All Chapters of Karma pahit seorang pelakor: Chapter 51 - Chapter 60
117 Chapters
Cemburu
Aroma masakan ini sudah begitu lama tidak tercium didapur ini, ada rasa rindu juga haru yang menyesap didada setiap anggota keluarga, kecuali sepotong hati yang telah tertutup oleh benci dan juga luka.Semua wajah menyiratkan kebahagiaan, kecuali satu wajah yang sejak datangnya Menik kembali kerumah ini selalu dilanda kegelisahan.Tukiman segera bersiap dengan kepala yang dipenuhi dengan berbagai angan-angan.Masih kuat diingatan Tukiman, dulu setiap pagi, ketika dia sudah selesai bersiap untuk berangkat bekerja. Tukiman akan segera bergegas menuju dapur untuk memperhatikan istri tercintanya menyiapkan sarapan untuk mereka, lalu sesekali dia akan menggoda dengan merayu istrinya.Tertawa dan bercanda membicarakan hal-hal ringan sambil menunggu masakan itu selesai disiapkan.Tak jarang dulu Tukiman menggoda Menik yang tengah sibuk dengan masakanya dengan memeluk dan mencium tubuh yang selalu harum setiap waktu itu dengan gemas. Lalu Menik akan terlihat marah, namun dengan pipi memera
Read more
Hasutan Sumini
Sumini berjalan begitu saja melewati Menik yang sedang bersantai menikmati secangkir teh dengan sepiring roti bakar selai strawberry, yang harumnya menggoda Sumini untuk mencicipi, namun dia tekan demi menutupi gengsi.Sumini benci mengakui, dengan pakaian berpotongan sederhana itu Menik masih terlihat sangat cantik, meski tanpa polesan makeup."Mau kemana?""Bukan urusanmu, terserah aku mau kemana pun sesuka hatiku""Ya jelas menjadi urusan ku dong, ini rumah ku, dan aku berhak tau siapapun yang keluar masuk rumahku. Kalau kamu tidak suka dengan peraturan yang ku buat, silahkan angkat kaki sekatang juga!""Jadi kamu mau mengusirku? Apa kamu lupa kalau aku juga istri dari Tukiman?""Kamu memang istrinya, aku tidak akan pernah lupa itu, tapi kamu juga harus ingat, bahwa aku yang memiliki rumah ini seutuhnya! Dan kamu itu hanya tamu, aku bisa kapan saja mengusirmu dari sini!"Sumini sangat kesal, bagaimana mungkin Menik yang dulu begitu polos sehingga bisa dengan mudah dia tipu dan perd
Read more
Iri dengki
Sumini tersenyum puas ketika menguping pembicaraan antara Menik dan Tukiman. Reaksi Tukiman lebih dari yang dia bayangkan.10tahun bersama Tukiman, membuat dia hafal betul seperti apa sifat suaminya itu."Ngapain senyum-senyum disitu?"Baru saja Sumini akan beranjak dari tempatnya bersembunyi, namun sudah ketahuan Menik duluan."Kenapa sih usil banget ngurusin urusanku?""Yang usil situ, ngurusin urusan orang! Barusan nguping kan?""Oh, siapa juga yang nguping"Jawab Sumini sambil ngeloyor pergi."Heh mau kemana?""Tidur!" Jawab Sumini dengan ketus."Enak sekali ya hidupmu, udah numpang ngak tahu diri, bersihkan meja makan! Kalau sudah selesai, bersihkan rumah ini beserta halamanya!""Apa?""Telinga kamu sudah ngak berfungsi?""Kamu nggak bisa nyuruh aku seenaknya seperti itu, lagian aku juga anggota keluarga ini!""Sama seperti kamu yang nyuruh anak ku seenaknya selama 10tahun ini, padahal dia calon pewaris rumah ini!""Ohhh rupanya anak itu ngadu""Apa salahnya ngadu sama ibu sen
Read more
Pamit
