Semua Bab Pewaris Pedang Sulur Naga : Bab 21 - Bab 30
239 Bab
Bab 21. Belajar Menari pada Umang Sari
Ohh … kasihan sekali. Meskipun begitu kau tetap tidak boleh sembrono. Harus tetap hati-hati. Ingat cita-cita luhur kita. Merebut kembali perguruan Tangan Seribu dari si culas Dewa Jari Maut. Kesampingkan dulu urusan pribadimu itu, Umang." Ki Sempana tidak ingin gara-gara urusan pribadi anaknya, semua rencananya berantakan. "Baik, ayah. Aku mengerti. Sekarang aku akan kembali ke kamar."Umang Sari meninggalkan kamar ayahnya untuk kembali ke kamarnya sendiri. Sesampai di sana. Gadis penari itu merebahkan tubuhnya untuk tidur menyusul Sekar Pandan. Bau harum yang lembut berasal dari wangi tubuh gadis berkain hijau itu menenangkan sekaligus mengherankan hatinya."Wangi ini lembut dan menenangkan. Sepertinya bukan berasal dari wewangian seperti yang aku pakai menari selama ini," gumamnya heran. Untuk mengobati rasa ingin tahunya, gadis itu mengendus tubuh Sekar Pandan, mencoba mencari tahu asal muasal bau wangi dari tubuh gadis itu. Menurutnya,
Baca selengkapnya
Bab 22. Wangi Lembut Tubuh Berkain Hijau
"Ohh … kasihan sekali. Meskipun begitu kau tetap tidak boleh sembrono. Harus tetap hati-hati. Ingat cita-cita luhur kita. Merebut kembali perguruan Tangan Seribu dari si culas Dewa Jari Maut. Kesampingkan dulu urusan pribadimu itu, Umang." Ki Sempana tidak ingin gara-gara urusan pribadi anaknya, semua rencananya berantakan. "Baik, ayah. Aku mengerti. Sekarang aku akan kembali ke kamar."Umang Sari meninggalkan kamar ayahnya untuk kembali ke kamarnya sendiri. Sesampai di sana. Gadis penari itu merebahkan tubuhnya untuk tidur menyusul Sekar Pandan. Bau harum yang lembut berasal dari wangi tubuh gadis berkain hijau itu menenangkan sekaligus mengherankan hatinya."Wangi ini lembut dan menenangkan. Sepertinya bukan berasal dari wewangian seperti yang aku pakai menari selama ini," gumamnya heran. Untuk mengobati rasa ingin tahunya, gadis itu mengendus tubuh Sekar Pandan, mencoba mencari tahu asal muasal bau wangi dari tubuh gadis itu. Menurutnya, jika dirinya memakai wewangian ini maka akan
Baca selengkapnya
Bab 23. Gemerincing Gelang kaki
"Aku harus mencari akal. Bagaimanapun caranya, aku harus bisa mendapatkan pedang itu." Umang Sari mulai memutar otak untuk mendapatkan pedang Sekar Pandan. Namun, benarkah pedang indah itu pedang Sulur Naga? Bagaimana jika bukan? Maka akan sia-sia saja harapan ayah dan perkumpulan Sapu Tangan Merah pimpinan ayahnya.Untuk bertanya soal ini rasanya tidak mungkin, Sekar Pandan sudah tidur. Dia pun harus tidur, tubuhnya butuh diistirahatkan agar besok pagi bangun dengan keadaan segar dan tetap cantik.Keesokan harinya, sesuai janji Umang Sari, Sekar Pandan menagih janjinya."Aku akan mengajarimu menari, asal …"Gadis cantik itu berjalan menuju jendela. Udara pagi yang dingin menyapanya saat daun jendela dibuka. Sekar Pandan mengekor di belakang Umang Sari. Bukankah semalam Umang Sari telah bersedia mengajarinya, tapi kenapa sekarang seperti hendak berubah pikiran?Tangan Sekar Pandan menyentuh lengan gadis itu. Tanpa menoleh, Umang Sari berkata. Suaranya tenang."Aku tidak keberatan menga
Baca selengkapnya
Bab 23. Pertemuan Rahasia
