Semua Bab 100 Hari Bilang Sayang: Bab 31 - Bab 40
49 Bab
Bab 31 - Penutupan Pelatihan
Akhirnya, The Game is Over ! Hari ini adalah hari spesial bagi aku dan peserta pelatihan yang lain. Satu bulan terjebak hiruk pikuknya Ibukota dan segala tugas menumpuk demi tercapainya program modul nasional, tetap rumah ternyaman adalah kampung halaman. Yes, today is d-day, Closing Ceremony acara pelatihan modul Nasional. Beberapa hari sebelumnya aku juga melihat beberapa panitia dan vendor yang tengah mencicil dekorasi panggung untuk acara penutupan pelatihan oleh Menteri Pendidikan. Semua orang kembali memasuki Balairung Universitas Pandawa. Aku dan kelompokku juga masuk disertai dengan sebuah souvenir bag sebagai kenang-kenangan. Dan juga selembar brosur Universitas Pandawa sebagai marketing promosinya. Kami berempat duduk bersebelahan. Tak lupa Bu Zeva melakukan aksi selfienya sambil membuat status di Whatsappnya. Maklum, namanya juga Emak-emak. Pak Emil sibuk menelpon istrinya yang sudah mewanti-wantinya untuk segera pulang karena dicari oleh murid-muridnya. Sedangkan Nafis sib
Baca selengkapnya
Bab 32 - Lava Chocolate Cheese Cake
Kehadiran Prabu di Rooftop Garden sontak membuatku berdiri dan langsung menanyakan suatu hal. Berawal setelah foto bersama selesai, tiba-tiba handphoneku mendapat sebuah notifikasi pesan. Ternyata, Prabu. Aku membuka pesannya dan seketika terbelalak mataku.Isi pesan tersebut bahwa Prabu memberikan info bahwa hari ini Nyonya Mirna sudah tidak berada di rumah sakit. Artinya, Nyonya Mirna sudah diperbolehkan pulang dan sekarang sudah di kediamannya. “Apa benar Pak, nenek sudah kembali ke rumah?” tanyaku mengkonfirmasi.“Seperti yang aku kirimkan. Dan itu benar,” jawab enteng Prabu.“Kenapa Pak Prabu tidak memberitahu sa …” kataku yang kemudian di potong oleh Prabu, “Salahnya lo pulang duluan!”Aku terdiam merunduk. Rasa penyesalan ketika Aku tidak menemuinya tadi malam.“Seperti yang lo bilang, kemarin adalah pertemuan terakhir kita. Tapi setelah gue pikir-pikir lo ada benarnya juga,” ucap Prabu.“Gue sadar, status kita beda jauh. Lo dari kampung, tiba-tiba datang ke keluarga gue. Walau
Baca selengkapnya
Bab 33 - Lava Chocolate Cheese Cake 2
Hari ini bukan hari ulang tahun Prabu, tapi hari ini dia mendapat banyak sekali hadiah. Hadiah dan bingkisan itu beberapa di dapatkan dari peserta pelatihannya, dan tak ayal juga di dapatkan dari peserta di luar. Banyak diantaranya kaum ibu-ibu yang mengharap menjadikannya calon mantu, ada juga dari guru muda yang jatuh hati padanya.Saat ia akan pulang ke kantor, ia mendapati mobilnya penuh dengan barang-barang pemberian. Belum lagi barang yang ia bawa belum kebagian tempat. Mau tak mau ia membutuhkan satu angkutan untuk membantu mengurangi barang-barang yang ada di dalam mobil.Prabu menguhubungi teman-temannya untuk membantunya. Namun, sahabatnya itu menolak dengan alasan masing-masing. Alvaro yang menolak karena dia harus segera menjemput istrinya, Syifa. Sedangkan Denias yang sedang berjanjian dengan seorang peserta pelatihan, seorang guru muda incarannya. Seketika Prabu merasa kesal, tapi jika diingat-ingat kasus dia dihukum kemarin, memang pas imbalannya. Akhirnya, ia memutuskan
Baca selengkapnya
Bab 34 - Nafis Love Stories