Rudi membereskan barang-barangnya dibantu oleh Wijaya. Sudah tuga hari dia menginap didesa tempat asal Menik. Tempatnya yang begitu asri dan udaranya yang masih bersih, membuat dia betah berada didesa ini berlama-lama. Atau alasan yang sebenarnya karena dia berat meninggalkan Menik sendiri, walaupun dia tahu Menik sudah berada ditemoat yang aman, namun entah mengapa hatinya masih seja merasa kawatir. Sebenarnya Rudi merasa tak pantas untuk menginap terlalu lama disini, karena tujuan kesini adalah untuk mengantar Menik kembali bersama keluarganya.Bukankah dia sudah berjanji akan melakukan apapun demi melihat Menik kembali bahagia, apapun akan dia lakukan untuk membantu Menik merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya. Apapun akan dia lakukan untuk Menik, wanita yang begitu setia, meskipun sudah disakiti berkali-kali. Wanita yang tidak pernah mau membuka hati untuknya, selama statusnya masih istri orang."Sudah selesai om?"Wijaya, menyadarkannya dari lamunan tentang keind
Read more
Kecewa
(disarankan membaca part ini sambil mendengarka lagunya tata Janeta "sang penggoda)"Dek!""Iya mas?" Tukiman menghampiri Menik yang sedang mengeringkan rambut dengan handuk dihalaman belakang, didepan sebuah kolam ikan yang beberapa hari yang lalu dibuat sesuai permintaan Menik.Istrinya itu sudah banyak berubah kini, terlihat begitu cantik dan matang. Lelaki mana yang tak tergoda melihat istrinya kini yang nyaris sempurna sebagai wanita dewasa."Maafkan aku ya dek""Untuk apa mas?" Menik menghentikan kegiatannya dan memperhatikan Tukiman. Ada apa dengan suaminya itu? Beberapa hari setelah kepulangan ya, dia selalu Jo sinis. Kenapa tiba-tiba dia berubah jadi sok manis?"Maaf jika sikapku kurang baik belakangan ini, sungguh semua itu karena besarnya rasa takut akan kembali kehilanganmu. Terus terang aku cemburu dengan Rudi. Aku takut dia akan merebut mu dariku, aku sadar diri jika dia jauh lebih baik dariku dari segi apapun.""Jika aku mau mas, mungkin sudah dari dulu aku menghianati
Read more
Berubah
Tukiman terdiam merenungi ucapan Menik barusan, kenapa Menik begitu marah? Salahkah jika dia bersikap baik terhadap Sumini? Lalu apa bedanya dengan yang dia lakukan dengan Rudi?Bukankah itu justru lebih hina? Dia terlalu dekat dengan seorang pria yang statusnya buka siapa-siapa, sedangkan Sumini adalah sah istrinya. Lagi pula sudah sepuluh tahun ini Sumini setia melayaninya dengan baik.Lalu kenapa Menik meributkan tentang Sumini yang mengajari Astutik melakukan pekerjaan rumah? Bukankah sudah kodratnya seorang wanita bisa mengerjakan seluruh pekerjaan rumah? Toh slama ini hidupnya baik-baik saja meski jauh dari ibunya. Lalu apa yang salah?Bahkan kini Menik seolah melempar kesalahannya kepada dirinya. Menik menuduh dirinya berubah, padahal Menik lah yang sebenarnya berubah. Menik yang dia kenal adalah seorang perempuan yang baik, lembut juga sabar. Itu yang dulu membuat dia begitu mencintainya, namun kini? Ucapan dan perilakunya sangat kasar. Bahkan barusan dia juga berani membenta
Read more
Pergi
"Buuuu.... Ibuuuu....""Astutik! Kenapa pulang-pulang teriak-teriak? Kayak nggak punya aturan saja! Ini rumah, bukan hutan!""Iya Bu maaf, lihat ini buuu, Tutik lulus bu!" "Alhamdulilah, anak ibu. Selamat ya nakk" ujar Menik yang terharu melihat nilai Astutik yang hampir mencapai nilai sempurna. Dipeluknya anak gadis tersebut. "Setelah ini apa rencanamu sayank?"Tanya Menik dengan penuh kasih sayang sambil membelai rambut anaknya."Aku ingin menjadi seorang dokter yang hebat Bu""Mulia sekali nak cita-cita mu, ibu akan dukung apapun itu selagi positif.""Tapi Buu, bagaimana dengan bapak?" Mengingat bapaknya, Astutik menjadi murung seketika, bagaimana pun bapaknya selama ini sangat menentang keinginan ibunya untuk membawa Astutik kekota untuk melanjutkan pendidikannya."Tenang saja nduk, itu urusan ibu. Yang terpenting sekarang, siapkan dirimu baik-baik. Belajarlah dengan sungguh-sungguh, karena masuk sekolah dokter itu tidak mudah!""Apakah bapak mengijinkan Bu?""Harus! Anak ibu h
