All Chapters of Bukan Istri Idaman: Chapter 21 - Chapter 30
38 Chapters
21. Suara Di Malam Hari
"Lily? Kamu ... kamu ...." Mas Ardi tampak begitu takut."Kebenaran tentang apa yang dikatakan Alan?""Itu hanya—""Kebenaran tentang perselingkuhannya dengan Leni. Apa kamu sudah tahu?" sahut Alan menyela ucapan Mas Ardi.Aku menatapnya datar. "Ya. Aku sudah tahu," kataku spontan. "Lalu?"Alan tampak kikuk. Mungkin ia bingung melihat ekspresiku yang biasa saja. "Ya sudah. Itulah kebenarannya. Aku pergi dulu."Alan pergi begitu saja. Pasti ada sesuatu yang mereka sembunyikan. Tak mungkin jika kebenarannya hanya itu saja. Pasti ada hal lain."Mas, kebenaran apa, sih?" "Ya itu tadi, Dek. Alan pikir kalau aku tidak memberitahumu tentang ini.""Oh." Dua orang ini sama saja. Aku pura-pura percaya daripada harus berdebat. Suatu saat, aku akan mencari tahu kebenaran itu sendiri.Ah, aku lupa tidak menanyakan kabar Vina. Semoga saja dia baik-baik saja. Aku sangat ingin bertemu dengannya untuk meluruskan kesalahpahaman ini. Mungkin untuk saat ini dia masih marah kepadaku. ***Tak terasa suda
Read more
22. Paket Misterius
Aku menunjuk sebuah kotak berwarna coklat yang terletak di samping pot bunga. Ketika papa akan memeriksa, mama mencegahnya. Mama takut kalau itu hanya sebuah jebakan."Ini sudah malam, Pa. Lebih baik nggak usah keluar, deh. Terlalu bahaya apalagi ada kotak nggak jelas begitu.""Seperti sebuah paket, ya, Ma?" Aku masih mengamati kotak itu lekat-lekat."Mana ada seorang kurir mengantar paket malam-malam? Mana pakai ketuk-ketuk pintu lagi. Itu sudah pasti orangnya melompati pagar dan sudah pasti orang nggak bener," kata mama."Ini pasti ada orang iseng," sambung papa. Benar juga. Tidak mungkin jika ada yang mengantar paket malam-malam begini. Ini sudah lewat dari jam sepuluh. "Kita kembali ke kamar saja. Besok pagi saja kita periksa!" pinta mama. "Sebentar, papa telepon petugas keamanan dulu. Biar mereka bantu memeriksa kotak itu," ujar papa."Oh, iya, ide bagus, Pa."Selang beberapa menit kemudian, du
Read more
23. Dalam Masalah
"Iya. Dari jam delapan itu dia sudah di rumah. Habis itu dia nge-game sebentar dan tidur.""Bagus, dong," ucapku. Dalam pikiranku masih bertanya-tanya siapa pengirim surat misterius itu? Mungkin aku akan mendapatkan jawabannya dari Mas Ardi nanti."Sebetulnya, Alan ingin berbicara sesuatu dengan kalian.""Bicara apa?""Entahlah. Kita tunggu saja dia kembali."Setelah lima belas menit menunggu, akhirnya Mas Ardi dan Alan kembali. Dari awal datang sampai sekarang, Mas Ardi tak ada senyumnya sama sekali apalagi setelah berbicara dengan Alan barusan."Kalian berbicara tentang apa?" tanya Vina kepada Alan. Pria berambut pirang itu hanya tersenyum dan menggeleng. Entah kenapa hatiku terasa sejuk melihat Alan tersenyum kepada Vina. Senyumnya tampak berbeda. Kami berempat sudah duduk seperti semula. Mas Ardi dan Alan masih sibuk dengan ponselnya masing-masing. Aku dan Vina hanya bertatapan dan sesekali melihat dua pria itu."Alan, apa yang ingin kamu katakan kepada mereka?" tanya Vina."Emm
Read more
24. Masalah Suamiku
