All Chapters of Halo, Kisah Lama Belum Kelar!: Chapter 51 - Chapter 60
125 Chapters
51. Bertemu Client
Serba mendadak!Belum ada duduk lima belas menit, gadis dengan rambut lurus itu harus buru-buru merapikan dokumennya. Ada client yang minta reschedule jadwal temu sehingga janji yang awalnya dicanangkan saat makan siang harus dimajukan menjadi pukul sepuluh pagi. "Draftnya tidak ada yang tertinggal, kan?" tanya Bu Alana saat Dinara sudah menyusulnya masuk ke dalam mobil. Mereka berangkat bersama supir kantor yang memang biasa mengantar perjalanan bisnis. Dinara mengangguk pasti, "sudah saya cek semua, bu. Draft tulisan, layout, dan beberapa tawaran konsep baru yang sebelumnya kita bahas sudah ada dalam map," terang Dinara yakin. Alana mengangguk paham. Ia lalu mengintruksikan supir untuk mulai melajukan mobil menuju Hotel Royal di pusat kota karena pertemuannya akan dilangsungkan di resto disana. Client hari ini bisa dibilang merupakan salah satu VIP nya perusahaan mereka. Pasalnya, The Royal merupakan perusahaan raksasa yang sedang melejit dan sudah membawahi beberapa hotel dan r
Read more
52. Petuah Dari Adam
Dinara menghempaskan tubuh super lelahnya diatas ranjang queen size miliknya. Masih berbalut kemeja putih dengan siku yang tergulung dan celana kain hitam yang melekat manis di kaki jenjangnya. Tidak ada niatan sama sekali baginya untuk masuk ke dalam kamar mandi—setidaknya dalam rentang satu jam kedepan ini. Ponselnya yang masih berada di nakas itu mendadak berdering. Niat awalnya sih ingin mengabaikan dering menyebalkan itu, namun dia takut kalau- kalau panggilan itu ternyata penting. Dengan setengah hati, Dinara meraih benda pipih itu dengan bantuan lengan panjangnya. "Gimana tadi tes nya, Din?" Dinara mengaktifkan fitur speaker dan menggeletakkan ponselnya tanpa niat. Tubuh tingginya masih rebahan menguasai kasur dan sudah dikuasai kemalasan sekarang ini. "Gue gak tau deh itu tadi bisa dibilang lancar atau enggak, kak," sahut Dinara tak bersemangat. Kepalanya masih berdenyut lumayan hebat setelah mendorong dirinya untuk berkonsentrasi penuh selama kurang lebih dua jam. Meskip
Read more
53. Insiden Hari Minggu
Bermain game merupakan aktivitas yang seharusnya terasa menyenangkan. Sandi bahkan sempat menobatkan kegiatan memencet-mencet tombol, memilih strategi dan fokus pada layar itu sebagai salah satu pilihan healing buatnya. Meskipun tak jarang dia justru makin mumet saat kalah setelah berjuang dengan kekuatan maksimum otaknya. Jemarinya bergerak asal, pun setelah banyak diteriaki bocah-bocah celana biru dan abu-abu, dia masih tak fokus. Matanya sesekali melirik kearah tangga melingkar hunian sepi itu. "Dih, bang Sandi kenapa mendadak noob?" Keenan menutup mulutnya rapat setelah mendapatkan tatapan setajam silet dari lelaki yang diledeknya tadi. Sandi melempar stick PS miliknya asal lalu meluruskan kakinya diatas karpet wol tebal di ruang tamu itu. "Ta, kakak lo lagi sibuk apa, sih?" Akhirnya berhasil mengungkapkan rasa penasarannya. Hari minggu siang, Sandi sudah deal dengan tiga bocil laknat yang katanya akan mengajaknya main game sampai sore. Niatnya jelas, selain memang m
Read more
54. Sakit
