Semua Bab Kuhidupi Suamiku Dan Keluarganya: Bab 31 - Bab 40
48 Bab
Tiga Puluh Satu
Aku bingung dengan hidupku sekarang. Kenapa harus banyak orang yang iri padaku? Padahal aku siapa? Hanya wanita yang hidup menjanda. Di kantor sudah mulai beredar gosip yang digosok kencang oleh Rena. Belum lagi Kakaknya si Pak bos. Duh, banyak banget sih orang berhati busuk. Hari ini Pak Erlan memintaku ke pabrik barunya. Otomatis aku pasti bertemu dengan Mas Reno. Aku sudah menolak, tapi seperti biasa jiwa pemaksa Pak Erlan sangat kuat.Seperti sekarang, aku sudah berada di pabrik baru ini. Berdua dengannya membuat aku canggung. Apalagi setelah aku membuat dirinya malu. Berbicara pada kakaknya kalau pria di sampingku yang kekeh mengejar aku. Pantas saja Kakaknya agak kesal denganku. Aku tidak mau diremehkan lagi. Semua usahaku bangkit tidak boleh jatuh kembali."Bu Widya dan Pak Erlan sudah menunggu lama?" tanya Pak Bagus."Baru saja datang, kok, Pak," ujar Pak Erlan. Kami mengikuti Pak Bagus ke ruang meeting. Aku sudah b
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Dua
Ketukan palu perceraianku sudah terdengar. Tidak ada mediasi, dan semua berjalan lancar sampai pada sidang terakhir. Kini, aku resmi menjanda. Tidak perlu ditanya bagaimana rasanya. Lega, setelah menunggu lama. Aku bisa terbebas dari keluarga parasit itu. Budeh Sri datang mengunjungiku. Wanita tua itu sengaja menemani aku sementara waktu. Katanya rindu pada keponakannya ini. Senang bukan kepalang saat tahu Budeh akan datang. Aku jadi memiliki teman ngobrol. Sekalian sharing tentang Pak Erlan. [Kamu ke kantor lagi, nggak?"]Sebuah pesan masuk dari Pak Erlan.[Saya langsung pulang saja, Pak.][Oke, selamat atas status barunya, ya]Ya Tuhan. Tolong hati ini, jangan sampai jatuh ke lubang yang sama. Semoga jika memang aku berjodoh dengannya, jangan ada Rena dan ibu mertua seperti keluarga Mas Reno."Bosmu ganteng, Wid. Kaya lagi." "Memang, sih. Aku masih takut, Budeh.""Jalani saja dulu, s
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Tiga
POV RenaAku bahagia bisa menikah dengan Mas Baskoro. Derajatku semakin tinggi menjadi istri dari manajer kantor. Tidak kalah dengan Mbak Widya mantan kakak iparku.Pesta pernikahan dua hari lalu pun sangat mewah. Banyak tetangga dan kawan berdecap kagum. Pintar aku memilih pasangan kata mereka. Setelah kemarin gagal menikah karena permintaan ibu di tolak, aku sempat kesal. Namun, ada untungnya. Mas Baskoro melamarku dan menyetujui pesta besar untuk pernikahan kami.Mas Baskoro memboyongku ke rumah besar miliknya. Aku pun membawa ibu juga karena dia ingin menikmati hidup enak. Kapan lagi buat dia senang."Ren, uang amplop kemarin mana? Bukanya itu jatah perempuan, ya?" Ibu bertanya padaku."Iya, juga, Bu. Nanti aku tanyakan pada Mas Baskoro,” jawabku.Seperti yang Ibu bilang, aku segera menanyakan uang amplop pernikahan kemarin. Suami selesai mandi dan bersiap berangkat ke kantor."Mas, aku mau tanya, uang amplo
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Empat