"Aku membuat kesalahan, Dek.""Kesalahan apa, Mas?" tanyaku, tetapi Mas Ardi terdiam lagi.Dering ponsel Mas Ardi memecah keheningan di antara kami. Dia izin keluar kamar untuk menjawab panggilan telepon itu. Aku masih bertanya-tanya, kesalahan apakah yang telah Mas Ardi perbuat hingga posisinya sampai terancam? Tak lama kemudian, Mas Ardi kembali ke kamar dan mengambil jaket. Dia seperti terburu-buru. "Ke mana, Mas?" tanyaku ketika Mas Ardi mengambil kunci mobil."Sebentar, Dek! Aku ke luar dulu, ya?""Ke mana, Mas?""Ketemu teman aku, Dek. Katanya, teman aku ini punya solusi untuk masalahku ini.""Ya sudah, Mas. Hati-hati! Jangan ngebut dan fokus perhatikan jalanan! Jangan melamun!" nasihatku kepadanya. Aku takut Mas Ardi tidak konsentrasi pada kemudinya karena masalah yang ia alami."Iya, Dek. Kamu di rumah baik-baik, ya! Kalau kamu ngantuk dan aku belum pulang, kamu langsung tidur saja! Aku bawa kunci cadangan." "Ya, Mas."Aku rasa, masalah Mas Ardi benar-benar serius. Dia samp
Read more
25. Rencana Untuk Ulang Tahun
Hari telah berganti. Mas Ardi tak lagi memikirkan tentang masalahnya itu. Ketika ditanya pun, Mas Ardi mengaku jika masalahnya sudah teratasi. Aku diminta untuk tidak mengungkitnya lagi karena khawatir mama dan papa akan tahu. Sebenarnya, aku masih penasaran masalah apa yang membuatnya sampai seperti itu. Namun, aku sudah berjanji untuk tidak menanyakannya lagi. Esok adalah hari ulang tahunku. Hari ini aku meminta Mas Ardi untuk menjemput ayah dan ibu. Jarak rumah kami cukup jauh. Jadi, aku meminta untuk menjemput mereka sekarang.Aku sudah berencana untuk mengadakan makan malam kecil saja. Hanya dihadiri oleh keluarga kami. Ayah, ibu, papa, mama, Mas Ardi dan aku. Kebetulan, aku dan Mas Ardi sama-sama anak tunggal. ***Setelah perjalanan jauh menjemput ayah dan ibu, aku segera membantu meletakkan barang-barang mereka di kamar tamu. Di rumah ini ada satu kamar kosong—khusus untuk tamu. Mama dan papa menyambut kedatangan orang tuaku dengan hangat. Mereka begitu senang dan terlihat sa
Read more
26. Kejutan Ulang Tahun
Malam yang ditunggu telah tiba. Sebelumnya aku sudah mengatakan kepada Mas Ardi jika aku mendapat pesan misterius. Mas Ardi mengatakan jika tidak mengenali nomor tersebut. Kami sama-sama mencurigai Alan, tetapi kami ingin membuktikannya nanti. Mas Ardi memastikan bahwa semua akan baik-baik saja. Mas Ardi menuntunku sambil menutup mataku. Rupanya, ada sebuah kejutan yang telah ia siapkan. Ketika Mas Ardi menurunkan tangannya, aku terkejut melihat pemandangan di depanku. Halaman belakang yang setiap harinya terlihat biasa saja, kini tampak luar biasa. Keluargaku mendekorasi halaman belakang menjadi sangat indah. Malam ini akan menjadi malam yang sangat panjang untukku. Beberapa hidangan sudah tersaji di meja makan. Kami sudah berkumpul dan siap untuk menikmati makan malam, tetapi mama mencegahku. Kata mama, akan ada seseorang yang datang. Perasaanku menjadi tidak karuan. Pikiranku kembali teringat tentang pesan dari nomor misterius tersebut. "Siapa, Ma?" tanyaku."Ada. Pokoknya kamu
Read more
26. Sebuah Fakta Yang Terungkap
Suara petasan mengejutkan kami semua. Entah kejutan apa lagi yang mereka berikan. Semuanya menutup telinga karena terganggu dengan suara petasan itu, termasuk aku. "Mas, apa lagi ini? Kenapa harus pakai petasan?" tanyaku kepada Mas Ardi."Aku nggak tahu, Dek. Aku nggak ada nyiapin petasan," ujarnya bersamaan dengan berhentinya suara petasan tersebut. "Ardi, kenapa harus pakai petasan segala?" tanya mama dan papa yang sepertinya sangat terganggu."Loh, Ardi nggak nyiapin ini, Ma," jawab Mas Ardi."Terus siapa?" tanya papa bingung. "Kamu?" Mas Ardi mengira ini idenya Alan."Bukan," elak Alan sambil menggelengkan kepala cepat."Iya. Kami nggak punya rencana pakai petasan, kok," timpal Vina. "Terus siapa?" tanya mama bingung. Kami masih menatap satu sama lain. Suara tepukan tangan dari arah pintu membuat kami menoleh. Seorang pembawa kue tersebut berjalan sambil mendekati kami. Dia melepaskan topi dan maskernya yang membuat kami terkejut, terutama Mas Ardi."Leni!" Mas Ardi seperti t
