Semua Bab Story Adik Iparku di Akad Nikah Suamiku: Bab 51 - Bab 60
98 Bab
Bab 51 Bertemu Lagi
“Renita!” Sedikit bergetar lidahku mengeja nama itu. Bahkan tenggorokanku mendadak kering dan aku harus menelan ludah beberapa kali.Bagaimana bisa wanita yang sudah dijebloskan ke penjara dan seharusnya masih mendekam di sana, kini malah berkeliaran dan duduk santai memainkan gadgetnya?Terlebih ia sedang berada di acara penting ibu, apa yang ia lakukan? Mengenakan seragam serupa, untuk berpura-pura menjadi bagian dari keluarga ini, agar dengan mudahnya menghancurkan acara sakral ibu sebagai balas dendamnya? Tidak akan aku biarkan!Tergesa-gesa aku menghampirinya, hingga aku lupa kalau sekarang bobotku sedang ditopang oleh high heels dengan tinggi enam senti saja. Lantas berdiri angkuh di hadapannya.“Renita,” bentakku, sontak membuatnya terkejut dan menghentikan aktivitas di ponselnya. Seorang pegawai yang lewat turut menoleh karena kencangnya bunyi pita suaraku.Matanya membelalak sempurna, mungkin tidak menduga bahwa aku akan mengetahui keberadaannya. Ia lantas tersenyum ke arahku
Baca selengkapnya
Bab 52 Jaminan dari Ibu
Ibu dan sang calon suami sudah duduk di depan saksi dan wali nikahnya. Kini semua mata tertuju pada pasangan yang akan segera dihalalkan.Dari sini bisa kulihat dengan jelas wajah ayah Renita, lelaki yang dalam hitungan menit akan disahkan menjadi ayah mertuaku. Wajahnya tidak terlalu tampan, karena memang sudah dimakan usia. Namun, masih ada sisa kegagahan dari rahangnya yang masih kokoh.Dengan lancar, lelaki berumur yang kutahu namanya Haris itu mengucapkan kata demi kata kalimat Ijab Qabul tanda mengikat janji di hadapan saksi dan wali. Ia melepaskan jabatan tangannya setelah para saksi melontarkan kata ‘Sah’ secara serempak. Diikuti kalimat hamdalah dari seluruh keluarga dan tamu si pengantin baru. Kemudian, mulailah seorang pemuka agama memanjatkan doa dengan khidmat, semua yang hadir turut menadahkan tangan berharap doa-doa yang telah dilangitkan segera dikabul oleh Sang Maha Cinta.Dilanjutkan dengan acara khutbah pengantin sebagai bekal pada sepasang insan yang telah mengikat
Baca selengkapnya
Bab 53 Bertemu Ammar
Aku merebahkan diri di kasur empuk model single di kamar Tabitha yang kini ditempati Marwah. Setelah mandi dan mengganti baju aku masuk ke kamar ini. Lagi pula, mas Adnan dan Tabitha sudah tertidur pulas dengan raut wajah yang kelelahan. Mereka berdua tidur di kasur sembari berpelukan. Menggemaskan sekali!“Mbak, aku heran sama Renita tadi. Dia itu sudah menikah ‘kan?” tanya Marwah, ia duduk bersandar seraya menopang dagu di atas bantal.Deg, jantungku ibarat terhenti dan darahku seperti tak lagi mengalir pada pembuluhnya. Mengingat tentang Renita membuatku cemas memikirkan Marwah. Mereka sama-sama masih muda tapi sayang tak bisa menjaga diri. Bedanya Marwah sudah kehilangan kesuciannya, sedangkan Renita setelah kehilangan kesuciannya ia pun harus menanggung hasilnya seorang diri, hamil tanpa ada suami.“Dek, Renita itu belum menikah,” gumamku risau, mana mungkin kubilang bahwa Renita sudah pernah menikah, dengan Mas Adnan pula.Kedua netra Marwah membulat sempurna, seakan hendak kelu
Baca selengkapnya
Bab 54 Renovasi Rumah