Aku takjub mendengar Baskoro meminjam sejumlah uang begitu besar untuk biaya pernikahannya. Tak habis pikir dengan permintaan mantan ibu mertuaku. Pernikahan mewah, begitu yang Baskoro ceritakan padaku. Aku hanya tertawa mendengarnya. Bahkan, dia memuji kecantikan sang istri. Lagi, aku tercengang saat Baskoro bercerita tentang pembudgetan yang luar biasa. Kembali aku teringat perbincangan dengannya saat dia menunggu Pak Erlan selesai meeting."Kamu kenapa tertawa begitu?" tanya Baskoro padaku."Istrimu kuat di kasih jatah segitu? Jadi laki jangan perhitungan. Nanti Rena kabur, baru nyesel." Aku sengaja menggodanya, sebagai perempuan pun aku menolak jika diberi jatah seperti itu."Ah, nggak mungkin, Wid. Dia pasti tahan dan kuat. Dia juga bekerja, pasti bisa buat tambahan. Dia sendiri yang mau acara mewah." Pembelaan Baskoro mengingatkan aku pada Mas Reno. Pria memang selalu benar dan tidak mau disalahkan.Ternyata kasihan, ingin
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Lima
Dua bulan sudah menjanda, banyak sekali yang mengajak ta'aruf. Aku tidak bisa tidur malam ini. Ucapan Pak Erlan membuat aku bimbang. Kembali aku berguling ke kanan, lalu ke kiri. Sama sekali tidak menemukan sisi nyaman kali ini.Netra pun sulit terpejam. Akhirnya kuputuskan untuk bangun dari rebahan. Sepertinya Budeh masih di dapur, tumben malam seperti belum tidur. Aku melangkah menghampirinya di dapur. Ternyata Budeh sedang makan mie instan."Budeh belum tidur?""Budeh lapar. Kamu sendiri kenapa belum tidur? Ada yang dipikirkan?""Ada Budeh.""Masalah apa?""Pak Erlan melamarku, dia meminta jawaban secepatnya. Setelah itu akan langsung melamar resmi dan melangsungkan pernikahan.""Kamu masih bingung?""Iya, Budeh. Aku masih trauma. Takut pernikahanku ini seperti yang lalu. Kakaknya sama persis dengan Rena. Kalau Ibunya, hampir mirip."Budeh diam sejenak, lalu memakan mie instannya. Melihat Budhe makan, aku jadi in
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Enam
Kebaya putih melekat indah di tubuhku. Hari ini, kedua kalinya aku mendengar seorang pria akan mengucapkan ijab kabul untukku. Air mata ini tak henti membasahi pipi saat Pak Erlan mengucapkan janji suci itu. "Sah."Dada ini bergemuruh hebat. Akhirnya aku menjadi istri dari pengusaha kaya. Bersyukur setelah melewati cobaan terberat memiliki masa kelam yang membuatku lelah.Aku mencium tangan Pak Erlan dengan takzim. Cincin emas pun sudah melingkar di jari manis ini. Acara akad nikah, tetapi sudah terlihat seperti acara resepsi.Bahagia, itu yang kini aku rasakan. Kini, aku sudah menjadi istri dari bosku. Perjanjian pra rumah tangga, aku tidak boleh bekerja. Harus di rumah menunggunya."Kamu cantik," bisiknya pelan."Baru, tahu?" "Hmm ... baru, sih."Senyumnya itu membuat aku merasa nanti malam akan merasa sangat lelah. Belum lagi alis yang dia naik turunkan. Aduh, rasanya akan menghadapi singa lapar. Setelah aca
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Tujuh
POV Outhor"Bu, apa kita keterlaluan sama Mbak Widya dulu?" tanya Rena pada Ibunya.Sejenak sang ibu menghentikan aktivitas mengaduk nasi dalam wadah. Mejicom rusak, jadi kembali mereka memasak melalui kompor. Sang ibu menyeka keringat yang mengalir di dahi. Seperti mendengar petir di siang bolong, ucapan Rena terus mengingatkan perlakuannya pada mantan menantunya."Nggak usah berpikir macam-macam,” ungkap sang ibu."Bu, tapi apa yang aku alami sama seperti Mbak Widya dulu. Dia bekerja sendirian, sedangkan gaji Mas Reno terus saja mengalir ke rekening Ibu." Lagi, Rena terus merasa bersalah."Ren, sudahlah. Semua ini nggak ada sangkut pautnya dengan Widya. Ini memang kita saja yang mendapat sial." Sang Ibu terus saja mengelak, padahal dirinya tahu, ini semua adalah karma dari perbuatan mereka pada Widya.Wanita tua itu terduduk lesu menghadap jendela rumah. Sedih, bercampur amarah saat menantu yang disayanginya malah me
