Semua Bab Dendam Permaisuri yang Terbuang: Bab 121 - Bab 130
134 Bab
122. Mengendalikan Jiwa Nyi Gendeng Sukmo
Musyawarah untuk mencapai mufakat dilaksanakan di ruang pertemuan Istana Utama, bersamaan dengan itu Guru Besar dan juga Khandra sudah sampai di tempat. Khandra mengedarkan pandang melihat sekeliling. “Hormat hamba kepada Guru Besar,” ujar Kayana menyatukan kedua tangan ke arah depan melihat sang guru berdiri di dekat pintu. Guru Besar menganggukkan kepala menerima hormat Kayana. “Ada apa ini, Kayana?” Khandra bertanya. “Permaisuri Rengganis mengumpulkan kita,” jawab Kayana, “mungkin untuk membahas Ki Kastara dan hari baik penobatan Ratu Rengganis,” lanjut Kayana. “Penobatan Ratu memang harus segera dilaksanakan agar tidak ada lagi orang-orang licik yang mengincar,” terang Guru Besar. “Permaisuri Rengganis memasuki ruangan!” teriak salah seorang prajurit. Orang-orang lalu berdiri di samping kanan-kiri menundukkan kepala saat Permaisuri Rengganis berjalan ke arah singgasananya. Suasana mendadak sepi sesaat, sampai akhirnya Petapa Bagaspati membuka
Baca selengkapnya
123. Keputusan Rengganis
Rengganis mengernyit, dia berpikir keras antara lanjut atau melepaskan Nyi Gendeng Sukmo. Satu sisi dia ingin menjadi kuat, satu sisi lagi tidak ingin raganya dikuasai Nyi Gendeng Sukmo. Iblis itu berbahaya, tetapi Rengganis pun menginginkan. Khandra dan Guru Besar saling menatap, mencoba memahami dilema Rengganis. Bagaimana pun dia seorang Ratu masa depan, kekuatan memang penting guna melindungi diri dan bangsanya. “Permaisuri apa pun keputusannya, saya selalu mendukung,” ujar Khandra. “Jika memang Permaisuri tidak mau kekuatan itu hilang, kita bisa menekan jiwa Gendeng Sukmo, menguncinya. Lalu memanfaatkan energi kekuatan yang Gendeng Sukmo punya. Namun, jika Permaisuri tidak mampu bertahan, kita harus segera mengeluarkan saja jiwa wanita tersebut. Dalam artian kita harus mencari Empu Jagat Trengginas,” terang lelaki berwibawa itu. “Ada apa dengan Guru Jagat Trengginas?” Khandra bertanya. “Yang bisa mengeluarkan jiwa Gendeng Sukmo dari Raga Rengganis hanya
Baca selengkapnya
124. Merebut Selendang Merah
Trash! Tangan Guru Besar mengayunkan kembali tongkat untuk menghalau sabetan Nyi Gendeng Sukmo dalam tubuh Rengganis yang di arahkan kepada Senapati Kerajaan Baskara itu. Terjadi tarik menarik antara Nyi Gendeng Sukmo dengan Guru Besar di mana ujung selendang merah tersebut menggulung di tongkat milik Guru Besar. “Kurang ajar, lepaskan!” teriak wanita itu. Khandra memulihkan tenaga dengan cepat, melihat Nyi Gendeng Sukmo yang sibuk menangani Guru Besar. Pemuda itu langsung menarik selendang merah lalu mendorong tubuh Rengganis. Wanita itu melayang melompat ke arah lain. Terjadi tarik-menarik antara Khandra dan Gendneg Sukmo memperebutkan selendang merah. Hingga akhirnya Guru Besar melemparkan tongakat miliknya. Trak! Bagh! Tongkat itu mengenai tubuh Rengganis yang dikuasai Gendeng Sukmo. Brugh! Tubuh Rengganis terkantuk ke meja. Prang! Bunyi kendi tempat air beserta beberapa gelas tanah liat jatuh ke lantai. Guru Besar memperhatikan dengan seksama, takut jika sesuatu t
Baca selengkapnya
125. Tempat Pelarian
Varen sudah sampai di Istana Baskara untuk menjemput Sajani setelah Rengganis memanggilnya pagi tadi. Lelaki bersama dayang muda kepercayaannya tersebut sedang dijamu para dayang di bagian dapur istana. Mereka mengagumi keindahan juga kemegahan Istana Baskara, sepanjang jalan pilar-pilar besar berhias emas sungguh menyita perhatian. Para dayang ramah menyambut hingga kini jamuan spesial mereka sungguh sangat berkesan bagi Varen. Di tempat lain di kamar khusus para abdi dalem. Seorang wanita tua bertubuh gempal menangis duduk memunggungi sang putri yang tengah berlutut di lantai tanah itu. “Maafkan Sajani, Biyung.” Yah, gadis yang bersimpuh tersebut adalah Sajani. Mbok Berek, wanita sepuh itu sungguh sangat kecewa pada apa yang dilakukan sang putri. “Kau ini bodoh atau bagaimana? Kau membuatku malu Sajani, aku sungguh kehilangan muka di hadapan Putri yang aku asuh. Kau juga mempermalukan Gurumu di padepokan Elang Putih!” pekik Mbok Berek. “Maafkan aku, Mbok.”