Telinganya berdengung, tubuhnya pun masih lemas tak bertenaga sampai- sampai digendong bridal masuk kedalam kamar. Untuk membuka mata saja rasanya berat akibat pening yang mendera hampir seluruh bagian kepalanya itu. Dia hanya pasrah saat Sandi menggendongnya ringan ketika keluar dari mobil sampai kini diturunkan pelan- pelan di ranjang."Makanya kalau kerja atau belajar tuh jangan sampai lupa makan minum! Kalau capek jangan lupa istirahat! Maksa terus sih! Emang kamu gak sayang badan sendiri?" Samar- samar Dinara mendengar gerutuan Sandi yang sepertinya masih terus dirapalkan sejak mereka keluar dari klinik lima belas menit yang lalu. Meskipun tak secara jelas mendengar untaian kalimat panjang yang juga diucapkan Sandi saat di mobil selama perjalanan pulang, Dinara cukup yakin bahwa maknanya masih sama."Udah sih, bang! Lagi sakit malah dimarahin terus," bela Keenan yang sepertinya juga ikut panas telinganya. Meskipun yang dimarah itu Dinara, tapi Keenan yang berperan sebagai supir
Read more
55. Berangkat Kerja
Senin pagi punya cuaca cerah dan udara yang masih cukup asri. Tunggu saja dua jam berikutnya ketika berganti dengan panas polusi kendaraan dan hiruk pikuk manusia khas kota hectic satu ini. Apalagi ini senin, beberapa manusia mungkin punya dendam kesumat akan hari setelah akhir pekan ini. Hari pertama kembali bekerja dalam setiap minggu—setidaknya bagi para pekerja kantoran dan pelajar. Rapat penting di hari senin menjadi alasan utama Dinara untuk tetap pergi ke kantor meskipun belum sembuh total. Sakit kepalanya sudah lumayan reda, panas juga turun, namun ada semacam hawa hangat yang masih berputar dalam tubuhnya. Entah bagaimana cara menjelaskannya, tapi rasanya seperti masih ada efek obat disana. Dinara memakai halter neck dilapisi blazer coklat susu dengan celana hitam kain panjang. Kakinya dibalut heels warna coklat setinggi lima senti. Dara rupawan itu membiarkan rambutnya tergerai, dia baru saja keramas setelah kemarin berkeringat akibat suhu tubuhnya yang menggila. Make up
Read more
56. Lunch Virtual
"Permisi, ini ada gofud buat Mbak Dinara."Rasa-rasanya Dinara belum sempat mengulik aplikasi hijau tersebut meskipun memang dia terpikir untuk pesan makan siang. Meski setengah bingung, dara itu pada akhirnya bangkit juga dan mendekat pada OB yang tersenyum ramah di depan pintu. Dinara mengintip ke dalam bungkus yang ternyata berisi bento langganannya. Tanpa pikir panjang pun dia akhirnya tahu siapa pengirimnya. Tidak lain dan tidak bukan pasti the one and only Sandi Arsena. Tetangga protektif yang sudah kedua kalinya mengirimkan bento ke kantor. Gadis itu tersenyum tipis, "makasih ya, mas," ucapnya pada OB yang akhirnya pamit. "Yah, padahal gue baru aja mau traktir lo bubur ayam di warung depan," dengus Stecia saat Dinara kembali duduk di tempatnya. Dinara mengendikkan bahu sementara Kalila tiba-tiba saja sudah duduk disebelahnya dengan pandangan memicing curiga. "Kalo gofudnya sampe dianter ke dalam ruangan gini, pasti bukan lo yang pesen kan, Din?" terkanya. Kadan
Read more
57. Sandi Lagi
"Dinara!"Si pemilik nama menoleh kala suara yang terdengar akrab menyapu telinganya. Sore ini tak banyak manusia yang lalu lalang di lobby, sehingga ia tidak kesulitan menemukan orang yang menyapanya. Dinara tersenyum tipis membalas lambaian tangan bersemangat yang Valdi ayunkan dari dalam lift hingga kini setengah berlari menuju kearahnya. Staf Finance itu menggendong tas ransel hitam miliknya yang nampak cukup penuh dan berat. "Tumben senin jam segini udah di lobby, gak ada lembur?" Pertanyaan pertama yang laki- laki itu utarakan cukup menyentil Dinara. Memang benar sih, divisinya termasuk salah satu yang paling getol urusan lembur. Bagaimana tidak? Ada beragam konten yang harus diselesaikan dalam kurun waktu singkat. Ditambah lagi mereka punya visi yang sama dengan pemimpinnya, pantang pulang sebelum clear, hehehe.Untung saja mereka bekerja di perusahaan besar yang masih adil dalam perhitungan overtime. Dinara rasa lemburannya selama ini masih dibayar dengan layak. Dinara meng