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Delapan
POV Outhor"Bu, apa kita keterlaluan sama Mbak Widya dulu?" tanya Rena pada Ibunya.Sejenak sang ibu menghentikan aktivitas mengaduk nasi dalam wadah. Mejicom rusak, jadi kembali mereka memasak melalui kompor. Sang ibu menyeka keringat yang mengalir di dahi. Seperti mendengar petir di siang bolong, ucapan Rena terus mengingatkan perlakuannya pada mantan menantunya."Nggak usah berpikir macam-macam,” ungkap sang ibu."Bu, tapi apa yang aku alami sama seperti Mbak Widya dulu. Dia bekerja sendirian, sedangkan gaji Mas Reno terus saja mengalir ke rekening Ibu." Lagi, Rena terus merasa bersalah."Ren, sudahlah. Semua ini nggak ada sangkut pautnya dengan Widya. Ini memang kita saja yang mendapat sial." Sang Ibu terus saja mengelak, padahal dirinya tahu, ini semua adalah karma dari perbuatan mereka pada Widya.Wanita tua itu terduduk lesu menghadap jendela rumah. Sedih, bercampur amarah saat menantu yang disayanginya malah me
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Sembilan
POV Ningrum"Pa, kenapa kartu kredit aku tidak bisa terpakai?" Aku bertanya pada Papa yang sibuk di depan layar ponsel."Mantan suami kamu menggadaikan surat perusahaan pada bank. Dari mana dia dapat surat ponselMas Pram? Surat perusahaan? Bagaimana bisa dia menggadaikannya. Ah, aku mengingatnya, saat itu dia meminjam untuk modal dengan menggadaikan surat perusahaan. Aku sama sekali tidak terpikir hal itu. Setelah bercerai dengannya, aku hanya berpikir ingin cepat lepas dari pria seperti itu.Tubuh ini lemas. Kenapa aku bodoh. Aku sudah kehilangan Mas Reno, sekarang kehilangan harta kekayaanku. Bagaimana hidupku nanti?"Jawab Ningrum?""A--aku tidak tahu kalau akan seperti ini. Maafkan aku Pa.""Semua salah kamu. Papa harus menjual semua saham ini pada Pa Erlan. Untung saja Pak Erlan baik, dia mau menebus surat ini di bank."Pak Erlan, suami Widya. Beruntung sekali wanita itu. Sudah mendapatkan cinta Mas
Baca selengkapnya
Empat Puluh
POV WidyaSudah dua bulan aku mengalami kelelahan. Badanku semua sakit, bahkan Indra penciumanku terasa sensitif. Mencium aroma yang menusuk, membuat aku memuntahkan kembali isi dalam perutku.Mba Erni datang berkunjung, wanita itu seperti biasa selalu bawel padaku. Dia datang membawa beberapa katalog untuk berlibur. Memang Mas Erlan menjanjikan kami liburan. Apalagi suamiku menjanjikan mengajak Mba Erni."Nih, Wid. Tinggal pilih, mau ke mana?" Aku menatap brosur dengan harga tiket dan penginapan yang begitu mahal. Sayang sekali biaya liburan mahal sekali."Nggak usah bingung, sih. Sekarang kamu istri Erlan, pengusaha muda dan kaya. Mau apa tinggal tunjuk,” tukas Kakak iparku."Bukan begitu, Mba. Aku kurang enak badan, lemas pula. Baru aja muntah. Bagaimana mau liburan?""Kamu udah menstruasi belum?" tanya Mbak Erni antusias.Aku berpikir, sepertinya aku terlalu bahagia dengan pernikahan ini sampai melupakan kalau aku sudah dua
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status