Lahat ng Kabanata ng ISTRI KEDUA CEO: Kabanata 41 - Kabanata 50
99 Kabanata
Potongan Memori
“Ibu aku keluar sebentar ya?” bisik Diana di telinga ibunya yang tengah terlelap.Wanita muda itu perlahan beranjak dari bibir kasur. Dengan jalan masih tertatih wanita, sekuat tenaga Diana berhasil meraih kursi roda yang tak jauh dari ranjangnya hingga sampailah bokongnya direbahkan ke kursi roda.“Bagus. You can do it Diana.” wanita itu mendorong roda mengarah ke lemari. Membuka perlahan dan menarik laci kecil dalam lemari. Ingatan Diana mundur sejam sebelumnya kala merebahkan diri di atas ranjang, sepasang bola matanya tertuju pada ibu yang melihat lama pada dua lembar kertas putih. Satu kertas ditaruhnya di dalam laci, satu lagi dilihatnya lebih lama seolah terhipnotis pada apa yang ada di situ.“Ibu, lihat apa?” tanya Diana yang sedari tadi penasaran apa yang dilihat ibu.“Oh, gak apa-apa. Yuk tidur.” Cepat-cepat ibu menaruh selembar lagi dalam laci dan menutupnya. Wanita paruh baya itu tersenyum tipis tapi tak bisa menutupi salah tingkahnya terhadap putrinya yang memergokinya
Magbasa pa
Hot News
Setelah membaca Al-Kahfi bersama Devian di ruang tengah. Yumna menaruh Alqur’an di atas meja tepat di depan mereka, yang juga tersedia sepiring pisang goreng serta dua cangkir teh yang salah satunya telah tersisa sedikit.“Setiap kamis malam, cuma ini yang bacaannya paling lama ya sayang. Fiuh selesai juga.”“Kalau dibaca bareng-bareng bisa sama-sama koreksi dan tak akan terasa capek. Bagiku ini salah satu bentuk keromantisan dan berpahala….” Wanita itu menyandarkan kepalanya dipundak suaminya. “Mas tahu, kadang aku ingin menjadi Shafiyyah binti Huyay. Dia wanita muda masih belasan tahun menjadi istri Rasulullah SAW, hebatnya dia wanita cerdas yang suka mencari ilmu, mempelajari kitab-kitab. Tapi tak luput dia melakukan hak dan kewajibannya sebagai istri seorang nabi.” Devian mengecup kening istrinya. Betapa kagumnya pria itu terhadap wanita yang sholehah di sampingnya. Selalu taat dengan menutup seluruh auratnya. Terlintas ingatan masa lalu kala pria itu masih bersikap dingin, tapi
Magbasa pa
Cinta Pertama Yumna
Cuaca hari ini lebih cerah dari biasanya sehingga hawa terasa panas. Yumna mengibaskan hijab panjangnya sembari menyandarkan punggungnya pada sandaran gazebo yang terbuat dari bambu-bambu. Dilihatnya berkas yang berada tepat di atas mejanya. Lengkungan manis menghiasi bibirnya yang ranum. ‘Alhamdulillah perjuanganku sebentar lagi selesai.’ Yumna menghembuskan napas penuh bangga. Namun lambat laun kerutannya mulai tampak di pelipisnya. Ada yang mulai dipikirkannya. “Semoga Allah mudahkan minggu depannya.” Bisiknya.“Aamiin.” Sahut Rani yang melangkah mendekat sembari membawa nampan yang berisi kentang goreng dan saos yang melumuri sekitarnya serta segelas minuman jeruk yang terlihat jelas embun membasahi permukaan gelasnya. “Kamu lagi ngidam ya?” Yumna tergelak tawa melihat sahabatnya yang sudah kedua kalinya memesan hal yang sama. “Eh, jangan salah. Karena hari ini promo, jadi aku manfaatin kesempatan ini. Lumayan udah antri lama.” Rani merebahkan bokongnya sembari menaruh makan
Magbasa pa
Insiden yang Membuat Berdebar