Baca selengkapnya
126. Keputusan Sulit Rengganis
Kayana mengantarkan kepergian Sajani sampai ke depan pintu gerbang Kerajaan Baskara. Sajani tersenyum masam pada sang sahabat. Dia menghela napas panjang membuka mulut. Namun, tidak jadi mengutarakan apa yang ada di dalam pikiran. Bingung juga pekewoh atas apa yang sudah dilakukan. “Aku tidak membencimu, Sajani. Hanya saja aku menyayangkan sikapmu yang terlalu termakan emosi.” Kayana membuka percakapan. “Apa Nyai sudah siap?” tanya Varen dari dekat pedati. “Tunggu sebentar Varen,” ujar Sajani yang sebelumnya sudah berkenalan dengan Varen di dapur istana. “Baiklah,” jawab Varen yang kemudian masuk terlebih dahulu ke dalam pedati miliknya. Sajani masih menatap Kayana, “Katakan padaku siapa wanita itu?” tanyanya seraya memukul lengan sang sahabat. “Kau benar-benar keterlaluan tidak pernah memberitahukan diriku siapa wanita yang kau cintai,” lanjutnya. “Sejujurnya aku tidak ingin membahas ini,” keluh Kayana berkacak pinggang. “Kataka
Baca selengkapnya
127. Pengakuan Rengganis
Rengganis memeluk tubuh Khandra, lelaki itu tersenyum berusaha membuat nyaman sang permaisuri. Entah bagaimana mengartikan hubungan keduanya. Baik Khandra maupun Rengganis pun tidak paham. Rengganis menutup mata, menghidu aroma keringat Khandra yang khas. Rasanya sungguh menenangkan, Permaisuri Rengganis benar-benar terlena dia mempererat pelukan. Hingga tanpa sadar tangan itu menelusup ke bagian pakaian mirip rompi yang dikenakan Khandra saat ini. Tangan halusnya meraba perut rata, berotot, dan berbentuk selayaknya lelaki perkasa. Mendapat perlakuan itu darah Khandra berdesir. Aroma wangi rambut Rengganis membuat sisi lain lelaki itu bangkit. Ada keinginan menarik segera sang permaisuri agar kembali berbaring kemudian membuat berteriak di bawahnya. Sayang, bayangan wajah pias Rengganis usai sadar tadi berlarian dalam ingatan Khandra. Tidak kuasa ia bertindak terlalu jauh. Khandra menghela napas berat. "Permaisuri, apa tidak sebaiknya saya pergi setelah Kayana dan pasukan baya
Baca selengkapnya
128. Menyambangi Sarang Penyamun
Derap lompatan kaki kuda terdengar, sebagai pertanda sang empunya terlalu tergesa memacunya. Kayana menatap lurus ke arah depan, mulai membelah hutan yang mulai dingin nan lembab. Belum lagi guyuran hujan turut serta. Namun, hal tersebut tidak menyurutkan langkah. Demi mencari pelaku kejhahatan yang sesungguhnya tidak peduli semak berduri maupun hujan lebar diterjang. “Kayana, kita sudah berjalan terlalu lama, mari istirahatkan diri,” teriak salah seorang kawan. Kayana menarik tali kuda membuat terhenti, dia menoleh sekeliling yang ditemui hanya pepohonan tertutup semak-belukar. “Kita istirahat jika menemukan perkampungan, akan sangat bahaya jika berada di hutan asing. Terlebih banyak bandit berkeliaran di saat cuaca seperti ini,” ujar Kayana. “Baiklah, mari bergegas!” ajak salah seorang. Hyat! Mereka kembali memacu kuda membelah semakin belukar, entah akan sampai mana mereka berjalan tanpa tentu arah tersebut. hutan terlalu mengerikan juga membuat tersesat.
