Semua Bab Kuhidupi Suamiku Dan Keluarganya: Bab 21 - Bab 30
48 Bab
Dua Puluh Satu
"Bawahan Bapak menyuruh saya mengambil minum. Memangnya saya OG? Saya datang ke sini untuk magang," ucap Rena dengan senyum kemenangan.Berani sekali dia bicara seperti itu. Gadis pemalas itu benar-benar tidak tahu diri. Dia pikir Pak Erlan akan membelanya? Lihat saja apa yang akan bosku katakan."Kalau kamu masih mau magang di sini, ikuti peraturan kami. Kalau tidak, silakan angkat kaki."Si pria kulkas. Itu julukan pantas untuk Pak Erlan. Lihat saja, berbicara tanpa ekspresi. Baru tahu, kan, kamu, Ren? "Iya," ucap Rena takut.Pak Erlan berlalu begitu saja. Sekarang wajah gadis pembangkang itu memerah. Entah, apa yang kini digumamkan dalam hati. Aku tidak peduli, yang jelas aku berhasil membuatnya tidak berkutik."Sudah sana, tunggu apa lagi?"Rena mengentakkan kaki, lalu berbalik badan meninggalkan aku. Begitu puas aku membuat anak itu kesal. Pastilah dia akan mengadu pada ibunya dan setelah itu akan terjadi perang dunia.
Baca selengkapnya
Dua Puluh Dua
"Budhe jangan buat keributan di sini," ucap Mas Reno."Ibu kamu yang buat Budhe naik pitam. Dia bilang kehamilan Widya itu bohong, enak saja kalau bicara." Budhe tak mau kalah bicara. "Bener itu, Bu?" tanya Reno pada ibunya."Widyanya aja yang baper. Kalau benar juga salah ibu bilang gitu?""Wid, bawa saja Budhe kamu pulang. Nanti makin panjang urusannya," ujar Mas Reno."Enak saja. Budhe mau selesaikan dulu, biar dia tidak menghina kamu terus. Sudah mau cerai sama anaknya, masih saja mencari-cari kesalahan Widya. Situ waras?""Enak saja mengatai aku gila!""Siapa yang bilang gitu? Kalau waras, mana ada orang tua yang bangga anaknya pisah dan membujuk menikahi janda?"Budhe semakin kalap, segera aku menarik Budhe untuk pulang. Kami sudah menjadi tontonan warga. Mau taruh di mana mukaku ini. Budhe masih saja kekeh bertahan. Sampai akhirnya pengurus RT sekitar datang. Pak Ramli ketua RT menggelengkan kepala mel
Baca selengkapnya
Dua Puluh Tiga
Sebulan sudah aku menempati rumah kontrakan baru ini. Semenjak pertengkaran Budhe dan ibu, aku cepat mengambil keputusan untuk segera pindah rumah. Rumah peninggalan orang tuaku sengaja aku kontrakan. Sekarang semua tinggal kenangan. Surat gugatan cerai pun sepertinya sudah sampai ke Mas Reno. Tinggal menunggu panggilan saja. Untuk beberapa waktu, Budhe memilih pulang ke kampung. Menurutnya, urusanku sudah selesai. Aku pun sudah tak berdekatan lagi dengan rumah mantan mertua. Itu sudah aman menurut Budhe Sri..Gosip beredar sangat santer di kalangan tetangga rumah dulu. Mas Reno sudah menikah dengan Ningrum. Padahal perceraianku belum selesai. Biarkan saja, itu keinginan mereka."Mikirin apa?" tanya Nina. "Pikir kenapa bodoh banget aku dulu. Mau aja selama lima tahun jadi sapi perah."Nina tertawa lebar. "Baru sadar. Ke mana aja? Kebanyakan bucin si.""Yang penting sekarang sudah sadar."Aku dan Nina bergegas
Baca selengkapnya
Dua Puluh Empat