Read more
58. Waroeng Bakso
Sandi mendelik mendengar permintaan Dinara kali ini. "Gak boleh! Bakso micinnya banyak!" tegasnya. Dinara mengerutkan dahi dan mengerucutkan bibirnya tanda melawan, "Bakso langganan aku micinnya dikit!" Sandi masih belum menyerah, "Tahu darimana? Emangnya ikut bantuin masak? Beli sayur hijau aja atau sup-sup gitu!" Usulnya. Dinara merengut sebal, matanya entah kenapa berkaca. Jadi sensitif out of nowhere yang membuat Sandi kelimpungan juga pada akhirnya. "Tapi pengennya bakso! Kan enak dingin-dingin gini makan bakso kuah anget! Aku juga gak bakal nambah sambel, saos ataupun kecap," ujarnya dengan suara lebih kecil daripada sebelumnya. Kali pertama menemukan sisi Dinara yang ini membuat Sandi jadi dilema. Rasanya sulit sekali menolak permintaan gadis yang nampak keras diluar tapi ternyata bisa merengek juga hanya karena makanan dengan bentuk bulat dan berkuah itu. Maka dengan segenap kesabaran dan kegemasan yang ditahan, pada akhirnya mereka berlabuh di salah satu rumah makan ba
Read more
59. Grocery Shopping
Dinara merasa harus memberi pelajaran khusus pada adik laki- laki kesayangannya. Remaja itu biasanya tak banyak tingkah dan bicara. Namun belakangan ini, terutama sejak kenal Sandi, surprisingly dia menjadi sosok yang oversharing. Sisi bagusnya, Dikta mulai terbuka tentang perasaannya. Tapi bagian paling menyebalkan adalah laki-laki itu terlihat seperti lebih mendukung Sandi. Selama ini ada banyak sekali 'kebetulan' yang sepertinya tidak murni kebetulan. Salah satunya info-info kecil seperti apakah Dinara sudah tidur, pukul berapa pulang dan semacamnya. Dalam tahapan ini, bisakah Dikta disebut sebagai mata- mata utusan Sandi Arsena? Dikta benar- benar adiknya, kan? Tapi mengapa laki- laki itu sepertinya lebih memihak pada tetangga sebelah? Terjadi lagi kamis sore kali ini sepulang kerja. Dinara terpaksa berada dalam sebuah supermarket bersama dengan Sandi setelah tiba- tiba saja lelaki itu muncul di parkiran perusahaan. Ulah siapa lagi kalau bukan Dikta? Manusia yang membocorkan inf
Read more
60. Memasak Dan Memaksa
Memasak mungkin bukanlah perkara sulit untuk Dinara. Apalagi kalau hanya sebatas makanan sehari- hari yang tak perlu tatanan ala-ala fine dining. Menu malam ini adalah mie goreng spesial lengkap dengan sayuran, telur, udang, dan sosis. Wanginya yang semerbak langsung memanggil Dikta yang sedari tadi duduk manis menunggu di ruang makan. Dinara menyiapkan satu porsi penuh untuk adiknya yang masih dalam masa pertumbuhan itu. Tak lupa menggeser segelas air juga. Celingak-celinguk mencari presensi manusia lain, si pemilik permintaan. Sepulang dari supermarket tadi Sandi bilang akan ke rumahnya pukul delapan malam. Tapi hingga kini sudah hampir setengah sembilan dan laki- laki itu belum menunjukkan batang hidungnya sama sekali. Meraih ponselnya diatas meja dan tak menemukan pesan dari Sandi sama sekali. Maka dari itu pada akhirnya Dinara sendiri yang berinisiatif untuk menekan dial panggilan kepada Sandi. Tersambung namun tak diangkat, Dinara awalnya memilih bodo amat. Dia mengambil sepa
Read more
PREV
1
...
45678
...
13
DMCA.com Protection Status