Prince menemukan secarik kertas yang terlipat di dalam kotak kue tersebut. Lantas, menanyakan kepada kakaknya apakah perlu di bacakan olehnya. Prabu mengingat kembali saat pertemuannya denganku kemudian memberikan secarik kertas kepadanya. Setelahnya itu, ia bertemu lagi dan memberinya sebuah kue. Setelahnya ia akan pulang, kemudian memindahkan beberapa barang ke mobil yang di bawa Pak Entis. Saat akan berkendara, ia merogoh saku dan kemudian menemukan secarik kertas. Setelahnya, ia memasukkan kertas tersebut ke dalam kue yang biberikan kelompoknya. Prabu kemudian mengangguki agar Prince membacanya. Isi surat itu …“Nyonya Mirna, Stasiun Pasar Senen, 1535, Tiket .... E.F. Begitu tulisannya kak,” ucap Prince membacakan isi kertas itu kepada kakaknya. Kemudian, ia ngeh dengan stiker bunga. “Loh, ini kue buat nenek atau buat kakak? Kenapa bisa kenal sama nenek kak?” imbuh Prince.“Ceritanya panjang, makan saja.” Balas Prabu. Karena perintah dari kakaknya itu, Prince kemudian menikmati
Baca selengkapnya
Bab 35 - Stiker Bunga
Prabu tengah sibuk melayani tamu yang menjenguk Nyonya Mirna sehabis dari rumah sakit. Sampai akhirnya tak terasa waktu menunjukkan pukul tiga sore. Rasanya ia sudah tak sanggup melaksanakan dan melayani semua tamu. Tapi, entah mengapa perasaannya mengatakan ada yang belum beres. Ia kemudian pamit kepada kakeknya dan mencari sesuatu di ruang kerjanya. Naiklah ia ke lantai atas menuju kamarnya. Setelah memasuki ruang kerjanya, ia kemudian duduk di kursi. Entah apa yang membuat Prabu membawanya ke sini. Akan tetapi, ia tersadar akan dirinya yang mencari alasan mengapa ia harus bertindak seperti ini. Entah mengapa, sesuatu membisik batinnya untuk mencari sesuatu. Ia mengecek kembali setiap laci kerjanya. Sampai akhirnya sebuah kertas yang sudah terkual ia temukan di hadapannya. Ia kemudian membuka bualan kertas itu. Lalu menyadari sesuatu dari tulisannya. Nyonya Mirna, Stasiun Pasar Senen, 1535, Tiket .... E.F “Ahhh …,” ucap Prabu sambil memejamkan matanya karena lupa memberikan kepada
Baca selengkapnya
Bab 36 - Mirna dan Edelweissnya
Aku memberitahu sebuah kode di secarik kertas kemarin dengan tambahan stiker bunga. Artinya, sebagai perpisahan aku memberikan hadiah bunga edelweiss yang kering kepadanya. Dengan harapan agar nyonya Mirna bisa kuat menjalani kehidupannya. Dan sebisa mungkin untuk mulai jujur mengungkapkan keinginannya sebelum semua terlambat dan hanya ada penyesalan yang tersisa. Dengan tangan yang bergetar, Nyonya Mirna mengambil bunga itu dan menitikkan air mata. Ia kembali ke memori masa lalunya. Beberapa tahun silam, Nyonya Mirna saat divonis dengan penyakitnya. Seketika, keluarga tidak memberinya kebebasan untuk pergi. Sehingga, ia dijaga oleh ajudan Tuan Indra agar tetap sehat. Namun, hal tersebut membuatnya semakin sakit karena tidak bahagia. Sampai akhirnya, pagi buta setelah melaksanakan salat subuh, ia keluar dari rumah dan mencari kebebasan. Ia akhirnya pergi dengan menggunakan angkutan umum. Selama ia berkeliling, mobil angkutan umum itu mogok. Sehingga, mengharuskannya untuk turun. Ia
Baca selengkapnya
Bab 37 - Satu Tahun Lamanya
Setahun telah berlalu. Aku kembali ke rutinitas semula, mengajar seperti biasa. Hanya suasananya baru, karena setiap tahun muridnya selalu berganti. Saat sekolah memasuki jam istirahat ke-2, Aku menyampaikan salam dan meminta siswaku untuk melaksanakan salat dhuhur berjamaa’ah, karena memang itu program sekolahan. Di hari kamis, jam mengajarku dijeda setelah istirahat ke-2. Sehingga, aku bisa menyicil administrasi guru yang kurang. Tiba-tiba sebuah notifikasi muncul di layar hanphoneku. Notifikasi tersebut berisi pengingat kenangan satu tahun sebelumnya, dimana Aku dan kelompokku mengikuti pelatihan saat di Universitas Pandawa. Laci meja kerja ku buka, dan menemukan tumpukkan foto-foto saat kami berwisata di Jakarta setelah berkutat dengan proyek modul yang bolak-balik revisi itu. Grup chat W******p pun membunyikan notifikasi. Seperti biasa, siapa lagi kalau bukan sang ketua kelompok 3 alias Pak Emil. Dialah yang paling sigap, memang pantas jadi seorang pemimpin. Ia membagikan foto
Baca selengkapnya
Bab 38 - Edelweissku !