Apa aku tidak salah dengar? Parasit ini meminta kembali padanya? Hah ... hanya wanita bodoh yang mau jatuh ke lubang yang sama. Bukan karena Pak Erlan, tapi memang murni keinginanku.Dengan percaya diri meminta aku kembali padanya, apa dia sehat? Lalu, Mas Reno berpoligami? Satu istri saja dia tidak bisa adil, ini malah dua. Ih, amit-amit deh. Tidak habis pikir dengan jalan pikiran manusia satu ini. "Dek, kamu mau, kan, kalau kita bersama lagi?""Aku tidak bisa kembali padamu, Mas. Kalau pun aku mau, banyak syarat yang akan aku ajukan. Contohnya, semua gaji kamu, berikan padaku. Anggaran untuk Ibu, aku yang mengatur. Untuk Rena, tidak ada uang foya-foya. Bekerja kalau mau, atau menikah saja dengan orang kaya."Mas Reno bergeming. Aku tahu dia tidak akan mau melakukan apa yang aku pinta. Tetap saja seperti Reno yang berada di bawah ketiak ibu."Ajukan syarat yang lain, Dek. Jangan seperti ini.""Sudahlah, Mas. Silakan pulang.""D
Baca selengkapnya
Dua Puluh Lima
Setelah bertemu orang yang mengontrak rumah, aku merasa lega karena sudah mengurus masalah kebocoran rumah. Jangan sampai aku datang ke sini lagi, deh. Bukan hanya karena ibu saja. Namun banyak orang di sekeliling sini yang sangat ingin tahu kehidupanku.Seperti ibu Ayu tadi, kalau saja dia tidak memanggil mantan mertuaku, kejadian tidak akan terjadi. Rasanya ingin cepat selesai urusan perceraian kami.“Widya!”Suara itu mengingatkan aku pada beberapa bulan lalu. Saat masih menjadi istri Mas Reno.Akan tetapi, kenapa suara itu nyaring terdengar sangat dekat? Apa ini halusinasi? Ah, ternyata ini nyata saat melihat mantan ibu mertua berada di halaman rumah.Orang yang mengontrak rumah sampai kaget mendengar suara nyaring ibunya Reno.“Duh, Bu. Biar saya yang ke luar, ibu di sini saja.”“Iya, Neng.”Gegas aku menghampiri mantan mertuaku agar dia tidak semakin menjadi. Takut membuat t
Baca selengkapnya
Dua Puluh Enam
Pov Reno Sial sekali aku, kenapa Widya kekeh mau berpisah? Apa karena bosnya itu, dia tidak mau kembali padaku? Dengan cara apalagi membujuknya?Sore ini tidak biasanya ibu datang dan memarahiku. Topik yang dibahas adalah Widya. Kapan dia bertemu mantan istriku sampai dia emosi."Benar kamu minta rujuk sama Widya?" tanya ibu dengan emosi."Tahu dari mana ibu?""Ditanya malah balik bertanya. Jawab aja, benar apa nggak?"Mau jawab apa kalau ibu sudah emosi. Lebih baik aku berkelit saja, dari pada runyam. Sial sekali hidupku."Nggak mungkinlah. Besok Reno mau datang ke sidang perceraian," elakku.Ibu berhenti mengomel, tapi dia bergeming. Mungkin dia berpikir apa yang aku ucapkan benar apa tidak. Mumet urusannya."Awas, ya, kalau kamu sampai rujuk sama dia.""Iya."Untung saja ibu percaya. Melihat Widya dengan bosnya hati ini terasa panas. Sepenuhnya aku belum merelakan dia. Kenapa Widya dan ibu
Baca selengkapnya
Dua Puluh Tujuh
Jadwal persidangan pukul 15.00. Masih bisa kusempatkan bekerja, dari pada izin terus malah tidak enak dengan yang lain. "Sidang mau aku temani nggak, Wid?""Nggak usah.""Kalau berubah pikiran bilang, ya."Aku mengangguk saat Nina memberikan tawaran. Namun, sepertinya lebih baik sendiri. Toh, sudah di temani Pak Wawan, pengacaraku.Kenapa aku jadi tidak sabar menyandang gelar janda? Ah ... menyebalkan. Hal ini mungkin karena aku sudah muak dengan kelakuan mereka. "Wid, iparmu baru anak magang saja gayanya selangit. Dengar-dengar, dia mau nikah?""Dengar-dengar, tapi nggak tahu, deh.""Nggak jadi katanya.""Lah, kenapa?""Si cowok cuma bisa kasih mahar lima belas juta, tapi ibunya minta tiga puluh juta."Miris, dulu saja saat menikah denganku, Mas Reno hanya memberikan aku lima belas juta. Sekarang, menikahkan anak gadisnya seperti sedang menjualnya.Tidak heran dulu saat kami lamaran saja