“Aku tidak yakin kalau keluargamu benar-benar akan menerimaku, Marwah!” cicitnya terlihat putus asa.Marwah menatap ke arahku, menunggu jawaban yang keluar dari mulutku. Mamak memang terlanjur tidak suka dengan Ammar, apalagi ia memang sama sekali tidak mengetahui tentang yang sesungguhnya terjadi pada Marwah.“Maaf, ibu kami masih terbawa emosi, maklum dia sudah tua,” selaku sedikit tertawa. Meyakinkannya bahwa itu bukanlah hal yang pelik. Aku akan berusaha membujuk mamak nanti agar memberikan restunya pada mereka.“Nanti saya yang akan bicarakan padanya, yang penting kalian harus menikah secepatnya!” pintaku. Biarlah mamak akan menjadi urusanku, yang terpenting kini, kekasih Marwah sudah bersedia untuk bertanggung jawab. Itu sudah cukup melegakan hatiku.“Baiklah, Mbak. Secepatnya akan saya urus segala keperluan untuk pernikahan kami,” jelasnya penuh keyakinan. Perlahan, sesak yang selama ini bersarang di hati mulai melebur. Ribuan kerikil yang seolah menimpa pundak ini berangsur m
Baca selengkapnya
Bab 55 Pasang CCTV
Assalamualaikum, terima kasih masih setia membaca cerita ini. Semoga kalian selalu terhibur 🙏Story Adik Iparku di Akad Nikah SuamikuMereka masuk menuju kamar masing-masing, dan walaupun anggota keluarga baru. Tentu Renita tak perlu dituntun lagi, ia sudah hapal betul seluk beluk rumah ini.Ibu keterlaluan sekali, ia malah membawa Renita ke tempat ini. Entah keributan apa yang mungkin akan terjadi nanti, karena kehadiran Renita memang bagai racun untuk kami."Sejak kapan kalian mulai merenovasi?" tanya Ibu saat kubantu membawa tasnya menuju gudang belakang."Baru hari ini, Bu," jawabku sambil mengamati para pekerja yang begitu cekatan. Ada sekitar sepuluh orang kuli yang bekerja di sini."Ayah dan Ibu silahkan istirahat, jika lapar sudah ada makanan di dapur. Aku mau mengurus Tabitha dulu, semoga betah, ya, Yah!" pamitku pada Ibu dan suami barunya. Aku langsung masuk kembali ke rumah, ekor mataku waspada ketika melewati kamar tamu, sekaligus mengamati gerak-gerik perempuan itu.Tak
Baca selengkapnya
Bab 56 Semua Milikku
Hatiku berubah nyeri, mempertanyakan hal apa yang hendak dibicarakan Ibu padaku. Tapi melihat binar matanya yang meneduhkan, sepertinya sebuah kabar baik untukku.Setelah sampai di gazebo yang sepi dan sejuk karena rindangnya pepohonan.Aku pun meletakkan bobot di sandaran, menunggu Ibu mengungkapkan apa yang hendak dibicarakan. Semoga saja kabar baik untukku."Zahira, ini berkas pengalihan aset seperti yang telah Ibu janjikan padamu," ucapnya mengambil sebuah map yang ternyata sudah di letakkannya di tengah gazebo ini. Mungkin sengaja diletakkan Ibu di sini sebelum tadi berencana untuk bicara padaku, dan malah berdebat dengan Mas Adnan.Ia membukakan lembar demi lembar kertas yang sudah dibubuhi tanda tangannya, menunjukkan padaku satu persatu isi surat tersebut. Walau aku percaya pada Ibu, tapi aku tetap mengamati secara seksama untuk melihat keasliannya. "Ibu percayakan semua ini padamu, menantu yang paling Ibu percayakan. Ibu harap kamu gunakan ini semua dengan sebaik-baiknya, ba
Baca selengkapnya
Bab 57 Kenyataan Baru
"Lalu apa? Kenapa menangis?" Aku mengangkat tubuhnya yang lunglai agar sejajar denganku, mencengkeram kedua bahunya dan menatap mata yang dipenuhi linangan kesedihan.Cukup lama, hingga akhirnya Marwah diam. Tapi ia masih tidak mau bicara. Ia malah meninggalkanku lalu beranjak ke kamar bersamaan datangnya Renita dengan penampilan dan rambut yang begitu berantakan. Kulihat mereka hanya saling tatap, lalu berjalan menuju kamar masing-masing. Renita ke kamar tamu, dan Marwah masuk ke kamar Tabitha.Aku pun bergegas untuk menyusul Marwah ke atas. Mungkin ia tidak mau bicara karena ada Mas Adnan. Tapi di mana Ammar? Entahlah, mobilnya juga tidak ada di depan.BrakAku urung menaiki anak tangga, mendengar kerasnya suara pintu kamar yang ditutup oleh Renita, tepatnya dibanting. Kalau saja tak terbuat dari kayu yang kokoh, mungkin daun pintu yang tidak bersalah itu akan terbelah dua. Kurasa ia mulai tak waras. Menumpang tapi tidak tahu diri."Ada apa, Sayang?" Mas Adnan yang tadinya di dapu
