All Chapters of BALASAN UNTUK SUAMIKU: Chapter 21 - Chapter 30
95 Chapters
Bram Araskha
****"Bram, cepat masuk! Sebentar lagi pelajaran akan segera di mulai," seru gadis cantik berambut lurus pada anak lelaki berkaca mata yang usianya tak jauh beda dengannya."Kamu saja yang masuk!" balas anak lelaki itu. Ia membalikkan badannya, lalu berjalan menjauh dari gedung sekolah dengan wajah murung dan tertunduk."Loh, Bram. Kamu mau kemana?""Pulang.""Kenapa?""Apa kamu tak lihat bajuku kotor begini?"Ya, Anak lelaki berkacamata itu namanya, Brama Araskha. Sering di panggil Bram. Namun, anak-anak yang hobinya membully akan memanggilnya dengan sebutan si Cupu!"Justru dengan baju yang kotor begini, kamu akan mudah mengadukan perbuatan mereka , Bram. Ayo ikut aku!" ajak sang gadis sambil menarik tangan Bram dengan kasar."Ta-tapi ....""Sudah, ayo!""Mereka akan semakin marah jika aku mengadukannya.""Aku tidak peduli," tukas gadis itu, kukuh pada pendiriannya
Read more
Mariah Minggat
****Sebelum memulai aktivitasnya, Dinda akan meminta Mbak Sri membuatkan secangkir kopi untuk di nikmati pagi-pagi. Dengan secangkir kopi itu, rasa bosan akan menguap seketika dengan sendirinya."Bunda, Kapan jalan-jalan?" tanya bocah berusia lima tahun itu.Adam hanya melirik sekilas, lalu kembali fokus pada roti coklat di tangannya."Em, kapan, ya?" Dinda tampak berpikir sejenak, "Besok bunda mau nganter Mas Adam,  Adek mau ikut?""Mau, Bun. Hore!" teriak Alif, membuat Adam tersenyum melihat tingkah adiknya.Hari ini Dinda meminta Pak Dahlan untuk menjemput Umi Aisyah dan Abi Ahmad untuk berkumpul di rumahnya, acara makan-makan menjadi pilihannya saat ia belum bisa mengajak anak-anak dan keluarga jalan-jalan.Dinda juga mengabari Helmi, tentang keinginan Adam untuk kembali ke pesantren besok pagi, namun jawaban yang ia dapat hanya sibuk dan sibuk.'Mungkin, membahagiakan p*lakor itu lebih penti
Read more
Tak Tahu Diri
****"Kalau Mas sakit segera kabari Bunda!" tegas Dinda sambil mengusap rambut anaknya."Iya, Bun. Kan, sekarang Adam cuma punya Bunda."Degh.Dinda seketika gelisah mendengar jawaban anak pertamanya, ia tak ingin traumanya Adam membuat ia harus membenci ayahnya. Walau bagaimanapun baik buruknya orang tua, ia tetap harus di hormati."Sayang, nggak baik bicara begitu. Adam masih punya Ayah, hanya saja saat ini dia sedang sibuk. Maafkan Ayah, ya, Nak!" ucap Dinda pelan.  Dinda merasa dadanya sesak saat mengucapkan kalimat itu.Adam mengangguk.Tak ingin membuat suasana hati Adam memburuk, Dinda segera pamit. Sebelumnya, Dinda menjelaskan secara garis besarnya saja pada Bu Nuri, agar ia  bisa menjaga dan memaklumi perubahan sikap Adam.Dinda sedih? Sudah pasti. Mengingat Adam adalah jiwa yang paling terluka atas perceraian ini. Adam sudah mengerti artinya perpisahan, bahkan dia sempat mendapat perlakuan k
Read more
Hamil
