"Mas Renno tinggal di mana? Kalau ada waktu datanglah kerumah. Akan aku kenalkan dengan ibu dan adikku, mereka pasti senang bertemu orang yang menyelamatkan anak dan cucunya."Renno tersenyum sedangkan Adam semakin mengepalkan tangannya. Dia cemburu melihat kedekatan Asma dengan Renno."Kau tak perlu mencemaskan dia Ma, dia tinggal di tempat aman kok, kan punya sepupu yang rumahnya kosong, sejak menghilang tanpa kabar."Asma terlihat bingung, namun pikirannya teralihkan pada ucapan Renno selanjutnya. Dia pusing karena kedua pria itu jadi saling sindir."Sepertinya kisah masa lalu itu terulang kembali atau ada cerita lain dengan kisah yang sama Dam? Karena pria itu kembali terlihat hancur."Adam tersenyum sinis sembari menatap Renno, sedangkan pria yang dia tatap justru memandang mantan istrinya."Bisa kau jaga matamu itu Renno? Aku rasa kau pria terhormat. Tak seharusnya menatap milik orang."Brush ....Asma yang sedang minum terkejut, hingga membuat Wanita itu menyemburkan air dari m

"Aku mencintainya Mas dan masih mencintainya. Tapi aku tak sanggup melihat adikku yang hancur karena ulah adik mas Adam, aku tau dia tak bersalah, tapi semua ini menjadi tak baik bagi kami semua. Apalagi bagi Lidya karena dia yang terluka sebenarnya."Renno menatap iba pada Asma, wanita yang begitu banyak merasakan luka atas perbuatan orang lain. Adam memang tak bersalah, tapi dia menjadi bagian dari orang yang melukai adik kandung Asma.Sakit yang luar biasa, ketika cinta tapi tak bisa saling memiliki. Adam dan Asma pasti sama-sama terlukanya, dia tak akan mengambil keuntungan dari masalah itu.""Aku minta maaf karena tak bisa memberimu masukan Ma, karena masalah ini benar-benar rumit. Bersabarlah menghadapinya, semoga tuhan tunjukkan jalan terbaik bagi kalian berdua. Asma tersenyum sembari menatap Renno yang mengawasi Alkafi bermain, sedangkan Shila dia sekolah pagi. Dia beruntung bertemu pria sebaik Renno, karena banyak membantunya saat menghadapi depresi."Apa kau tak ingin meneta

"Ibu ingin mendengar keputusan kalian, apa benar kalian ingin rujuk?"Asma menarik napas panjang, pada akhirnya sang ibu bertanya tentang hubungannya dengan Adam."Aku ....""Aku ingin rujuk Bu dengan Asma."Asma menatap ke arah Adam yang memotong ucapnya. Dia benar-benar tak menyangka betapa egoisnya mantan suaminya."Aku tak berniat rujuk Bu, bagiku sudah cukup hidup begini. Kita mulai saja hidup baru yang jauh lebih tenang."Adam ganti menatap Asma dia tak menyangka, wanita itu benar-benar menyerah pada keadaan. Hatinya sakit saat melihat wajah Asma yang terlihat datar."Pikirkan lagi Ma, anak-anak butuh orangtua yang lengkap. Lidya sudah mengijinkan kalau kalian mau rujuk."Asma terkejut dia menatap ibunya, seolah tak percaya pada apa yang wanita itu lakukan."Apa yang ibu lakukan? Tak bisakan berpikir dulu sebelum bertindak? Aku anak ibu begitu juga dengan Lidya, kenapa ibu harus melukai salah satu dari kami, untuk kebahagiaan yang lainnya."Asma mengelengkan kepala, jelas dia kec

POV : Aji.Aku memang bersalah, tapi tak bisakah memberiku kesempatan untuk bertobat. Lidya dan mbak Asma begitu keras kepala, kalau saja mereka diam tentu semua ini tak akan terjadi."Lidya keguguran dan itu kesalahanmu, semoga kau puas sekarang."Ucapan mbak asma memang pelan tapi begitu menyakitkan, seandainya aku tak menuruti permintaan mama untuk memaksa Lidya pulang. Semua ini tak akan terjadi."Sekarang tak ada lagi alasanmu untuk memaksa Lidya. Dia juga bebas menentukan, pada siapa dia menghabiskan hidupnya."Mas Adam juga sama, dia tak memikirkan perasaan adiknya. Aku hanya ingin kembali bersama Lidya."Percuma kau meratapi nasibmu Ji, kenyataannya tak ada lagi yang mengikat Lidya denganmu. Kalau saja kau bisa bersabar tentu semua ini tak akan terjadi."Aku mengacak rambutku karena semua orang seolah menyalahkan aku. Apa tak ada terpikir oleh mereka kalau aku sudah menyesali apa yang terjadi."Penyesalan memang selalu datang terlambat, tapi kami sudah memberimu peringatan, kau

"Akhirnya kau datang juga, Sekar."Riska tersenyum menatap ke arah Sekar dan Aji. Bibirnya tersenyum sinis, meski tubuhnya tak bisa bergerak sama sekali."Aku rasa kau datang pasti karena keraguan yang menyiksamu, sama seperti wanita itu. Istri pria bodoh yang rela berbuat apa saja untuk menolongmu. Awalnya aku tak mengenali wanita itu, hingga kedua anaknya menjadi penyebab kehancuranku. Tapi tak apa, aku dengar kalian sedang dalam masalah besar."Sekar mencoba menahan diri agar tak menyerang istri muda suaminya. Jika mampu ingin rasanya dia menghajar wanita itu."Kau tak perlu banyak bicara, katakan saja apakah benar Aji bukan anakku?"Riska tertawa dia terlihat senang, saat menatap wajah Sekar yang terlihat mulai tak sabar. Begitu juga dengan Aji yang berusaha sabar menghadapi tingkah Riska."Kau kaya bukankah akan lebih mudah dengan cara tes DNA. Jadi tak perlu kau bersusah payah mendatangi aku, Sekar."Brak ...."Katakan saja tak perlu banyak bicara."Aji mendorong kursi roda yang