sirna saat aku mengingat pembicaraanku dengan beberapa orang dewasa lainnya di ruang BK. 'Benar juga, masa diskors mereka dikurangi jadi 3 hari.'Aku mengepalkan tanganku dan mengerutkan alisku. 'Itu artinya, mereka akan kembali turun sekolah mulai hari Jumat. Kemungkinan mereka akan merundungku
Baca selengkapnya
Bab 44
Beberapa hari telah berlalu, sepertinya keseharian sekolahku yang tenang akan segera berakhir karena Celestine dan anggota gengnya sudah kembali turun ke sekolah lagi. Aku memasuki kelas dengan langkah lesu.Saat memasuki ruangan ini, hal pertama yang kulakukan adalah mencari keberadaan kelima siswi yang baru selesai didiskors itu. Kutemukan sosok mereka yang dengan santai duduk-duduk di meja guru.Salah satu dari mereka menyadari kedatanganku. Dia pun memberi tahu yang lainnya kalau aku sudah datang. Kudapatkan lima pasang mata menatapku dengan sinis, diikuti oleh suara bisikan mereka yang mengatakan hal buruk tentangku.Aku memutuskan untuk mengabaikan mereka dan melangkahkan kakiku menuju tempat dudukku yang berada di paling belakang. Saat tiba di mejaku, aku mendapati sesuatu yang berbeda dari biasanya.Kukira permukaan mejaku akan penuh dengan coretan spidol dari geng Celestine, ternyata tidak. Permukaan mejaku tampak bersih mengilap, tanpa noda sedi
Baca selengkapnya
Bab 45
"Ih! Freya jorok! Bisa-bisanya kamu melempar tisu kotor itu ke arahku!" pekik Celestine setelah menghindari benda yang kulempar ke arahnya."Makanya jangan ganggu orang lain kalau tidak mau kena imbasnya sendiri," balasku dengan ketus."Selagi aku masih bisa bersabar, enyahlah dari hadapanku," lanjutku sambil memelototi Celestine dan anggota gengnya.Begitu kuancam begitu, keberanian mereka untuk mengusikku langsung menciut. Satu per satu dari kelima siswi itu bubar dari hadapanku, dimulai dari ketua geng tersebut; Celestine. Setelah mereka semua keluar dari ruangan ini, tinggallah aku seorang diri di dalam kelas.Kualihkan pandanganku dari pintu yang terbuka lebar di sisi kanan kelas. Aku melirik ke tisu bekas yang tergelatak di atas lantai. Kuputuskan untuk memungut tisu itu dan membuangnya ke dalam tempat sampah."Sepertinya aku harus bersikap keras pada mereka supaya mereka jadi segan padaku," gumamku sambil melangkahkan kakiku menuju tong samp
Baca selengkapnya
Bab 46
Aku membuka mataku dan kulihat tangan kanan Celestine yang memegangi tip-ex merahku ditahan oleh Victor. Sepertinya siswa yang tempat duduknya berada di depan mejaku baru saja sampai di tempat ini. Dia masih menenteng ransel hitamnya di punggungnya."Eh, Victor?" sapa Celestine yang salah tingkah karena tangannya dipegang oleh orang yang dia sukai.Victor menjauhkan tangan kanan Celestine dari kanvas lukisku lalu melepaskan tangannya. Dia mengalihkan pandangannya dari Celestine ke arahku, lalu mengalihkannya lagi ke lukisan yang berada di atas mejaku."Kamu serius lukisan ini untuk lomba? Padahal lukisannya jelek banget," tanya Celestine kepada siswa yang berdiri di samping kanannya."Iya, kalau tidak percaya, tanya saja pada bu Sinaga. Di samping itu, lukisan ini tidak jelek kok, hanya pewarnaannya saja yang kurang bagus," jawab Victor sambil memandang Celestine dengan wajah datar.Saat mendengar Victor mengatakan kalau lukisanku tidak jelek, aku
Baca selengkapnya
Bab 47
