Lahat ng Kabanata ng Menjadi Babysitter Anak Suamiku: Kabanata 11 - Kabanata 20
168 Kabanata
Part 11. Tak Tahu Malu
Aku melirik sinis ke arahnya. Perempuan itu seakan tak memiliki rasa bersalah sedikit pun saat melihatku. Farah terlihat mengepal tangannya, dengan deru napas naik turun"Iya, Bu! Coba Ibu lebih cepat datang, pasti aku gak bakal kena maki-maki dari tadi, huh!" adu Sinta pada Rania yang kini sudah duduk di kursi teras, yang tadi didudukinya. Rania mengangkat satu kaki dan menimpakan pada kaki lainnya, menyender punggungnya pada sandaran kursi. Wajahku serasa tebakar, mendengar ucapan Sinta barusan. Bisa-bisanya perempuan dengan wajah polosnya tadi kini bak ular berbisa. Emosi di kepalaku kian meletup-letup. Jika bukan sebagai tamu, maka sudah kupastikan tanganku ini akan mendarat di bibir perempuan licik itu. Plak! Plak! "Auu!" teriak Sinta kesakitan. Tangannya spontan mengusap pipi yang mulai tampak kemerahan. Aku tersentak, lalu menoleh ke arah Farah. Dua kali tamparan mendarat dengan sempurna di kedua pipi Sinta. Entah kapan Farah bangkit dari duduk santainya. Kini mata sahabatk
Magbasa pa
Part 12. Fakta tentang Rania
Mentari sudah semakin condong ke arah barat, sebentar lagi waktu ashar akan menyapa. Di dapur rumah orang tuanya, Haikal berjalan mondar-mandir dengan tangan menggenggam ponsel miliknya. Wajahnya tampak gusar, menanti Sang istri yang tak kunjung pulang. Beberapa kali menelpon pun hasilnya masih sama, Sang operatorlah yang menjawab sambungan telponnya. Pesan yang ia kirimkan sejak siang tadi masih centang satu, pertanda belum masuk Dari pagi tadi, Harry sudah dititipkannya di rumah Kak Lila, hingga sekarang belum dijemputnya. Beberapa kali terlihat Haikal mengusap wajahnya dengan kasar. Jika bukan karena ibunya, mungkin Haikal tak akan segusar ini menunggu kepulangan Zana. Ya, perempuan renta itu masih belum makan hingga sore ini. Beberapa kali ibunya hanya membasahi kerongkongannya dengan air putih saja.Haikal begitu khawatir dengan ulah Sang Ibu. Beberapa kali membujuk pun tak ada hasil. Beberapa kali Haikal melihat ibunya, perempuan itu tengah menyeka air mata dengan tangan kiri
Magbasa pa
Part 13. Siapa Hartono?
Aku kembali menatap Farah dengan tatapan tak paham, sembari mengayunkan langkah berjalan beriringan dengannya. "Jangan khawatir, setelah sampai rumahku nanti, akan kuceritakan semuanya!" ujar Farah setelah duduk di kursi belakang kemudi, membuat bibirku berhenti melempar tanya. Mobil yang Farah kendarai, kembali melaju di jalanan aspal. Selang beberapa menit suara adzan terdengar bersahutan, dari satu masjid ke masjid lainnya di tengah kota tempat di mana kami berada. "Fa, kita berhenti di masjid di depan saja, ya?" ucapku dengan telunjuk terangkat, menunjuk ke arah sebuah masjid dengan menara yang sudah nampak dari sini. "Siap!" jawab Farah singkat dengan tangan dalam posisi 'hormat'. Tak lama setelahnya, mobil sudah terparkir sempurna di depan bangunan masjid besar yang didominasi warna hijau di tengah kota. Kuhirup dalam-dalam aroma ketenangan, setelah tubuh ini berada di dalam masjid, seusai berwudhu. Kali ini, aku ingin menunaikan kewajibanku di masjid. Meluahkan segala luka
Magbasa pa
Part 14. Kebejatan Rania