Baca selengkapnya
129. Hukuman Menyakitkan
Sajani merasa tak enak hati, takut pula jika para bandit tersebut bersikap tidak suka akan tindakan tidak sopannya. Gautam dan Goga memandang tajam bak menguliti. Lalu keduanya terbahak membuat perut buncit itu mengangguk-angguk. “Maaf atas ketidaksopanan saya,” kata Sajani lagi. “Hahaha … tidak masalah Cah Ayu, aku bahkan dengan senang hati akan mengantarkan kau ke arah sumber suara,” ujar Gautam lantas berdiri. Sajani tersenyum angkuh, “Jika Kisanak tidak keberatan,” sambut Sajani tersenyum. “Hahaha … dasar wanita culas!” ejek Goga. Sajani hanya tertawa mencibir, dia tidak akan mengambil hati pada ucapan kasar terkesan sampah yang terlontar dari mulut para bandit. Karena memang demikianlah mereka. Mereka pun melangkah ke arah sumber suara. Mata Sajani melebar menangkap sosok wanita tidak asing tengah dilecehkan seorang lelaki. “Kau kenal dengannya bukan?” Gautam bertanya seraya bersandar pada dinding gua pengap itu. “Ma … Madhavi,” bisikny
Baca selengkapnya
130. Kematian Tragis Madhavi
Saat Rengganis dan juga Guru Besar yang sesungguhnya merupakan Mang Damar itu tengah membahas serius kelanjutan rencana. Di luar Istana sudah dibuat geger akan kemunculan para bandit. Siapa lagi jika bukan Gautam dan Goga. Mereka muncul dengan mendorong gerobak berisi mayat Madhavi. Para warga berteriak histeris antara terkejut dan takut. Hingga keributan itu terdengar sampai ruangan Taman Sari. “Ada ribut apa di luar?” tanya Rengganis teralihkan perhatian atas teriakan orang-orang. Mang Damar menutup mata, dia mencoba merasakan aura yang ada di sekitar. “Nampaknya ada tamu tidak terduga berencana bertemu Permaisuri,” kata Mang Damar tersenyum. “Tapi saat ini saya tidak bisa menerima tamu, Mang Damar pun paham dengan keadaan saya, bukan?” “Sungguh sangat paham, tetapi jika tidak ditemui nantinya Permaisuri yang akan repot,” ujar Mang Damar. “Baiklah, selama Guru Besar berada di samping saya,” jawab Rengganis. Mang Damar kembali menggunakan ca
Baca selengkapnya
131. Ajian Saipi Angin
Rengganis dan Guru Besar sempat berbincang-bincang sebelum Kayana pergi. Lelaki itu berpesan pada Khandra untuk berjalan ke arah berlawanan yang Kayana tuju. Perjalanan tidak tentu arah mencari Ki Kastara juga Empu Jagat Trengginas semakin pelik. Jika Sajani berjalan ke arah ujung utara demi meminimalisir pencarian. Sebenarnya jalan yang di tempuh ketiga kesatria tersebut sudah dalam saran Guru Besar. Kini sepasang kesatria elang putih terpisah di jalan masing-masing. Pun tidak jauh berbeda dengan Khandra yang diutus Guru Besar menjelajahi arah selatan. Berharap Empu Jagat Trengginas dapat ditemukan. "Guru, guru mengatakan jika di arah utara banyak sekali hutan yang berkabut tertutup uyut mimang. Apa Kayana akan baik-baik saja?" tanya Rengganis usai Gautam dan Goga meningggalkan istana. "Tenang saja, Kayana bukan sembarangan pendekar bela diri tanah air. Dia salah satu murid terbaik yang hamba miliki," ungkap Guru Besar yakin. "Semoga saja Empu Jagat Trengginas da
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status