“Assalamu’alaikum Yumna.” Seorang pria terdengar dari arah belakang Yumna.“Wa-wa’alaikumsalam.” Yumna kontan terjengat kaget. Suara yang tampak tak asing baginya hingga membuat jantungnya mulai berdebar. Suara yang sudah lama tak pernah lewat di telinganya lagi. Mungkin semenjak pernikahannya dengan suaminya. Suara lembut pria itu mengantarkan kenangan masa lalu yang kembali muncul di kepalanya.Penasaran membuat Yumna berbalik meyakinkan kebenaran yang ada di otaknya. Dua manik hitamnya menjurus tepat pada paras tampan di balik silau pantulan cahaya matahari. Spontan wanita itu menyipitkan matanya, mencari titik fokus penglihatannya. Bukan karena dia sudah rabun, tapi karena pencahayaan membiaskan penglihatannya hingga menjadi samar terlihat.“Assalamu’alaikum.” Suara pria yang sama di masa lalu Yumna. ‘Bibirnya … senyumnya … aku bisa melihatnya, meski wajahnya masih terasa samar.’ Yumna membatin seiring debaran jantungnya mulai berpacu. “Yumna …” panggil pria itu lembut. “Wa-wa’
Magbasa pa
Bayang yang Susah Lenyap
“Aaaghrr!” Yumna spontan teriak kala dihadapannya sebuah rak buku yang begitu tinggi perlahan mendekat padanya. Rak semakin miring dan beberapa detik lagi akan menimpanya. Dentuman jantung sudah berguncang tak tentu arah. Ketakutan akan benda raksasa itu begitu mengerikan. “Nunduk!” seru Rizal yang masih berdiri di sampingnya. Tak mau menunggu lama, pria itu menarik lengan yang berlapis kain panjang untuk duduk bersandar pada dinding, sedang dia menghalau rak dengan tubuh kekarnya sembari membungkuk seakan melindungi Yumna yang tengah lebih dulu bersandar. Kejadiannya begitu cepat. Sepersekian detik bisa saja menimpa mereka berdua. Namun Allah berkehendak lain, rak itu tersangkut pada dinding hingga berhasil membuat keduanya selamat. Rak itu tak sampai jatuh menindih ataupun insiden lain yang bisa lebih parah. Dua manusia itu selamat dalam keadaan meringkuk. Jelas Rizal menjadikan tubuhnya sebagai benteng pelindung bagi wanita itu.Menyadari tak terjadi apa-apa antara mereka, Yumna
Magbasa pa
Kebimbangan Hati Rizal
“Ting Tong.”Seorang pria tengah gusar mondar mandir tepat di depan dua papan yang mengatup dengan ukiran estetik yang terpampang elegan pada bangunan megah berlantai dua. Rambutnya sedikit ikal pendek serta balutan baju koko berpaduan celana kain hitam menjadi karakteristik pria yang tampak dari belakang itu. Sepatu sandalnya dipantulkannya ke lantai kesekian kalinya seolah tak bisa berdiri tenang.Kurang lebih dua menit, terdengar suara seorang wanita dari dalam menyahut.“Tunggu sebentar.”Itu seperti kata terakhir yang terucap dari wanita itu. karena sudah sepuluh menit berlalu, belum ada tanda-tanda pintu terbuka. Tentu saja pria itu yang sedari tadi menunggu semakin mengerutkan keningnya. Napasnya mengeluarkan desahan yang entah sudah ke berapa kali. “Lama sekali ish. Ya Allah,” geramnya. Pria itu benar-benar mencebik kesal hingga menggertakkkan giginya hingga terdengar gertakan geraman giginya, meski dia tahu tak seharusnya seorang tamu berekspersi seperti itu. “Wahh, engga
Magbasa pa
Tamu yang Tak Diharapkan
Rizal merebahkan bokongnya dan menyandarkan punggungnya di dinding serambi masjid dengan wajah termenung. Entah sudah kurang atau lebih dari setengah jam dia di sana dengan ekspresi sama. Insiden yang sempat menyengat di hatinya membuat otaknya tak bisa berhenti memikirkan wanita itu.‘Apa Yumna akan cerita ke suaminya? Dan hubungan keduanya renggang karena aku? Yumna menangis karena aku? Atau Yumna merasakan hal yang sama denganku?’ batin pria keturunan Timur Tengah itu terus berkecamuk, berusaha mencari jawaban yang hingga sekarang belum membuatnya lega. Perasaan bersalah, malu sudah bercampur aduk. Namun tak bisa membuat hatinya bisa bernapas bebas. Masih begitu menyesakkan dada.Beberapa pria yang mengenalnya segera mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Adab setelah selesai sholat berjama’ah.“Kenapa ustaz kayak orang linglung aja?” tanya seorang pria yang seumuran dengannnya tengah membungkuk sedikit sembari menyalaminya.“Jangan panggil gitu, Gilang. Aku belum pantas.” Rizal