Hari demi hari Aku lewati seperti biasanya. Namun, hal berbeda terjadi pada esok harinya. Dimana sebuah insiden besar yang memuncak di keluargaku. Entah dendam kesumat apa, Nenekku dan Ibu kembali ribut. Kali ini ribut besar, sepertinya bukan masalah biasa.“Kamu! Anak gak tahu diri! Punya hutang sama adiknya kenapa sampai sekarang belum dibayar!” gertak Nenek kepada Ibu.“Maafin saya bu, tapi sudah beberapa kali aku bilang. Aku gak bawa kabur uangnya Bu, itu teman saya,” Balas Ibuku.“Ya sudah, kamu bilangkan temanmu. Telpon dia!” perintah nenek. Ibuku hanya terdiam.“Coba kalau itu bukan temanmu, gak akan kejadian kaya gini. Capek aku ngurus adikmu minta uang terus ke aku!”Nenekku terus mengeluh karena sang putri pertamanya, yang tak lain adalah Ibuku, tidak ada usaha untuk mencicil hutangnya. Sedangkan, dari sisi lain, Ibuku merasa bahwa ia tidak menbawa kabur uang adiknya itu. Perdebatan sengit yang tiada henti membuat Kakek kewalahan menghadapinya. Beberapa kali Nenek memberi um
Baca selengkapnya
Bab 39 - Sesuatu yang Mengganjal
Nyonya Mirna memanggil Tuan Indra. Masuklah ia bersama ajudannya itu. Tuan Indra menanyakan perihal mengapa istrinya itu memanggil. Bunga edelweiss yang sudah rapuh, ia tunjukkan kepada sang suami.“Sayang, ini rapuh,” kata Nyonya Mirna.Tuan Indra mengatakan bahwa bunga tersebut sudah lama tidak dirawat dan kekurangan sinar matahari. Namun, Tuan Indra berdalih kalau ia akan membelikan bunga yang baru apabila Nyonya Mirna menginginkannya. “Ahhh ... ini kelamaan tidak dirawat. Nanti aku belikan. Kalau pun harus diimport dari Swiss aku siap. Ah, atau aku beli lahannya, juga tidak mengapa.” ucap Tuan Indra. Sayangnya, Nyonya Mirna menolak itu semua.“Bukan Itu!” bentaknya yang membuat Tuan Indra dan sang ajudan terkejut.Nyonya Mirna merasa ada sesuatu yang terjadi denganku. Lantas, suaminya itu menjelaskan bahwa keluarganya sudah tidak ada hubungan lagi denganku, terlebih sudah ku tolak tawaran menjadi istri Prabu serta hubungan dengan Prabu sebatas mentor dan peserta pelatihan saja.Ny
Baca selengkapnya
Bab 40 - Berubah Pikiran
Pantulan cahaya bulan sabit di kolam renang. Prabu yang duduk di tepi kolam sambil meresahkan perilaku neneknya, kemudian disusul oleh sang kakek. Malam begitu sunyi, Prabu dengan overthinking-nya memikirkan bagaimana ini bisa terjadi. Segala cara ia kerahkan, tak mempan untuk melupakan aku dari kehidupan Nyonya Mirna. Setelah dirunut, semua itu berbalik karena salah dari Prabu. Rasanya, ingin membalikan waktu saat itu. Dan tak mengajakku untuk masuk ke kehidupan keluarganya. Tuan Indra sebagai kakek Prabu kemudian memberi nasehat. “Kamu percaya takdir?” tanya Tuan Indra membuat Prabu menengok ke arahnya.“Kadang, sesuatu yang diluar kehendak kita dan tak bisa diterima oleh nalar memang aneh untuk kita. Tapi, kau lihat sendiri hanya nenekmu yang bisa merasakan. Sekuat apapun kamu menggali, kamu tidak akan tahu, begitupun dengan nenekmu karena sepintas lewat saja (perasaan jika Aku sedang tidak baik). Hanya Allah yang lebih tahu. Maka itu, mungkin nenekmu itu hanya sebagian memberi pet
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status