Terdengar bunyi sesuatu dipotong, diikuti oleh suara pekikanku yang menggema ke sepenjuru ruangan. Rambutku yang panjangnya sepunggung ini dipotong oleh Celestine. Kurang lebih 10 cm panjang rambut yang dia potong.Kupandang pilu sebagian rambutku yang terjatuh ke permukaan keramik putih di bawah. Rambut yang sudah kupanjangkan selama bertahun-tahun itu dengan mudah dipotong oleh Celestine. Rambut di sebelah kiriku tampak lebih panjang daripada yang di sebelah kanan."Hentikan ... aku akan menjauhi Victor jadi tolong hentikan ...," mohonku dengan suara parau. Suaraku serak dan tenggorokanku terasa sakit karena terlalu banyak berteriak.Mendengar permohonanku, Celestine pun menghentikan aksinya. Dia menjauhkan gunting di tangannya dari rambutku lalu melangkah mundur. Mata hitamnya memperhatikan penampilanku dari atas ke bawah. Sebuah senyuman puas pun tercipta pada bibirnya."Kupegang kata-katamu, tetapi kalau sampai aku lihat kamu mendekati Victor lagi, s
Baca selengkapnya
Bab 48
Keesokan harinya, aku turun sekolah sambil membawa payung karena hari ini hujan deras. Kakak berjalan bersebelahan denganku karena kami hanya memiliki satu payung. Kupikir dia tidak bakal mau berjalan beriringan denganku karena selama ini dia selalu menghindariku saat di sekolah.Pemberhentian pertama kami adalah gedung SMA. Kakak melangkah cepat memasuki bangunan tempat murid SMA belajar. Aku pun melangkahkan kakiku menuju gedung SMP yang berada di seberang tempat ini.Begitu memasuki gedung SMP, aku mengibaskan payungku untuk menyingkirkan air yang menempelinya. Setelah itu, aku menutup payung ini lalu melangkah menaiki tangga menuju lantai 2, dimana ruangan kelasku berada.Kulewati ruang guru dan ruang BK sambil melirik ke dalam dua ruangan itu. Ruang guru sudah berisikan oleh beberapa orang dewasa berseragam batik; di dalam ruang BK pun sudah ada pak Yeremia. Sebagian besar para pendidik itu sudah sampai di sekolah walaupun hujan deras begini.Sampail
Baca selengkapnya
Bab 49
Sejak kejadian tadi pagi, Celestine dan anggota gengnya tidak mengusikku lagi. Kelima siswi itu kapok karena tertangkap basah oleh pak Yeremia. Ancaman akan mengeluarkan mereka dari sekolah pun sukses membuat siswi-siswi itu jera.Aku memandang kosong papan tulis yang penuh dengan angka dan rumus. Padahal tidak sampai 5 detik aku melamun, tahu-tahu materi yang dijelaskan oleh guru sudah jauh dan tidak kumengerti lagi."Freya," panggil suara yang terdengar berat khas lelaki dewasa.Aku tersentak kaget dan menyahut, "Ya, Pak?"Aku menatap pria bertubuh pendek dan berkulit sawo matang yang berdiri di depan papan tulis. Pak Mulyadi, guru Matematika yang sekarang sedang mengajari kelas kami melemparkan sebuah tatapan tajam ke arahku.Aku menelan ludahku yang kesat. 'Oh, sial ... jangan-jangan Bapak melihatku lagi melamun? Tajam banget dah tuh mata.'"Berapa hasil dari ini?" tanyanya sambil menunjukkan spidol di tangannya ke salah satu rumus dari
Baca selengkapnya
Bab 50
Aku menajamkan pendengaranku dan mendengar pak Yeremia membalas sogokan dari orang tua murid itu. "Maaf, Bu. Saya tidak bisa menerimanya."Aku menghela napas lega saat mendengar pak Yeremia menolak sogokan itu. Sudah kuduga pak Yeremia akan menolaknya, dia 'kan orangnya menjunjung kejujuran dan keadilan. Mau disogok berapa pun, pak Yeremia pasti tidak akan menerimanya.Kudengar orang tua murid yang tadi mencoba menyogok pak Yeremia berkata, "Kalau 6 juta, bagaimana menurut Bapak?"Aku kembali gelisah saat mendengar wanita itu masih belum menyerah untuk menyogok sang guru BK, bahkan dia menawarkan jumlah uang yang lebih tinggi daripada sebelumnya. 'Jangan-jangan ibu itu akan terus menaikkan tawarannya sampai diterima oleh pak Yere?'"Sekali lagi saya akan menolaknya," balas pak Yeremia setelah hening sesaat.Helaan napas lega keluar lagi dari mulutku. Meskipun begitu, kegelisahan di dalam hatiku masih belum menghilang. Aku takut pak Yeremia akan men
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
12
DMCA.com Protection Status