Mataku membulat utuh, dengan mulut menganga lebar. Rasa tak percaya dengan apa yang kulihat. Ternyata Pak Hartono yang disebut-sebut Farah tadi adalah suami Tante Nadia—tantenya Farah. Beberapa foto hingga video yang memperlihatkan keintiman dua orang berbeda jenis, dan terpaut usia yang cukup jauh. Ya, Om Hartono sudah berusia lebih dari setengah abad, sedangkan Rania lebih muda dariku. "Asli, Fa. Gil*! Demi apa coba, dalam waktu bersamaan menjalin hubungan dengan dua lelaki beristti." Berkali-kali kugelengkan kepala dengan dahi berkerut. Rasa tak habis pikir, jika di dunia ini ada perempuan separah Rania. Aku sampai merinding melihat Rania yang dengan santainya, menggelendot di bahu Om Hartono, lelaki yang hampir seumuran ayahku. "Kok, bisa punya rasa ya, Fa?" Aku bertanya kurang yakin dengan apa yang kulihat. "Demi uang, Na, semuanya bisa terjadi," ucap Farah terdengar santai. Aku mengangguk pelan, mengiyakan jawaban Farah barusan. Om Hartono memang seorang pengusaha di bidan
Magbasa pa
Part 15. Pelukan Untuk Ibu
"Aku ingin pulang saja, Fa!" ucapku, seraya bergegas berdiri. "Ke mana? Tadi, katanya lelah?" "Ke rumah mertuaku saja."Farah terlihat mengerutkan dahinya, lalu menghembuskan napas panjang dari mulutnya. "Ibu membutuhkan aku, Fa! Aku tak tega membiarkannya bersedih terlalu lama." Tak terasa mataku mengembun. Kebencianku kepada Bang Haikal semakin menggunung. Karena ulahnya, lah, Ibu jadi begini. "Apakah kau masih akan bertahan dengan lukamu, Na? Haikal bukanlah orang yang tepat untuk kau perjuangkan!" tanya Farah tak bersemangat. Kuraih pundah Farah, menatap lekat mata sahabatku itu, "Beri aku waktu, Fa! Aku hanya menunggu waktu yang tepat untuk pergi.""Baiklah!" ucap Farah, setelah beberapa saat terdiam. "Jangan menangis lagi!" Lanjutnya, seraya tertawa kecil. "Iya, iya … semoga kau berjodoh dengan lelaki yang menjaga kuat kepercayaan, supaya kau tak mengalami nasib sepertiku." Farah merangkul tubuhku, mengusap lembut punggungku, "Aku tak ikhlas kau diperlakukan begini," uc
Magbasa pa
Part 16. Pov Author
Sejak pertemuannya dengan Farah dan Zana siang tadi, kekhawatiran tak lepas dari wajah Rania. Khawatir jika Haikal akan tahun hubungannya dengan Pak Hartono—lelaki tajir yang berhasil dijadikannya sapi perah untuk kesekian kalinya. Rania hanya memanfaatkan kekayaan dari lelaki tak sadar umur itu saja, jika tidak mana sudi perempuan muda seperti dirinya tidur bersama lelaki yang pantas menjadi ayah baginya. Pertemuan pertama mereka terjadi, saar tak sengaja mobil yang Rania kendarai menyerempet mobil Pak Hartono hingga mengakibatkan bemper pada sisi kanan mobil mengalami kerusakan. Pak Hartono meminta ganti rugi, atas kerusakan mobil mewah miliknya. Namun Rania berhasil merubah kecelakaan yang menimpanya, menjadi sebuah anugerah. Dengan modal godaan tak seberapa, lelaki itu sudah takluk pada Rania. Setelah kejadian itu, keduanya menjadi sering bertemu, hingga menjalin hubungan tak sehat. Dengan tinggi badan 155 sentimeter, dan berat badan 45 kilogram, Rania tergolong mungil. Wajah
Magbasa pa
Part 17. Membujuk Haikal
Aku menempelkan telingaku lebih dekat lagi ke arah pintu kamar yang sedikit terbuka. Entah siapa lawan bicara Bang Haikal di seberang sana. "Siapa yang masuk rumah sakit?""Operasi?""Prematur.""Tenang dulu, kita akan cari jalan keluarnya sama-sama!"Hening! Sepertinya sambungan telpon di antara mereka sudah terputus. Aku bergegas masuk kamar, seolah tak tahu apa-apa. Bang Haikal terlihat kaget, saat tubuhku muncul di balik pintu. "Kau sudah pulang, Na?" tanyanya basa-basi. "Ya!" jawabku singkat. Siapakah gerangan yang tadi mereka bicarakan? Seingatku, Bang Haikal tidak memiliki keluarga yang tengah hamil. Aku berjalan melewati Bang Haikal yang masih mematung, mendekat ke arah lemari. Mataku naik turun memilah baju yang akan kukenakan. Ekor mataku menangkap bayangan Bang Haikal mendekat ke arahku. "Kau masih marah, Na?" tanyanya dengan suara lembut, seolah membujukku. Lelaki itu kini berdiri persis di belakangku. "Hmm!" jawabku singkat tanpa menoleh. "Apa yang salah, Na? Buk