Baca selengkapnya
Dua Puluh Delapan
Gosip beredar sangat kencang. Tentang aku dan Pak Erlan, entah siapa yang berani memulai itu. Aku berusaha berbicara pada bosku itu. Namun, ah, sudahlah dia tampak tenang.Sementara, aku pusing dengan tatapan aneh mereka padaku. Siapa yang menyebarkan gosip hubunganku dengan Pak Erlan?"Pantas saja dia bercerai dengan suaminya, selingkuhannya lebih kaya." Hatiku pedih saat lewat di depan banyak karyawati. Mereka sepertinya sengaja berbicara kencang agar aku mendengarnya."Kasihan, adik iparnya aja minta traktir makan dia malah bilang kalau mereka sudah tidak ada hubungan apa-apa. Hih, kacang lupa kulitnya. Amit-amit, ih."Aku meremas dada, aku tahu ulah siapa ini. Sebelumnya, aku harus memberi mereka pelajaran."Kalian kalau tidak tahu apa-apa tidak usah sok menghakimi," ucapku."Siapa juga yang menghakimi, sudah jelas, suami sedang menganggur malah meminta cerai. Eh, malah mendekati Pak Erlan. Dasar matre." "Hih, k
Baca selengkapnya
Dua Puluh Sembilan
Pede sekali aku berbicara seperti itu pada Kakak Pak Erlan. Namun, aku tidak ingin dia meremehkan diri ini seperti keluarga mantan suamiku dulu.Setelah ini, mungkin Pak Erlan akan kesal denganku. Berulang kali aku bilang jika dia yang sengaja mengejar. Dia pun tidak mengelak, tapi wajahnya terlihat masam. Mungkin pikirnya, aku menyebalkan.Beberapa jam setelah Kakaknya pulang, dia menelepon meminta aku datang ke ruangannya. Pasti dia akan memarahiku atau berhenti mengejar cinta janda ini? Duh, kenapa aku jadi ingin dikejar Pak Erlan? Sebel jadinya. Aku segera ke ruangan Pak Erlan. Seperti biasa dia akan marah jika aku terlalu lama datang. "Permisi, Pak.""Masuk, tutup pintu, kunci kalau perlu sekalian." Terdengar suaranya dari dalam.Hih, untuk apa coba di kunci? Pasti dia mau marah sama aku. "Duduk."Aku duduk sesuai perintahnya. Tangan pria itu menopang dagunya. Sungguh tampan bosku ini. Namun, terlalu perc
Baca selengkapnya
Tiga Puluh
POV Ibu RenoTernyata Ningrum tidak seperti yang aku pikir. Memiliki menantu kaya tidak membuat hidup ini berubah menjadi lebih baik. Reno pun sekarang seperti tunduk pada Ningrum sialan itu. Kurang ajar dia, seharusnya Reno memberikan gajinya padaku. Namun, karena Ningrum menguasai semua gaji anakku, aku pun hanya gigit jari. Dari mana aku mendapatkan uang untuk sehari-hari? Beda sekali saat dia masih bersama Widya. Beberapa kali aku mencercanya, wanita itu masih mau memberikan aku uang. Beda sekali dengan Ningrum. Sialan janda rese itu. Membuat aku percaya hingga mau membujuk Reno menikah dengannya. Perkataannya kemarin membuat aku muak. Dia pikir Reno akan tunduk padanya. Lihat saja, sebentar lagi kuminta anakku menceraikannya seperti pada Widya.Kebetulan Reno datang. Pasti dia mau makan. Sudah pasti, dia tidak diurus oleh wanita sialan itu."Mau makan kamu, No?""Iya, Bu."Ku
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status