"Lalu ayahmu sekarang di mana? Di penginapan ini juga?" Sekar Pandan menggeleng. Kedua mata beningnya yang bak telaga, beriak. Melihat itu, Umang Sari segera meminta maaf."Kau pasti sangat kehilangan ayahmu, Sekar. Aku juga telah kehilangan ibuku sejak kecil. Rasanya sedih sekali. Dulu, setiap aku kelaparan karena kami belum mendapatkan uang tanggapan dari orang-orang, aku selalu merindukan masakan ibuku. Kau tahu, masakan ibuku sangat enak."Sekar Pandan menunduk. Jangankan rasa masakan ibunya, wajah ibunya saja dia tidak tahu. Sebab ibunya meninggal setelah melahirkan dirinya."Kau sendirian di sini?" Umang Sari bertanya kembali.Sekar Pandan menggeleng."Bersama teman?" Sekar Pandan mengangguk.Jika bersama teman, jangan-jangan temannya ini tidak mengizinkan gadis remaja ini meminjamkan pedang miliknya. Umang Sari gelisah sendiri. Jari-jarinya saling remas. Digigitnya bibirnya send
Baca selengkapnya
Bab 24. Menyusun Siasat
"Beraninya kau memanggil penghianat itu dengan sebutan paman, jangan sebut namaku Paksi Jingga jika aku tidak menghajarmu, Mahisa Dahana!" geram Paksi Jingga. Telinganya terasa panas setiap mendengar nama orang yang telah membunuh ayah dan mengambil perguruannya.Mahisa Dahana segera menjatuhkan dirinya di depan lutut kakangnya sambil meminta maaf. Pemuda itu sangat mengenal watak kakangnya yang sejak dulu selalu keras dan berdarah panas. Hanya dengan kelembutan lah kakangnya ini dapat diatasi."Maaf, kakang Paksi Jingga. Aku tidak bermaksud seperti itu," jelasnya dengan perasaan bersalah.Paksi Jingga mendengus kesal. Kedua matanya berkilat-kilat melebihi kilatan pedang.Ki Sempana dan Ki Gondo pun segera menengahi perselisihan kecil antara adik dan kakak itu."Sudahlah, Den. Jangan terlalu keras pada Den Mahisa. Hari ini adalah pertemuan kita setelah sekian lama berpisah. Tolong jangan diambil hati.""A
Baca selengkapnya
Bab 25. Kabar untuk Semua Orang
Bukan itu, Kakang. Rasanya untuk kali ini kau harus berterima kasih padaku.""Eh??""Saat ini orang itu aku bawa ke sini."Semua orang menoleh ke kanan dan kiri. Seolah di sekitar mereka ada seseorang yang dimaksudkan Mahisa Dahana. Pemuda itu menggerak-gerakkan tubuhnya yang masih sakit. Akibat belitan ular besar yang bernama Naga Perak.Kalau bukan karena pertolongan Sekar Pandan, mungkin dirinya telah mati menjadi santapan ular itu dengan tulang belulang remuk terlebih dahulu.Sekarang nasib gadis itu diperbincangkan oleh saudara seperguruannya. Haruskah dia melindungi Sekar Pandan, atau menjalankan tugas perkumpulan yang telah lama diidamkan? Yaitu mengambil Pedang Sulur Naga dari si gadis. Mahisa Dahana dilema."Kau kenapa, Mahisa?" Paksi Jingga merapatkan duduknya dengan adiknya."Ohh… tidak apa-apa, Kakang. Aku memang kurang sehat saat ini. Itu karena kesalahanku sendiri yang ter
Baca selengkapnya
Bab 26. Kunci Perjuangan
Gadis berkain hijau itu nampak sangat segar bagai sekuntum bunga yang akan mekar pada setangkai daun. Kulit kuning Langsatnya sangat halus dan matanya yang bening dan indah itu laksana sebuah telaga. Wajahnya cantik jelita namun terlihat lembut, tidak bosan bagi yang memandang.Melihat kedatangan Mahisa Dahana, Sekar Pandan tersenyum lebar. Sebuah gigi gingsul yang manis semakin membuat senyumnya memusingkan kepala para pemuda. Mahisa Dahana terkesiap darahnya. Sambil berjalan terseok-seok karena belum sembuh benar, pemuda itu berdiri satu tombak di depan Sekar Pandan.Jantungnya berdegup kencang.Justru itu membuat Sekar Pandan kesal. Dalam keadaan tubuh yang belum pulih seharusnya dia tidak keluar kamar. Dengan gerakan tangannya, Sekar Pandan memarahi Mahisa Dahana."Tulangmu itu belum sembuh sepenuhnya. Kau tidak boleh keluyuran kemana-mana. Istirahatlah di kamar."Umang Sari mengernyitkan dahi tidak mengerti.