Magbasa pa
Part 18. Kecewa Semakin Kentara
Aku melirik ujung telunjuk Bang Haikal menyentuh gambar gagang telpon berwarna merah pada layar ponselnya, hingga nada dering telpon seketika berhenti. Lalu memasukkan ponselnya ke saku celananya. Aku pura-pura tak mempedulikan tingkah canggung Bang Haikal. Biarkan saja, nanti akan kucari tahu saat dirinya terlelap. Semakin kesini, semakin aku tak mengerti ada apa dengan Bang Haikal. Dirinya bahkan mengiyakan ketika aku meminta mengalihkan semua harta gono-gini yang kami miliki setelah menikah. Dirinya seolah benar-benar tak ingin kehilanganku. Namun, di belakangku dirinya malah bermain api dengan perempuan lain. Andaikan anak yang menjadi alasan, kenapa harus secepat itu. Baru dua tahun menikah Bang Haikal malah menduakanku dengan alasan keturunan. "Assalamu'alaikum." Ucapan salam dari arah pintu depan membuatku dan Bang Haikal beranjak keluar kamar. "Wa'alaikumsalaa," jawabku. Kak Lila datang sambil menuntun Harry yang berjalan beriringan di sampingnya. Anak itu menghambur meme
Magbasa pa
Part 19. Kembali Memelum Harry
Bang Haikal baru saja pulang setelah dua hari tak menampakkan batang hidungnya di rumah ini, saat jarum jam menunjukkan pukul delapan malam. Tak ada lagi rasa cemburu di hatiku, meski tahu jika dengan dirinya tak pulang, berarti ia menghabiskan waktu bersama lac*r murahan itu. Hatiku seakan sudah membeku, untuk sekedar merasakan cemburu. Bagiku, sekali Bang Haikal berselingkuh, tak kan ada lagi maaf yang tersisa. Itulah yang kukatakan sejak pertama Bang Haikal mengutarakan niatnya untuk melamarku dulu. Hingga kini semuanya masih sama, tak sedikit pun hati ini berniat untuk memberinya kesempatan lebih. "Bolehkah malam ini, jika Abang meminta hak Abang?"Deg! Detak jantungku berpacu lebih cepat, setelah mendengar pertanyaan bermakna permintaan dari Bang Haikal barusan. Ucapan Farah beberapa hari lalu kembali berputar di kepalaku. "Itulah sebabnya, aku tak ingin kau lebih lama lagi bersama laki-laki bajing*n seperti Haikal. Apa kau tak takut, akan tertular penyakit dari pergaulan beba
Magbasa pa
Part 20. Semua Terungkap
Aku kembali mengklik untuk menjeda video yang baru kulihat beberapa detik, kemudian bangkit untuk mengambil headset yang kusimpan dalam lemari, agar suara yang keluar dari ponselku tak terdengar keluar. Aku menikmati tontonanku kali ini dengan debar hati tak beraturan, dan degub jantung yang berkejaran. Aku menikmati setiap adegan, tanpa ingin tahu siapa yang jadi pemeran utama. Dengan penuh amarah Nanda—anak bungsu Tante Nadia tengah asik menjambak rambut sebahu milik Rania. Wajah gadis cantik yang kutahu tengah meneruskan pendidikan di salah satu perguruan tinggi di Nageri Paman Sam itu terlihat merah padam. Dengan membabi buta, Nanda mendorong tubuh Rania hingga terjerembab ke lantai. Tak sampai di situ, Nada terlihat berulang kali menampar wajah Rania dengan keras, hingga wajah perempuan itu terlihat tak beraturan. Berkali-kali Rania berusaha melakukan hal yang sama pada Nanda. Namun dengan tinggi badan yang tak berimbang, membuat Rania terlihat kepayahan untuk mewujudkan niatny
Magbasa pa
PREV
123456
...
17
DMCA.com Protection Status