Read more
Awal perjalanan
Astutik begitu terkagum melihat keramaian kota yang tak pernah dia temui didesanya. Selama ini Astutik tidak pernah keluar jauh dari desanya.Sama seperti ibunya, Astutik adalah seorang gadis yang pendiam dan pemalu.Astutik begitu menikmati perjalanan ini, seakan dia lupa dengan beban yang dia tinggalkan dirumah karena ketidak setujuan bapaknya."Bu, apakah ini masih jauh?""Apakah kamu sudah lelah sayang?"Dielusnya rambut anaknya dengan lembut, rambut yang hitam legam itu terurai, menambah pesona anaknya yang kini telah beranjak remaja."Tidak bu, justru Tutik sangat menikmati perjalanan ini, ternyata kota seperti ini ya Bu. Banyak kendaraan, banyak orang berjualan, banyak rumah-rumah yang menjulang tinggi. Pantas saja dulu ibu kerasan disini"Astutik berucap dengan sangat ringan, sehingga tanpa dia sadari menggores hati sang ibu."Ibu tidak pernah menikmati keberadaan ibu disini nduk, disini adalah tempat ibu berjuang dengan keras, bermandikan peluh dan air mata. Disini tempat
Read more
Penyesalan tak berujung
Tukiman menatap kamar yang biasa digunakan istri dan anak perempuannya dengan nanar. Serasa ada yang tercabut dari dadanya, rasanya begitu sakit.Tukiman menyadari kesalahannya, dia terlalu egois. Sungguh dia tak bermaksud menyakiti hati dua orang yang paling berharga dalam hidupnya tersebut. Tukiman hanya tak ingin berpisah dari mereka, terlebih dikota dimana saat ini mereka berada, ada seseorang yang sangat dia cemburui.Sungguh semua ini dia lakukan karena besarnya rasa cinta kepada keduanya.Dia menyesal telah bersikap kasar kepada Menik, sehingga melukai hatinya.Sungguh melihat Menik terluka karena sikap dan ucapnya, Tukiman pun juga merasakan sakit yang sama. Itu semua dia lakukan untuk menutupi ketidak percayaan dirinya menghadapi Menik yang kini semakin bersinar terang dan bisa berdiri tegap, seakan tak lagi membutuhkannya. Harga dirinya sebagai seorang laki-laki terasa tercabik habis.Kini setelah keduanya pergi, rasa takut akan kehilangan itu semakin menjelma menjadi nyata.
Read more
Iklas
Hari masih begitu pagi ketika Tukiman membangunkan Wijaya. Hatinya semakin gusar memikirkan penyesalannya. Dia tidak ingin terlambat, masih ada waktu untuk memperbaiki semua ini."Wijaya, bangun Nak!""Bapak, ada apa sih pak? Masih pagi ini!"Wijaya kembali menarik selimut untuk menghangatkan tubuhnya. Udara didesa memang masih dingin dan segar, apalagi dipai hari seperti ini."Bangun, ayo segera siap-siap!"Wijaya melirik bapaknya, bingung dengan apa yang dimaksud bersiap."Bersiap untuk apa pak? Memangnya kita mau kemana?""Kita susul ibu dan adikmu! Makanya kamu segera bangun, bawa keperluanku seperlunya saja!"Wijaya langsung bangun seketika mendengar bapaknya yang ingin menyusul ibu dan adiknya kekota."Sudahlah pak, Jaya mohon, jangan halangi Astutik untuk meraih cita-cita nya, jangan halangi juga kebahagiaan ibu. Kasian pak ibu, bahkan jaya sering elihat ibu yang diam-diam menangis."Bukan nak, bapak justru mau minta maaf kepada mereka, bapak akan merestui adikmu. Bapak akan
Read more
PREV
1
...
45678
...
12
DMCA.com Protection Status