****(Pov Helmi)Aku terus menyeret  tangan istriku dengan kuat. Emosi yang memenuhi jiwaku, membuatku terasa sesak, hingga terasa sulit untuk bernapas. Bahkan, aku tak bisa berpikir dengan baik.Dinda yang terus memancing emosiku, dan Mariah yang terus menguji kesabaranku. Kenapa Tuhan menciptakan perempuan seribet itu?Brukk.Tubuh mariah ambruk ke tanah. Entah bagaimana Mariah bisa terjatuh? Padahal, tangannya kucengkram sangat kuat.Beberapa detik kemudian, tubuh Mariah tak ada pergerakan sama sekali. Ya, tentu saja aku panik.Aku berjongkok, memastikan keadaannya. Kugoyang-goyangkan tubuh mungilnya, tapi tetap saja tak ada respon darinya."Mar, bangun! Kamu kenapa?" ucapku setengah berteriak karena panik sambil terus menggoyang-goyangkan tubuhnya.Aku melihat Dinda yang berdiri di ambang pintu memperhatikan kami, namun tak lama kemudian dia menutup
Read more
Sebait Rasa Sesal
****Dinda dan Galuh akhir-akhir ini hubungannya lebih akrab. Mereka sering berkirim kabar, menanyakan kabar anak-anak atau sekedar tukar cerita.Galuh sering mengeluh tentang sikap mamanya yang keterlaluan, terlebih ketika Mariah dikabarkan tengah mengandung.Dinda yang mendengar kabar itu, hatinya sedikit mencelus. Bukan karena ia masih mencintai Helmi tapi ia masih merasa tak percaya rumah tangga yang ia kira sudah kokoh karena terbangun lima belas tahun lamanya, akhirnya roboh tak bersisa."Apa Ibu baik-baik saja?" tanya Luna, ketika ia hendak memberikan laporan pakaian mana saja yang terlaris dalam minggu ini."Ya, saya baik-baik saja, Lun.""Tapi wajah Ibu terlihat pucat hari ini." "Nggak pa-pa, mungkin saya hanya perlu secangkir kopi agar lebih bersemangat.""Akan saya buatkan untuk Ibu, Ibu duduk saja!" Itu adalah alasan, kenapa Dinda
Read more
Demi anak-anak
****"Mbak Hana, saya minta persis model yang waktu itu kenapa datangnya model begini? Ini, mah barang pasaran, mana bahannya tipis begini!" protes Ibu muda. dia adalah salah satu langganan tetap toko Helmi, dari setahun yang lalu."Maaf, barang yang itu sudah nggak produksi lagi, Bu. Model gamis ini malah yang terbaru," jelas Hana."Terbaru sih terbaru, tapi biasanya toko ini modelnya bagus-bagus jarang ada yang sama dengan pedagang lain, ini mah ya ampun di setiap toko ada, loh, Mbak!""Bilang dong, sama Bos Helmi kalau model baju-bajunya seperti ini pelanggan pada lari, Mbak!" lanjutnya lagi."Iya, Bu."Bukan hanya sekali dua kali, sudah banyak komplenan dari para costumer karena baju-baju yang di sediakan di toko ini berbeda dari sebelumnya.Tentu saja Hana tahu, semua itu karena Helmi sudah memutuskan untuk tidak bekerja sama lagi dengan Bu Dinda, mant
Read more
Meminta Maaf
****"Bun, Alif bosan di rumah, Alif ingin ikut Bunda saja," rengek Alif sambil memeluk kaki bundanya yang sedang sibuk memilih baju yang akan ia kenakan hari ini.Dinda mensejajarkan tubuhnya dengan Alif, ia menatap dalam manik coklat milik anak keduanya."Hm, nanti Alif bosan juga di toko, gimana?""Alif nggak akan bosan kalau sama Bunda," rengeknya manja menggemaskan."Oke, Alif boleh ikut. Ayo ganti bajumu, sama Mbak Sri, ya!" titah Dinda, yang di tanggapi dengan anggukan kecil dari sang buah hati.Setelah siap Dinda mengajak anaknya ke toko mainan terlebih dahulu, berharap agar Alif tak merasa bosan jika ada mainan baru."Mau ini, Bun!" pinta Alif sambil menunjuk sebuah mobil-mobilan yang bentuknya kecil. "Boleh, yang mana lagi?" tanya Dinda."Ini saja. Mas Adam Bilang, kalau beli mainan satu aja jangan banyak-banyak!" celoteh Alif, membuat Di
Read more