Baca selengkapnya
Bab 27. Pendirian Sang Gadis 
"Nini mungkin bingung. Dan kami mengerti. Percayalah, kami tidak akan melibatkan Nini dalam urusan dalam di perkumpulan kami , karena memang Nini bukan anggota perkumpulan Sapu Tangan Merah. Kami hanya membutuhkan benda pusaka itu. Pedang pusaka milik Nini. Pedang Sulur Naga."Pedang Sulur Naga merupakan pedang pusaka warisan ayahnya. Satu-satunya kenangan yang mengikat dirinya dengan jiwa manusia yang telah mengukir jiwa raganya. Selama ini pedang Sulur Naga tidak pernah jauh dari tubuhnya. Sekarang bagaimana mungkin pedang itu akan dipinjamkan kepada orang lain.Melihat gadis itu terdiam, membuat semua anggota perkumpulan Tangan Seribu terdiam. Mereka sibuk dengan isi pikiran masing-masing. Paksi Jingga berdehem,"Pasti Nini tidak akan meminjamkan pedang itu pada kami. Itu sangat dimaklumi. Baiklah, lupakan! Sekarang silakan Nini kembali beristirahat ke rumah penginapan," ujar Paksi Jingga mempersilakan gadis itu meninggalkan tempat itu.
Baca selengkapnya
Bab 29. Pengabdian Cinta Manggala
Di sebuah kamar yang tertata indah, seorang gadis berusia dua puluh tahun tengah mematut diri di depan cermin. Wajahnya yang cantik karena terpoles bedak nampak tersenyum puas. Rambut panjangnya yang ikal nampak tergerai menutupi punggungnya yang putih dan halus."Kau itu sudah cantik, Mayang. Pemuda mana pun akan takluk di bawah kakimu saat melihatmu." Sebuah suara berat khas seorang laki-laki telah berada di ambang pintu kamarnya yang lupa ia tutup. Wajah cantik gadis yang bernama Mayang menoleh. Tatapan mata yang menakjubkan itu menyipit. Bibirnya yang merah merekah tersenyum. Dengan merapikan kain batiknya dia melangkah pelan menghampiri pemuda gagah dan tampan itu."Kakang Senayudha. Kau mengagetkanku saja." Gadis itu berlari kecil menghampiri Senayudha kemudian menggelayut manja pada sang pemuda yang merupakan kakang kandungnya. Senayudha membimbing adiknya duduk di dampar berukir yang ada di dekat tempat tidur. "Wajahmu nampak b
Baca selengkapnya
Bab 30. Mutiara di Tengah Lumpur
"Kakang harus berjanji padaku untuk tidak membiarkan perkumpulan Sapu Tangan Merah berkeliaran mengganggu kita. Aku tidak suka." Mayang melepaskan diri lalu menatap kakangnya dengan wajah penuh harap. Keadaan perguruan Tangan Seribu sangat nyaman dan tenang, tapi setiap saat telinganya mendengar keonaran yang selalu orang-orang perkumpulan Sapu Tangan Merah lakukan, hatinya cemas dan takut."Mereka itu seperti benalu yang mengaku bagian dari perguruan Tangan Seribu ini. Padahal mereka tidak ubahnya musuh besar yang ingin mengambil perguruan kita. Hah! Tidak tahu diri!" Senayudha mengumpat kesal. Darah Mayang selalu panas setiap mendengar cerita Senayudha tentang perkumpulan Sapu Tangan Merah. Gadis itu diam-diam menentang tindakan para anggota perkumpulan Sapu Tangan Merah.Pasalnya, mereka itu sungguh keterlaluan dan tidak tahu malu. Mereka berkoar-koar mengaku bagian dari perguruan Tangan Seribu. Padahal mereka hanya perusuh licik yang tidak punya tempat tinggal. Gelandangan yang ing
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
24
DMCA.com Protection Status