Read more
28. Hari Ulang Tahun Yang Menyedihkan
"Apa? Katakan! Katakan biar semuanya jelas!" sentak ayah."Maafkan aku, tapi aku melakukan semua ini karena aku juga butuh keadilan. Aku juga butuh pertanggung jawaban. Aku tidak mau mengalah terus. Yang jelas, aku juga tidak mau anakku ini tidak mengenali papanya," tutur Leni sambil mengelus perutnya lagi. Duniaku seakan runtuh. Tubuhku yang sudah melemah kini semakin tak memiliki tenaga apapun. Aku terduduk sambil terus menatap perut Leni tak percaya. Dia telah mengandung darah daging suamiku."Apa maksudmu, Leni? Kamu jangan mengada-ngada!" ucap mama sambil melotot menatap Leni."Apa? Saya bicara apa adanya, loh. Saya bicara sesuai kenyataan, loh, Te. Saya memang hamil. Ini anaknya Mas Ardi. Ini cucu Tante," ucap Leni sambil menunjukkan perutnya yang masih rata. "Bohong kamu! Kamu sengaja ingin merusak rumah tangga anak saya dengan mengaku-ngaku seperti itu. Tidak mungkin itu anaknya Ardi," elak mama tak terima. Aku sudah tak sanggup lagi untuk ber
Read more
29. Kedatangan Mas Ardi
Kami sudah tiba di rumah Vina. Semuanya terdiam termasuk aku. Sepasang suami istri yang telah memberi tumpangan kepada kami juga tidak mengatakan apapun. Mereka duduk terdiam di hadapan kami. Mungkin saja mereka menunggu kami buka suara terlebih dahulu. Walau Alan adalah sahabat dekatku dulu, tetapi ia tak berani banyak bertanya. Mungkin ia memahami situasi yang sedang kualami saat ini. Tak lama kemudian, seorang pelayan datang dengan membawa minuman kepada kami. Vina meminta kami agar meminumnya. Aku meminta ibu agar minum terlebih dahulu agar bisa lebih tenang. Pelayan Vina menyajikan teh manis untuk kami. Namun, yang kurasakan seperti pahit. Bukan karena tehnya yang kurang manis, tetapi lidahku yang memang seperti orang sakit. Pahit dan tak mampu menelan apapun. Suasana hening untuk beberapa saat hingga akhirnya ayah buka suara. Ayah mengucapkan terima kasih kepada Alan dan Vina yang sudah mau membantu kami. Ayah juga meminta maaf karena telah merepotkan Alan
Read more
30. Keputusan Terakhir
"Ardi, ibu memang memaafkanmu, tapi jujur ... ibu tidak ingin Lily kembali denganmu," timpal ibu tiba-tiba. "Ke–kenapa? Bukankah Ayah dan Ibu sudah memaafkan saya? Lily juga sudah memaafkan saya. Tolong beri saya satu kesempatan lagi untuk menjaga Lily dengan baik!" ucap Mas Ardi memohon."Kami memang sudah memaafkan kamu, tapi kamu juga harus ingat dengan benih yang sudah kamu tanam di rahim perempuan lain," ucap ayah. "Mas, kamu harus ingat dengan bayi yang dikandung oleh Leni. Dia adalah darah daging kamu. Walau aku sudah memaafkan kamu, bukan berarti aku memberimu ruang untuk kembali kepadaku. Jadi, tolong kamu nikahi Leni dan tinggalkan aku, Mas!" ucapku setegar mungkin. Mas Ardi menggeleng dan semakin erat menggenggam tanganku. Papa dan mama juga ikut membujukku, tetapi aku sudah yakin dengan keputusanku untuk berpisah. Lebih baik berpisah daripada harus dimadu. Aku tidak mau mengalami tekanan batin. Aku tak setegar wanita di luar sana ya
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status