Baca selengkapnya
Bab 58 Perhiasan Baru
Aku lepaskan rambut itu dengan sekali hentakan. Hingga beberapa helainya jatuh ke lantai. Wanita itu ingin melawan, tapi terdengar teriakan seorang lelaki yang memanggil namanya."Non Renita, ayo, Non. Nyonya Friska sudah memanggil," ajak Pak Asad yang rupanya datang atas perintah Ibu. Tanpa melawan lagi, ia pun segera pergi ke luar. Menyusul Ibu di mobil untuk segera pergi ke rumah sakit.Aku tersenyum sinis, memandang kepergian wanita yang kesakitan karena rambutnya kutarik. Sebenarnya, aku ingin sekali melakukan yang lebih menyakitkan dari itu. Tapi, aku tidak ingin terlihat seperti monster di hadapan Tabitha, anakku. Masih ada waktu yang tersisa untuk melampiaskan sesak di dada ini.Sekarang, rumah terasa sepi. Karena hanya kami bertiga yang tersisa di rumah ini. Aku, Tabitha, dan Marwah yang masih betah di kamar. Sepertinya ia tidak tahu menahu tentang yang terjadi barusan.Dengan langkah gontai, aku naik ke lantai atas kamar ini dan mencoba mengetuk pintu kamar yang terletak di
Baca selengkapnya
Bab 59 Si ulat bulu
"Iya, Kak. Gak papa, aku juga mau lanjut tidur. Masih ngantuk soalnya." Marwah menguap kembali, dari nada bicaranya ia sudah kembali tegar seperti sebelumnya. Ia juga berusaha tersenyum simpul walau terlihat begitu dipaksakan. Melihat keadaannya sesaat, cukup membuat rasa cemas yang sedari tadi mendominasi pikiranku jadi menghilang."Percayalah, semua akan baik-baik saja dan berjalan sesuai rencana kita," bujukku meletakkan sebelah tanganku di atas tangannya yang terulur di atas ranjangku. Mengalirkan sedikit ketegaran yang aku punya kepada wanita bermata sayu itu.Ia menjawab dengan guratan senyum seperti tadi, simpul dan dipaksakan."Makanlah dulu, Dek. Jangan biarkan perutmu terus-terusan kosong. Atau ... kamu mau kakak belikan nasi goreng, mie rebus atau pizza?" Aku tawarkan beberapa makanan favoritnya, barangkali selera makannya yang hilang akibat patah hati kembali bertandang."Emmm, nasi goreng aja, Kak. Sekalian jus martabenya, ya.""Oke." Kebetulan lidahku juga ingin sekali d
Baca selengkapnya
Bab 60 Ucapan Renita
Wanita itu berdecak, lalu kembali untuk duduk di kursi roda yang dipegang Mas Adnan sambil menggembungkan pipi karena kesal.Aku dan Mas Adnan tersenyum. Aku senyum karena melihatnya berkali-kali kalah dariku. Kalau Mas Adnan entah karena apa."Terima kasih, Mas." Lagi-lagi Renita tersenyum saat ia baru saja turun dari kursi roda dan Mas Adnan membuka pintu penumpang untuknya. Ia naik terlebih dahulu lalu aku pun menyusul setelah Mas Adnan membuka pintu untukku. Lalu ia ke belakang untuk menyimpan stroller di bagasi.Lima menit dalam perjalanan, cicitan Renita terus yang terdengar di antara kami."Mas Adnan, maaf, ya. Aku gak enak ngerepotin kalian terus." Mas Adnan tertegun sejenak, namun matanya tetap lurus pada jalanan ramai di depannya. Malam ini suasana jalan raya memang begitu padat oleh banyak kendaraan."Hhmm," jawab Mas Adnan seadanya. Sementara aku lebih memilih memandang ke luar jendela. Menyaksikan hilir mudik pejalan kaki di pinggir keramaian kota.Wanita itu terus saja
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status