Bermain Peran
****Aura wajah Helmi berubah cerah, setelah bertemu dengan Dinda. Tentu saja itu membuat Mariah sangat penasaran."Bagaimana, Mas?""Berhasil."Helmi menghambur memeluk istrinya. Saking senangnya karena Dinda bersedia untuk membantunya lagi. Syarat yang diajukan Dinda pun tak sulit-sulit amat, ia hanya harus sesekali menyisihkan waktu untuk Adam dan Alif. Mudah bukan?"Tumben sekali Mbak Dinda cepat luluh sama kamu, jangan-jangan kamu ada main lagi sama dia, ya!" tuding Mariah sambil cemberut."Apaan, sih, kamu, Mar?" "Ya, aneh aja, biasanya Mbak Dinda batu 'kan?""Hust, tapi semuanya tak gratis, aku perlu peran kamu sebagai Ibu sambung yang baik. Bagaimana?" "Hah, maksud kamu gimana, Mas?" tanya Mariah."Dinda mau memasok barang lagi asal aku harus bersedia menyisihkan waktu untuk anak-anakku. Kamu tak keberatan 'kan Mar?"
Read more
Bukan Anak Kandung
 ****Helmi merasa sangat kesal dengan ulah Mariah belakangan ini, yang ia lakukan benar-benar di luar logika Helmi.'Apa dia tak pernah memikirkan jungkir baliknya aku untuk meraih kesuksesan seperti dulu? Apa dia tak pernah memikirkan setiap malam aku tak bisa nyenyak tidur karena hutangku pada Mas Bram yang menggunung?' gerutu Helmi dalam hati."Mas, aduh perutku sakit banget. Pinggirin dulu, dong, mobilnya!" pinta Mariah, sambil memegangi perutnya.Helmi menurut saja, ia langsung meminggirkan mobilnya dan berhenti tepat di depan SPBU. Mariah langsung turun dan berlari kecil ke arah toilet umum.Sekembalinya Mariah dari toilet."Ini, tuh gara-gara Mbak Dinda. Lihat, dia ingin membuatku sakit dan dehidrasi. Pasti dia ingin membuatku keguguran juga!" corocos Mariah tanpa jeda."Mas, kamu diam aja, sih?" protes Mariah."Terus aku harus apa? Kamu sendiri
Read more
Terungkap
****"Din, aku bukan anak Mama. Pantas saja selama ini Mama menginginkan cucu perempuan dari Helmi, huhuhu," ucap Galuh, di sela tangisannya yang mulai mereda."Loh, bagaimana bisa?" tanya Dinda penasaran.___________________Pagi itu Galuh datang ke rumah Wulan dengan perasaan kesal. Pasalnya, Wulan menghubunginya pagi-pagi buta, dan memaksanya untuk datang ke rumahnya tepat pukul 05:00 pagi."Mama ini, apa Helmi belum sanggup bayar orang untuk beres-beres rumah?" Galuh menggerutu."Galuh kan kasih Mama tiap bulan itu lumayan besar, apa tak cukup untuk membayar ART?" lanjut Galuh."Udah ada, cuma masakannya nggak seenak kamu!" sahut Wulan acuh."Lah, Mama 'kan bisa ajarkan, bagaimana cara membuat masakan yang Mama sukai!" "Sudahlah, kamu nggak perlu banyak omong. Kamu itu udah Mama besarkan, apa salahnya kamu berbakti sama Mama
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status