Magbasa pa
Dalam Kebisuan
“Rizal, bukan mantannya Yumna kan ya?” Bianca nyeletuk dengan lengkung senyum polosnya. Memancing Yumna agar lebih merasa tersudut. Mungkin cara ini membuat perasaannya bisa lega. Memang melihat sikap Devian yang menyakitkan. Namun melihat ekspresi lugu Yumna, adiknya, belum lagi membuat Devian terpancing emosinya. ‘Bukankah itu lebih menarik?!’ “Mantan?” Devian mengerutkan keningnya. Mata elangnya menatap Yumna tajam.“A-apa?! Itu fitnah mbak,” terang Yumna dengan wajah berlipat-lipat di keningnya seiring gelengan kepalanya sebagai penolakan kerasnya. Nada suaranya lebih tinggi dari biasanya. Ada perasaan mengganjal yang membuatnya ingin rasanya berteriak. Menyanggah karena semua titik kesalahan ada pada pria yang bernama Rizal. Seorang pria yang hadir mencoba memperkeruh suasana. “Jaga ucapanmu Bianca! Beraninya …” Devian mengendus kesal. Wajahnya tak kalah berkerut dari Yumna. Hidungnya sampai kembang kempis seiring detak jantung yang mulai menderu. Mata elangnya menghunus menat
Magbasa pa
Dalam Kebisuan (2)
‘Ada perasaan yang berbeda? Mas Devian terus membisu.’ Keresahan Yumna terus saja melanda.Wanita itu hanya pasrah mengikut langkah suaminya. Melihat suaminya tengah berganti piyama kembali di dekat pintu, Yumna langsung menuju ruang rias untuk melepas hijabnya lalu menggantungnya di hanger lemari miliknya. Sesekali dua manik hitamnya mengarah pada punggung suaminya yang terlihat masih mengaitkan kancing piyamanya. Dengan balutan lingeri, Yumna bergerak duduk di bibir ranjang.“Mas marah ya?” tanya Yumna yang akhirnya memberanikan diri membuka obrolan yang selama ini terdengar seunyi.“Kenapa harus marah?!” Devian berbalik bertanya dengan tatapan malasnya. Sorot matanya terlihat guratan emosi yang tertahan lama. ‘Rasanya memuakkan membahas ini.’“Kalau aku salah, aku minta maaf Mas. Lagipula aku sama sekali enggak mengundang Kang Rizal ke sini,”tegas wanita itu yang seketika kejujurannya membuat bola matanya membesar seketika. Yumna menyadari ucapannya benar-benar salah. ‘Astaghfirul
Magbasa pa
Air Mata yang tak Tertahankan
Rizal tengah duduk di kursi teras dengan kedua sikut tangannya menopang pahanya. Dia menarik napas panjang sembari wajahnya menunduk. Lensa di matanya memantulkan ubin-ubin yang tersusun rapi, tapi aura tatapannya menangkap sedang memikirkan hal lain. Insiden ciuman itu benar-benar membuatnya berpikir keras. Baru kali ini dia merasakan rasanya hilang akal, menghadapi wanita itu. wanita yang menggelitik hatinya hingga tak tahan tubuhnya ingin dan ingin semakin dekat dengannya. Sebenarnya wanita itu tak melakukan apa pun. Rizal menerka-nerka, apa yang salah dengannya hingga bisa berbuat senekat itu? Padalah, sejatinya tak ada daya tarik dari penampilan ataupun gaya dari seorang Yumna. ‘Ini Syetan. Aku telah lepas kendali. Astaghfirullah.’ Batinnya terus mengerang. Meyakinkan kalau memang pancingan syetan begitu mulus hingga bisa memperdaya pikiran kotornya. Namun apa daya, tubuhnya yang bergerak, jelas dirinyalah yang patut disalahkan atas semua ini. ‘Untuk apa kamu di sini? Untuk me
Magbasa pa
PREV
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status